h1

Kronologis Kasus Ahmadiyah Manis Lor Kuningan

21 December 2007

*20 Pebruari 1956*

Pendirian JAI di Kuningan yang berdiri pada tahun 1956. Pusat kegiatan JAI
terdapat di desa Manis Lor, Jalaksana Kuningan Jawa Barat. Dari sekitar 4000
penduduk desa 3.000 diantaranya adalah pengikut JAI. Di desa ini JAI
mendirikan Masjid dan beberapa Musholla serta lembaga pendidikan. Dari tahun
70-an kepala desa selalu dipegang oleh JAI.

*11 Agustus 2002*

Seminar LPPI tentang Ahmadiyah. Seminar ini dilaksanakan oleh Lembaga
Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) bertempat di Masjid Istiqlal Jakarta
dengan mengangkat Tema ” Membongkar Kesesatan Ahmadiyah”. Sejumlah pemuda
yang tergabung dalam RUDAL kuningan, hadir dalam seminar ini. Setelah
mengikuti seminar, mereka kemudian membuat spanduk dipasang di jalan menuju
komplek ahmadiyah yang isinya mengecam kesesatan ahmadiyah. Mereka juga
meminta kepada pemda kuningan untuk melarang aktivitas jema’at Ahmadiyah di
Manis lor Kuningan.

*25 Oktober 2002*

Masjid At-Taqwa di rusak massa. Sambil melakukan lobi ke Pemda agar
mengeluarkan pelarangan terhadap Jema’at Ahmadiyah, RUDAL juga melakukan
teror dengan melakukan pengrusakan masjid At-Taqwa dan Al-Hidayah serta
beberapa rumah jemaat Ahmadiyah.

*27 Oktober 2002*

Bupati dan unsur Muspida Kabupaten Kuningan, Depag dan MUI berkunjung ke
Ahmadiyah Manis Lor, Bupati menjelaskan sebagai berikut:

– Masalah Agama yang dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 29.

– UU 22 Tahun 1999 (OTDA) tidak termasuk agama, agama adalah urusan
pemerintah pusat, kami datang tidak mempermasalahkan agama.

– Tidak rela sejangkal tanah Kuningan di pakai arena kerusuhan dan besok
saya akan datang ke pihak RUDAL di Balai Desa, yang nantinya akan
dipertemukan dan berdamai agar menjaga kerukunan.

*28 Oktober 2002*

Bupati dan Unsur Muspida pertemuan dengan pihak RUDAL di Balai Desa, setelah
mendengar pemaparan/pidato Nashrudin, Bupati memerintahkan kepada Kejaksaan
untuk bertindak kepada Ahmadiyah.

*31 Oktober 2002 dan 2 November 2002*

– Pengurus Ahmadiyah di Undang ke Kejaksaan

– Pengurus Ahmadiyah dialog dengan unsur Pakem.

– Bpk. Mualim Dudung di BAP

*3 November 2002*

Pemda Kuningan Mengeluarkan SKB (Pelarangan Ajaran Jema’at Ahmadiyah). SKB
ini ditandatangani oleh Bupati, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Negeri,
Komandan Kodim, Kapolres, Kakandepag, ketua MUI serta beberapa Ormas (NU,
Muhammadiyah, GUPPI, PUI) dan organisasi Kepemudaan lainnya.

Pembekuan kegiatan Ahmaddiyah sambil menunggu keputusan pusat.

Setelah SKB turun aksi teror makin menjadi banyak rumah jema’at ahmadiyah di
Manis Lor yang dirusak massa.

*5 November 2002 *

Kepala Desa Manis Lor (Prana Imawan Putra) melayangkan surat himbauan
terhadap Jemaat Ahmadiyah agar menghentikan semua aktivitas peribadatannya
sesuai isi diktum pertama SKB guna menajaga keamanan dan keselamatan, serta
menghindari konflik-konflik baru.

*3 Desember 2002 *

Tim Pakem Kabupaten Kuningan mengeluarkan surat dengan No:
B.938/0.2.22/Dep.5/12/2002
yang isinya meminta kepada Kapolres untuk melakukan penyidikan terhadap
pengurus jema’at Ahmadiyah. Kedua, meminta Camat dan Kepala KUA agar tidak
menikahkan Jema’at Ahmadiyah. Ketiga, meminta kepada Camat agar tidak
membuatkan KTP bagi Jema’at Ahmadiyah.

*4 Desember 2002 *

Ø Kepada Desa Manis Lor melayangkan surat pemberitahuan kepada Jemaat
Ahmadiyah Manis Lor sesuai surat Tim Pakem tertanggal 3 desember 2002 yang
isinya memberitahukan bahwa pada tanggal 4 Desember 2002 Pukul 16.00 akan
ada pelaksanaan penertiban/penurunan atribut jemaah Ahmadiyah di desa Manis
Lor.

Ø Pelaksanaan penurunan /penerbitan atribut Ahmadiyah di Desa Manis
Lor.

*23 Desember 2002 *

Bakor Pakem Kabupaten Kuningan melayangkan surat kepada Kepolisian Resort
Kuningan, Kepada Camat Jalaksana, Depag Kabupaten Kuningan.

Surat kepada Kepolisian Resort Kuningan: Bakor Pakem Kabupaten Kuningan
menuntut agar Tim Penyidik Kepolisian Resort Kuningan dapat melakukan
penyidikan tindak pidana umum terhadap Ustadz, Pengurus, PNS yang menganut
Ahmadiyah sesuai Pasal 156a KUHP, hal ini didasarkan atas pembacaan situasi
dan kondisi terakhir oleh Bakor Pakem terhadap Ahmadiyah Manis Lor yang
menyatakan bahwa Ahmadiyah Manis Lor tidak mau menerima SKB tertanggal 3
November 2002, Ahmadiyah Manis Lor masih menjalankan aktivitas ibadahnya,
situasi terkahir yang banyak terjadi tindakan pengrusakan rumah ibadah dan
penduduk, serta kesimpulan akhir mengenai Jemaah Ahmadiyah Manis Lor yang
bukan Islam.

Surat kepada camat: Bakor Pakem mendesak Camat Jalaksana agar menertibkan
KTP anggota Jemaat Ahmadiyah.

Surat Kepada Depag: Menghimbau agar KUA menolak pernikahan jemaah Ahmadiyah
Manis Lor.

*4 Januari 2003*

Surat dari PAKEM tertanggal 3 Desember 2002. Isi surat ini pertama, meminta
kepada Kapolres untuk melakukan penyidikan terhadap pengurus jema’at
Ahmadiyah. Kedua, meminta Camat dan Kepala KUA agar tidak menikahkan Jema’at
Ahmadiyah. Ketiga, meminta kepada Camat agar tidak membuatkan KTP bagi
Jema’at Ahmadiyah.

*10 Januari 2003*

Komnas HAM membuat surat kepada Bupati Kuningan dan Kepolisian Resort
Kuningan. Komnas HAM mengirim surat kepada Bupati Kuningan dan Kepolisian
resort Kuningan soal tindakan intimidasi dan kekerasan yang diterima Jema’at
Ahmadiyah di Manis Lor. Juga dijelaskan jaminan menjalankan ibadah
sebagaimana tercantum dalam pasal 28.E UUD 1945, Pasal 29 ayat (2) 1945, dan
pasal 22 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

* *

*25 Februari 2003*

Surat dari Dirjen Kesatuan Bangsa. Surat ditujukan kepada Bupati Kuningan
isinya, pemda Kuningan harus menjaga keharmonisan dengan melakukan kerjasama
dengan Anggota JAI Manis Lor. SKB yang ditandatangani Muspida dan Ormas
bukan produk hukum sehingga diminta untuk ditinjau kembali.

*8 April 2003 *

Pertemuan antara Pemerintah, Komnas HAM, serta Jemaat Ahmadiyah Manis Lor di
Kecamatan Jalaksana. Komnas Ham meminta agar SKB dikaji ulang, serta akan
diadakan rapat Komnas HAM dengan unsur-unsur terkait. Jemaat Ahmadiyah
menyerahkan beberapa data kronologis kepada Komnas HAM.

*Oktober 2004*

FPI Menyerang Ahmadiyah. Setelah mengikuti tabligh akbar dalam rangka
peringatan isra mi’raj di masjid Al-Huda Manis Lor, massa kemudian menyerang
masjid Ahmadiyah, mereka meminta kegiatan jema’at ahmadiyah di manis lor di
hentikan sesuai dengan SKB. Beberapa massa kemudian melempar petasan ke
pelataran masjid Ahmadiyah.

*3 Januari 2005*

Pemda Kuningan mengeluarkan SKB II. SKB dengan Nomor: 451.7/KEP.58-Pem.Um/
2004,KEP-857/0.2.22/Dsp.5/12/2004, kd.10.08/ 6/ST.03/1471/2004 tentang
Pelarangan kegiatan Ajaran Ahmadiyah di Wilayah Kabupaten Kuningan. SKB ini
ditandatangani oleh Bupati Kuningan, Kepala Kejaksaan negeri, Kakandepag,
dan Sekda.

*4 Januari 2005*

Pertemuan antara Muspida Lengkap, Kepala Kandepag Kabupaten Kuningan dengan
pengurus Jemaat Ahmadiyah

*19 Februari 2005*

JAI Manis Lor mengajukan gugatan atas terbitnya SKB melalui Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandung. Dan meminta kepada pemda Kuningan agar menunda
pelaksanaan SKB.

*20 April 2005*

Kuasa Hukum Jemaat Ahmadiyah Manis Lor mengajukan naik banding ke PTUN Pusat
di Jakarta, yang sampai sekarang masih dalam proses.

*30 Juli 2005*

1 Masjid dan 7 Musholla Ahmadiyah Manis Lor di tutup.

*31 Juli 2005*

Manis Lor Masih dijaga Ketat. Pasca penutupan masjid dan 7 musholla milik
jemaat Ahmadiyah manis lor Kuningan.

*1 Agustus 2005*

MTs Ahmadiyah ditutup. Penutupan 1 masjid dan 7 musholla milik jemaat
Ahmadiyah di Manis Lor Jalaksana Kuningan, ternyata diikuti oleh penutupan
fasilitas lain milik Ahmadiyah. Terakhir, MTs Ahmadiyah Manis Lor dengan
jumlah siswa 112 orang juga ditutup.

*10 Agustus 2005*

Masjid Ahmadiyah Majalengka disegel. Masjid Ahmadiyah yang berada di desa
Sadasari kecamatan Argapura, Majalengka disegel pihak kepolisian Resort
Majalengka. Penyegelan itu terkait keluarnya fatwa MUI yang melarang ajaran
Ahmadiyah, karena dinilai menyesatkan. Menurut Wakapolres, Kompol Sukirman,
penyegelan tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan antara muspika
kecamatan Argapura dengan pihak ulama setempat dan para pengikut Ahmadiyah
yang jumlahnya sekitar 138 jemaat.

*4 Oktober 2005 *

Jemaat Ahmadiyah mendapat selebaran brosur yang ditandatangani oleh:

1. KH. Achidin Noor, M.A (Pimpinan Ponpes Husnul Khotimah)

2. Drs. H. Hapidin Ahmad (Ketua MUI Kuningan)

3. H.D. Arifin. S, S.Ag M.Pd (Kepala Kandepag Kab. Kuningan)

Isi Brosur:

“Kedatangan Imam Mahdi dan Turunnya Kembali Isa Al-Masih Adalah Keyakinan
dan Bagian dari Iman Umat Islam”

*22 Oktober 2006*

Dialog ke-5 (terakhir) antara MUI Kab.Kuningan dengan pihak Ahmadiyah,
bertempat di gedung DPRD, yang difasilitasi oleh Bupati dan Ketua DPRD.

*30 Mei 2006*

Jemaat Ahmadiyah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Bupati perihal
penggunaan kembali Mesjid untuk sholat berjamaah.

*Lanjutan*

*19 November 2007 *

Komponen Muslim Kabupaten Kuningan melayangkan surat penegasan yang isinya
penegasan bahwa Ahmadiyah harus segera menanggalkan pengakuannya beragama
Islam, menghentikan seluruh kegiatan sesuai isi/perintah SKB dan segera
membongkar seluruh tempat ibadah. Penegasan tersebut diberikan
batas/tenggang waktu 15 hari terhitung diterimanya surat. Apabila pada batas
waktu yang telah ditentukan Ahmadiyah tidak melanjuti penegasan tersebut,
berarti Ahmadiyah menantang perang terhadap umat Islam. Isi surat penegasan
tersebut melampirkan beberapa tanda tangan tokoh-tokoh ormas Islam Kuningan,
diantaranya dari Gerakan Anti Ahmadiyah (GERAH) Kuningan, Remaja Masjid
Al-Huda (RUDAL), FUI Kabupaten Kuningan, FPI Kabupaten Kuningan serta
beberapa Pondok Pesantren, Ulama/Kiai/Intelektual Muslim.

*26 November 2007 *

Surat tembusan dari Komponen Muslim diterima oleh Jemaat Ahmadiyah, disusul
Jemaat Ahmadiyah Manis Lor melayangkan surat kepada Bapak Kapolres 855
Kuningan agar mohon mendapatkan perlindungan Hukum dan Keamanan bagi jemaah
Ahmadiyah Manis Lor.

*30 November 2007 *

Muspika, Camat, Danramil, dan Kapolsek, Kasi I Polres, Kepala KUA, serta
ketua MUI berdialog dengan 10 Anggota Jemaat Ahmadiyah bertempat di
Kecamatan Jalaksana. Pertemuan ini didasarkan Surat tembusan dari Komponen
Muslim Kuningan tanggal 19 November 2007, Surat Tembusan dari Jemaat
Ahmadiyah cabang Manis Lor tanggal 26 November 2007 mengenai permintaan
perlindungan hukum dan keamanan, serta menyampaikan data-data pendukung
mengenai kronologis SKB I, II dan beberapa data penting lainnya seperti
Surat Depdagri kepada Bupati Kuningan yang menyatakan bahwa SKB bukan produk
hukum, Hasil Mukhtamar NU Tentang akan datangnya Nabi Isa a.s, serta
data-data lainnya. Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesimpulan:

1. Menyikapi rencana komponen Muslim tentang penyampaian surat
tembusan kepada warga Jemaat Ahmadiyah.

2. Diusahakan pihak komponen Muslim untuk memperkecil volume tenaga
penyebaran.

3. Pelaksanaan Penyebaran di barengi oleh aparat pemerintah.

4. Pihak warga jemaat tidak bersedia memberikan tandatangan.

*3 Desember 2007 *

Jemaat Ahmadiyah Manis Lor melayangkan surat jawaban penegasan terkait surat
tertanggal 19 November 2007 dari Komponen Muslim Kabupaten Kuningan. Isinya
terkait dengan 3 point penegasan oleh Kelompok Muslim kabupaten Kuningan,
Jemaat Ahmadiyah menegaskan bahwa Ahmadiyah merupakan bagian dari Islam,
dengan pegangan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW, Ahmadiyah terdaftar secara
hukum, serta penjelasan turunya SKB sesuai proses hukum, serta menyertakan
sabda Nabi SAW mengenai pembangunan masjid/rumah ibadah. Surat ini
diharapkan menjadi pertimbangan dan kajian untuk surat penegasan Kelompok
Muslim Kabupaten Kuningan.

a_bHe@learn

regard,

mirza
mumcentre.co.id

28 comments

  1. *4 Oktober 2005 *

    Jemaat Ahmadiyah mendapat selebaran brosur yang ditandatangani oleh:

    1. KH. Achidin Noor, M.A (Pimpinan Ponpes Husnul Khotimah)

    2. Drs. H. Hapidin Ahmad (Ketua MUI Kuningan)

    3. H.D. Arifin. S, S.Ag M.Pd (Kepala Kandepag Kab. Kuningan)

    Isi Brosur:

    “Kedatangan Imam Mahdi dan Turunnya Kembali Isa Al-Masih Adalah Keyakinan
    dan Bagian dari Iman Umat Islam”

    Ahmadiyah tukang melintir pernyataan orang ? memang nyonto nabinya sendiri, tukang ngibul terhadap Allah dan Ummat Islam. Pernyataan saya di atas ada terusannya, yakni: sekarang tinggal dikaji, apakah benar Mirza Ghulam sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan ?. Setelah saya bahas dalam nash2 Al-Quran dan Hidits2 Nabi, terbukti Mirza adalah Imam Mahdi Palsu dan Isa Al-Masih palsu, karena kelahirannya ke dunia bukan sebagai pendami dan penegak Islam, malah menjadi biang permasalahan internal ummat Islam. Saya punya tulisan hasil 5 kali dialog dengan Ahmadiyah, bukti2 kenapa ahmadiyah tidak bisa diterima ummat Islam ?.


  2. Tolong brosur itu muat semuanya, niscaya akan ketahuan bulitnya (curangnya) ahmadiyah dalam melintir pernyataan orang lain. nanti insya Allah akan saya muat brosur tersebut.


  3. Ini brosur yang pernah saya sampaikan kepada jemaat ahmadiyah manislor:

    SERUAN TERBUKA KEPADA JEMAAT AHMADIYAH
    Saudara-saudara anggota Jemaat Ahmadiyah !!!
    Telah seratus tahun lebih Jemaat Ahmadiyah sejak lahirnya tidak pernah dan tidak akan pernah diterima dan akur dengan ummat Islam di seluruh dunia, pasang surut pergolakan dan penentangan terhadap Jemaat Ahmadiyah terus terjadi, karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan Ummat Islam pada umumnya, walaupun Ahmadiyah berusaha terus meyakinkan yang lain bahwa tidak ada perbedaan. Memang jangan berharap Ahmadiyah bisa diterima oleh ummat Islam non Ahmadiyah dan jangan bermimpi bisa akur antara keduanya, karena bagaimana bisa terjadi hal itu antara Ahmadiyah yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, Rasul Allah, Imam Mahdi dan Nabi Isa Al-Masih; sementara yang lain mencap Mirza sebagai Nabi palsu, Rasul palsu, Imam Mahdi palsu dan Nabi Isa Al-Masih palsu. Sungguh tidak akan bisa bertemu dan tidak akan pernah akur.
    Urusan Mirza sebagai Nabi dan Rasul Allah dengan alasan yang dibuat-buat oleh pihak Ahmadiyah, itu memang urusan Ahmadiyah, urusan antara Allah dengan Mirza sendiri. Namun kita bisa mengujinya secara cermat wahyu-wahyu, mimpi dan kasyaf Mirza yang ada dalam Kitab Tadzkiroh ( sebagai Wahyu Muqoddas / kumpulan wahyu suci ) dengan Al-Quraan Al-Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong. Apakah benar-benar isi Tadzkiroh itu sebegai wahyu Tuhan ??? Sementara keganjilan dan kontradiksinya begitu banyak dan mencolok. Bahkan banyak sekali yang dianggapnya oleh Mirza dan Ahmadiyah sebagai wahyu Allah, tapi justru sebagai bukti kekufuran yang telak bagi Mirza Ghulam Ahmad. Sebagai contoh, ketika Mirza mengaku menerima wahyu dari Allah: “Anta minni bimanzilati waladi” ( Tadzkiroh halaman 412, 436, 636 terkadang dengan bentuk jamak, aulaadi ). Artinya : ” Engkau (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak (anak-anak)-Ku “. Apakah mungkin kata-kata itu sebagai wahyu Alloh ? Maha Suci Allah, Yang Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan ( QS. Surat Al-Ikhlas). Mirza mengaku menerima wahyu dari Allah : ” Ya Ahmad yatimmu ismuka wala yatimmu Islmi ” ( Tadzkiroh halaman 51 ). Artinya: ” Wahai (Mirza Ghulam) Ahmad, sempurnalah namamu dan Tidak Sempurna Nama-Ku “. Betapa hebat Mirza, bahkan dia lebih hebat dan sempurna dari pada Tuhannya sendiri. Tidak mungkin itu sebagai firman Tuhan. Maha Suci Allah dari tuduhan Mirza !!! Kalau wahyu-wahyu seperti itu mustahil sebagai firman Allah, maka secara otomatis dan tidak ada pilihan lain kecuali Mirza Ghulam Ahmad jelas sebagai pembohong, Nabi palsu dan Rasul palsu.
    Kedatangan Imam Mahdi dan turunnya kembali Isa Al-Masih adalah keyakinan dan bagian dari iman ummat Islam. Namun apakah benar Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan Allah ???
    Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih merupakan keyakinan Mirza dan Ahmadiyah. Hal ini sebagaimana firman Allah (katanya) dan lihat Tadzkiroh halaman 401, 622, 637. Sekarang coba kumpulkan secara cermat puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab-kitab hadits, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih. Terbukti bahwa Imam Mahdi dan Isa Al-Masih adalah oknum (orang) yang berbeda, bukan menyatu dalam satu oknum ( orang ) yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Adapun hadits yang ada dalam Sunan Ibnu Majah no. 4.126 ” Wala al-mahdi illa Isa ibnu Maryam ” Artinya : ” Imam Mahdi itu tiada lain adalah Isa Ibnu Maryam “, telah di bahas panjang lebar oleh para ulama ahli Hadits, bahwa hadits tersebut sebagai hadits mungkar, bertentangan dengan puluhan hadits yang lain dan dalam sanadnya tidak beres alias hadits palsu. Sangat kerdil sekali, berhujjah dengan sepotong hadits mungkar untuk masalah aqidah yang sangat besar terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih. Kesimpulannya adalah Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih.
    Kemudian kita simpulkan dari puluhan hadits tadi, sifat-sifat dan karakeristik Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan itu serta kondisi ketika dan sesudah keduanya diturunkan Allah ke muka bumi ini. Kesimpulannya, dengan turunnya Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, dunia ini akan aman dan keadilan akan merata di seluruh dunia, sebagaimana pernah meratanya kedholiman. Keduanya akan memerangi ummat manusia yang kafir, membunuh dajjal dan akan memusnahkan seluruh agama dan yang tersisa hanya agama Islam saja, Imam Mahdi akan memimpin dunia. Sekarang kita uji dengan mata melek, kondisi dunia ini mulai dari zaman Mirza Ghulam Ahmad hidup sampai zaman Kholifah Ahamadiyah yang ke V sekarang. Terbuktikah dunia ini aman dan adil ??? Apakah sekarang di dunia ini yang tersisa hanya tinggal agama Islam saja ??? Apakah Yahudi dan Nasrani, juga agama-agama lain sudah musnah ??? Apakah Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah pernah memimpin dunia ??? Malah kenyataan berbicara sebaliknya, Ahmadiyah diperangi hampir di seluruh dunia Islam. Bahkan sekedar tempat tinggal Kholifahnya saja mengungsi di Inggris dan terusir dari negaranya, karena system kekhalifahan Ahmadiyah hanya Kholifah Ruhaniyah yang tidak pernah dikenal dalam system kekhalifahan dalam Islam, alias Kholifah-Kholifahan. Walhasil, Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan, karena tidak terbukti, alias pengakuan sebagai kedua-duanya adalah palsu.
    Rasulullah SAW bersabda : ” Antara aku dan turunnya Isa Al-Masih tidak ada Nabi … dan seterusnya ” ( Lihat Sunan Abi Daud hadits no.4320 ). Nah sekarang kalau Imam Mahdi dan Isa Al-Masih belum turun dan Mirza Gulam Ahmad bukan sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan, bagimana dengan Mirza yang mengaku sebagai Nabi dan Rasul ??? Menurut hadits di atas, sangat meyakinkan dan secara otoimatis bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi dan bukan Rasul, alias kedua-duanya palsu.
    Ketika Muhammad SAW diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya, orang-orang yang tidak percaya kepada beliau adalah kafir, sampai sekarang juga demikian. Sekarang kita tanya, bagaimana sikap Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap orang-orang Islam yang tidak percaya kepadanya sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih ??? Tentu Mirza dan Ahmadiyah akan mengkafirkan ummat Islam yang non Ahmadiyah bukan ??? Coba perhatikan Tadzkiroh halaman 342, Mirza Ghulam berkata: “ Bahwa Allah telah memberi kabar kepadanya, sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat padamu dan tetap menentang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan termasuk penghuni neraka Jahim”. Dalam Tadzkiroh halaman 600, Mirza berkata: “ Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku, bahwa setiap orang yang telah sampai padanya da’wahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang muslim dan berhak mendapatkan siksa Allah.” Inilah alasan yang sebenarnya, kenapa orang Ahmadiyah tidak mau sholat di belakang orang non Ahmadiyah. Ini sangat fundamental dan berbahaya, juga sebagai bukti kuat kedholiman Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap ummat Islam di seluruh dunia.
    Sadarlah wahai penganut Ahmadiyah, anda telah tertipu berat oleh segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad. Fahamilah, kenapa ummat Islam memusuhi Mirza dan Ahmadiyah. Kehadiran Mirza yang mengaku sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih bukan menambah kuatnya ummat Islam, malah sebaliknya, tambah runyam, kehadirannya bukan rahmatan lil alamin, malah menjadi benih perpecahan baru di kalangan ummat ini. Kebaikan sosial Ahmadiyah di dunia bukan sebagai jaminan Ahmadiyah itu benar, banyak kebaikan-kebaikan sosial agama lainpun, tapi bukan menjadi jaminan kebenaran agama-agama tersebut. Kembalilah kepada Ajaran Islam yang asli dan benar, bergabunglah kembali dengan ummat Islam, supaya persatuan dan kesatuan ummat Islam ini tetap terjaga dan terpelihara.

    Kuningan, 4 Oktober 2005.
    Pimpinan Ponpes Husnul Khotimah,
    Maniskidul, Jalaksana, Kuningan.

    KH. Achidin Noor, MA.


  4. Ini sebagaian tulisan saya, hasil 5 kali dialog dengan Ahmadiyah Pusat yang bertempat di Kuningan.

    Pengantar

    الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيد المرسلين وخاتم النبيين محمد وآله وصحبه أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وبعد …

    Dalam tulisan sederhana ini, penulis mengambil judul “ADA APA DENGAN AHMADIYAH” Kajian Sederhana: Mengapa Ahmadiyah tidak bisa diterima Ummat Islam, dengan tujuan memberikan sedikit jawaban atas keheranan ummat Islam yang merasa aneh dengan kejadian akhir-akhir ini dengan dikeluarkannya Fatwa MUI Pusat tentang status dan kedudukan Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah. Pro dan kontra bukan saja datang dari orang awwam agama, tapi muncul dari kalangan akademisi dan kalangan intelektual muslim yang belum memahami betul pernik-pernik dan rincian ajaran Ahmadiyah. Akhirnya Ahmadiyah merasa mendapat angin dukungan dan simpati dari berbagai pihak.

    Dengan berbagai keterbatasan ilmu yang dimiliki dan waktu yang terbatas, penulis mencoba untuk mengurai simpul-simpul misteri Ahmadiyah yang selama ini masih ter(di)sembunyikan oleh pihak Ahmadiyah kepada umum, bahkan di kalangan awwam Ahmadiyah sendiri, dengan dalih sebagai konsekwensi dari bai’at yang telah mereka teken (tanda-tangani), tutup mata dan tutup telinga, ikuti dan taati para Ketua dan Pengurus Jemaat Ahmadiyah. Namun penulis merasa masih banyak (di sana-sini) kekurangan dan kelemahan yang tidak bisa dihindari, semoga saja usaha ini walaupun sangat sederhana, tapi memberi sedikit pencerahan dan wawasan keagamaan pada kalangan internal ummat Islam, dalam merespon kasus-kasus di tanah air yang terkait dengan penolakan ummat Islam dengan berbagai macam cara terhadap gerakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

    Pada akhir tulisan sederhana ini, penulis mencoba mengusulkan solusi alternatif bagi penyelesaian kemelut internal ummat Islam dengan Ahmadiyah, antara lain :

    1. Penanganan Ahmadiyah harus dengan tegas dan secara pro aktif dari Pemerintah atau pihak yang berwenang, karena kalau pemerintah diam maka yang bergerak ummat Islam sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan potensinya.
    2. Oleh karena posisi Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah sudah jelas dengan turunnya fatwa Liga Muslim Internasional ataupun secara Nasional melalui MUI, maka Ahmadiyah harus dibubarkan dan dilarang di Indonesia dengan dasar pendekatan hukum internal ummat Islam dan Ajaran Islam sendiri. Hukum positif sebagai legalitas formalnya. Kalau dengan solusi ini tidak efektif, maka solusi akhir adalah:
    3. Sebaiknya Ahmadiyah memisahkan diri dengan ummat Islam dan membentuk Agama baru (mungkin dengan nama Agama Ahmadiyah) dengan nabi dan rasulnya Mirza Ghulam Ahmad, Kitab Sucinya gabungan antara Al-Quraan dan Tadzkirah, sebagai mana kitab suci orang Kristen (Injil) gabungan dari Perjanjian Lama (Taurat Musa) dan Perjanjian Baru (yang turun kepada nabi Isa AS), Sunnah atau Haditsnya seluruh prilaku, tulisan dan buku-buku yang dikarang Mirza Ghulam Ahmad sendiri serta Sunnah para Kholifahnya. Lengkaplah sudah Ahmadiyah dan telah layak dikatagorikan sebagai sebuah agama baru. Insya Allah Ahmadiyah aman dan tenang, ummat Islam akan damai seperti damainya dengan agama-agama lain di Indonesia.

    Wallahu ‘alamu bishshowaab.
    Kuningan, 29 Januari 2006
    KH. Achidin Noor, MA.

    Pengantar dialog ke 5.

    Sebenarnya dialog yang kami tawarkan tempo lalu melalui Bapak Bupati Kuningan, merupakan solusi alternatif untuk antisipasi terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan terhadap saudara-saudara kami Jama’at Ahmadiyah di Desa Manislor Kec. Jalaksana Kab. Kuningan. Dengan harapan, kami MUI Kab. Kuningan bisa berdialog dan bisa mengenal lebih dekat dan lebih bisa mendiagnosa permasalahan dan gejolak sosial yang sebenarnya di Manislor. Dugaan kami dialog hanya akan berlangsung dengan Jema’at Ahmadiyah Manislor untuk menemukan akar permasalahan, paling satu atau dua kali dialog selesai. Kenyataannya kami sangat kaget, karena yang hadir ternyata dari Pusat langsung. Selama dialog berlangsung empat kali, saudara-saudara kami dari Manislor ternyata hanya menyaksikan saja, apalagi dialog yang ke lima sekarang ini, formatnya pun disetting berbeda dan nampaknya lebih serius. Jadi kami terus terang saja, dialog ke lima ini dialog yang kurang imbang. Kami hanya dari MUI Kab. Kuningan (kiyai kampungan, kira-kira begitu), sementara dari pihak Ahmadiyah langsung ditangani oleh Team Dialog Pusat Jema’at Ahmadiyah Indonesia dari Jakarta. Padahal, mestinya dari kami harus mengahdirkan MUI Pusat supaya lebih mantap dan lebih ilmiyah.
    Namun, walaupun demikian mudah-mudahan dialog ini bisa lebih mendekatkan ukhuwwah kita dan dalam rangka mengasah ketajaman analisa kita terhadap gejala dan gejolak sosial yang sering terjadi di tanah air. Tentunya dalam rangka menemukan akar masalah dan mendiagnosa penyebabnya, selanjutnya kita bisa menyelesaikan masalah secara bersama dengan sejuk dan damai, bisa saling memahami dan menyadari perbedaan kita masing-masing.
    Pada kesempatan ini pula, saya mohon maaf kepada pihak Ahmadiyah apabila dalam ucapan dan tulisan-tulisan saya mungkin ada kesan (dari pihak Ahmadiyah) seolah saya menghujat dan menghina Mirza Ghulam Ahmad atau Ahmadiyah secara umum. Namun, justru dengan adanya dialog yang sudah empat kali berlangsung dan kelimanya Insya Allah sekarang, menunjukkan bahwa kami bukan dalam posisi menghujat, apalagi menghina, bukan provokasi atau penyulut fitnah Ulama (ungkapan dan tuduhan sdr. Drs. Abdul Rozzaq terhadap saya dalam sebuah tulisannya). Kami hanya mengkritisi dan mempertanyakan (bukan keberatan) kerancuan dan syubuhaat yang menjadi dasar dari Teologi Ahmadiyah selama ini.
    Terima kasih kepada semua pihak atas terselenggaranya acara dialog V ini, terutama kepada Bapak Bupati Kab. Kuningan dan Ketua DPRD Kab. Kuningan yang telah menjadi mediator pertemuan kami MUI Kab. Kuningan dengan pihak Jema’at Ahmadiyah Indonesia selama ini.
    Hadirin Yang Saya Hormati,
    Pemilihan judul dan tema pada dialog V ini (Membedah Wahyu-Wahyu Mirza Ghulam Ahmad, atau Wahyu-wahyu Mirza Ghulam Ahmad dalam sorotan) adalah merupakan kesepakatan kami MUI Kab. Kuningan denganpihak Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Team Pusat). Dan kenapa kita sudah dialog sampai ke V nya sekarang, secara umum karena:

    1. Kedatangan Mirza Ghulam Ahmad sebagai 3 in 1 (Isa Ibnu Maryam Al-Masih, Imam Mahdi, nabi/asul) sehingga digelari oleh para pengikutnya Al-Masih Al-Mauud (yang dijanjikan), perlu pembahasan yang cermat karena terkait dengan pengertian Al-Masih itu sendiri. Al-Masih adalah gelar kebaikan yang diberikan kepada Nabi Isa ibnu Maryam, juga gelar kejahatan yang diberikan kepada Dajjal sehingga disebut Al-Masih Ad-Dajjal. Nah disini perbedaannya, apakah Mirza Ghulam Ahmad itu benar-benar Isa Al-Masih Al-Mauud yang dijanjikan (sesuai dengan hadits-hadits Nabi SAW) atau memang Al-Masih Ad-Dajjal (pembohong yang jahat yang mengaku nabi dan juga rasul) sesuai yang disinyalir dalam hadits-hadits Nabi juga ?

    2. Kehadiran para pengaku nabi dan rasul semenjak wafatnya Rasulullah SAW tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut”. …. kehadiran Mirza tidak meninggalkan dampak sosial dan spiritual dengan keluasan dan kedalaman seperti yang biasanya ditinggalkan oleh para Nabi terdahulu. Karena itu bagi hampir seluruh kaum Muslim klaim Mirza akan kenabian itu harus ditolak (atau ditafsirkan kembali seperti dilakukan oleh sebagian pengikutnya sendiri dari versi Lahore); …. …. Klaim kenabian atau, apalagi, kerasulan, akan menimbulkan masalah dalam masyarakat, karena logika setiap klaim kenabian atau kerasulan tentu menuntut kepada setiap orang untuk menerima, membenarkan dan “beriman” kepada pengaku itu…… Kegawatan muncul karena setiap sikap menerima atau menolak sesuatu dari pesan Ilahi akan dengan sendirinya bersangkutan dengan masalah keselamatan atau kesengsaraan. Maka logika pengakuan kenabian, lebih sering -dari pada tidak- mengundang percekcokan tajam, sebab terjadi dalam kerangka kemutlakan (ultimacy). Karena itu pengaku kenabian tentu menghasilkan sistem kepengikutan yang eksklusifistik, yang menampik “orang luar” untuk menyertai mereka dalam panji keselamatan dan kebahagiaan. Dalam penampilannya yang ekstrem, seperti ditunjukkan oleh berbagai perkumpulan yang bersifat kultus (cultic) di banyak negara (terutama Amerika), harapan keselamatan yang dipusatkan dan digantungkan kepada pribadi seorang tokoh akan melahirkan gejala-gejala anti sosial dan penuh permusuhan.
    3. Kenapa demikian gawatnya ? karena ketika Muhammad SAW. diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya, orang-orang yang tidak percaya kepada beliau adalah kafir, sampai sekarang juga hukumnya masih demikian. Sekarang kita tanya, bagaimana sikap Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap orang-orang Islam yang tidak percaya kepadanya sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih? Tentu Mirza dan Ahmadiyah akan mengkafirkan umat Islam yang non-Ahmadiyah bukan? Coba perhatikan Tadzkirah halaman 342 (terjemahan dari bahasa Urdu, lihat buku Hasan Audah halaman 273), Mirza Ghulam berkata, “Bahwa Allah telah memberi kabar kepadanya, sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat padamu dan tetap menentang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan termasuk penghuni Neraka Jahim.” Dalam Tadzkirah halaman 600, Mirza berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku, bahwa setiap orang yang telah sampai padanya dakwahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang Muslim dan berhak mendapatkan siksa Allah.” Inilah alasan yang sebenarnya, mengapa orang Ahmadiyah tidak mau salat di belakang orang non-Ahmadiyah. Ini sangat fundamental dan berbahaya, juga sebagai bukti kuat kezaliman Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap umat Islam di seluruh dunia.
    Hal-hal yang perlu difahami sebelum dan ketika membedah
    Wahyu-wahyu Mirza Ghulam Ahmad.

    Untuk membedah dan memahami lebih dalam Wahyu-wahyu Mirza, terlebih dulul kita harus membaca tulisan kami “ADA APA DENGAN AHMADIYAH”, BAB VIII “MENYOROT WAHYU, ILHAM, KUSYUF DAN MIMPI-MIMPI MIRZA GHULAM AHMAD”. Sesuai dengan kajian yang telah dilakukan oleh Syekh Badruddin bin Abdullah Asy-Syibly Al-Hanafi, seorang ulama ahli hadits yang wafat tahun 769 H dalam kitabnya ”Aakamul Marjan fi ahkamil Jaan” yang ditahqiq oleh Ibrahim Muhammad Al-Jamal pada tahun 1402 H/1982 M menjadi judul yang cukup menarik ”Ghoroib wa Ajaibul Jin kama yusowwiruhal Quran wass Sunnah” (Keanehan dan Keajaiban Jin seperti digambarkan Al-Quran dan As-Sunnah) menguraikan bahwa ada lebih dari 140 cara berinteraksi antara Jin, Syetan dan Iblis terhadap manusia, sebagai komitmen mereka ketika dilaknat Allah setelah menggoda Adam dan Hawwa. Begitu juga DR. Umar Sulaiman Al-Asyqor seorang ulama masa kini menulis tentang Dunia Jin dan Syetan dalam bukunya ””Alamul Jin wasy Syayatin” (dunia jin dan syetan).

    Bahkan dalam buku “Al-Manhaj Al-Qurany fi ilaj assihry wa almassi asysyaitony” yang ditulis oleh Syekh Usamah Al-Udhy, ada jin Failosuf yang sangat pintar membantu manusia memberikan ide dan pemikiran-pemikiran syaitoniyyah. Perasaan Mirza dan pandangan sahabatnya boleh jadi bagus dan masuk akal, padahal itu hasil rekayasa syetan. Sebab ketika kita amati ternyata dasar dan konsep pemikirannya berasas dari takwilan-takwilan nash yang bukan pada keharusannya dan bukan pada tempatnya, terutama yang menyangkut masalah ghoibiyyat. Lihat pula uraian kami Bab VI “MENYOROT METHODE ISTIDLAL (PENGOLAHAN DALIL) AHMADIYAH”. Kita akan memahami; mengapa Ahmadiyah dan kami sama-sama berdalil dengan ayat-ayat Al-Quraan dan Al-Hadits, tapi natijah dan kesimpulannya sangat jauh berbeda sekali, terutama yang menyangkut masalah aqidah kenabian.

    Dari telaahan dua buku tersebut, jelaslah bahwa yang datang kepada Mirza dan membisikkan wahyu-wahyu, ilham, mimpi dan kasyaf adalah Jin Syetan Iblis dalam rangka penyesatan ummat manusia melalui Mirza Ghulam Ahmad

    Kemudian, simak berikutnya Bab VII “MEMBEDAH TADZKIRAH” . Dari Bab ini kita akan memahami isi Tadzkirah versi Ahmadiyah sendiri, di mana Tadzkirah adalah :
    تذكــرة يعنى وحي مقدس رؤيا وكشوف حضرت مسيح موعود عليه الصلاة والسلام
    “Tadzkirah yakni Wahyun Muqoddasun (Wahyu Suci), kumpulan mimpi-mimpi Kusysuf Hadzrat Masih Mauud ‘Alaihi Ash-Sholatu Was-Salam” dari Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Isa ibn Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman.

    Dalam bab ini kami sorot Wahyu-Wahyu itu dari sisi tinjauan umum, sisi bahasa dan sisi Aqidah Islamiyah. Ini merupakan topik kita pada dialog V hari ini.

    Namun sebelum saya komentari apa yang sdr. Abdul Rozzaq tulis, terlebih dahulu daya sampaikan suatu ringkasan aqidah kami; Ahus Sunnah Wal Jamaah mengenai kenabian dan kerasulan sebagai berikut:

    Bahwa berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits yang shohih, bahwa Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, tidak ada Nabi dan Rasul setelah beliau. Seiring dengan itu pula maka Wahyu-wahyu kenabian dan kerasulan terputus pula. Kalau Allah dan Rasul-Nya menyatakan demikian, maka kita (termasuk Ahmadiyah juga) tidak harus memaksa Allah mesti Mutakallim dengan cara itu (seperti kepada Miarza Gulam Ahmad). Kedatangan dan turunnya Nabi Isa AS kembali, tidaklah merusak makna Khatamin nabiyyin, sebab beliau adalah Nabi asli yang pernah diutus, bukan Nabi baru, hanya kematiannya yang ditangguhkan (seperti dalam QS An-Nisa 159)
    “Tidak ada seorangpun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya[380]. dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka”. ([380] tiap-tiap orang Yahudi dan Nasrani akan beriman kepada Isa sebelum kematiannya, bahwa dia adalah Rasulullah, bukan anak Allah. sebagian Mufassirin berpendapat bahwa mereka mengimani hal itu sebelum kematiannya. Perhatikan pula dalam ayat Ali Imran 55 dan An-Nisa 159, sangat jelas beda antar “mutawaffika” dan “qobla mautihi”.
    Justru kedatangannya untuk membuktikan kepada orang Yahudi dan Nasrani bahwa beliau tidak mati ter/dibunuh dan tidak pula disalibkan dan bukan pula anak Allah. Keberadaanya sekarang hanya Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana (Aziizan Hakiiman). Kalau Ahmadiyah selalu mempertanyakan bagaimana Isa AS hidup sekarang, makan dan minum apa ? dan seterusnya, maka itu berarti menolak atas Maha Kuasa dan Maha Bijaknya Allah SWT (menolak Wakanalloha Azizan Hakima ujunga surat An-Nisa 158).

    Kedatangan Mirza Ghulam Ahmad sebagai 3 in 1 (Isa As, Imam Mahdi, Nabi/Rasul) membuktikan kebenaran Sabda Rasulullah SAW tentang indikasi fitnah besar di akhir zaman, akan datangnya para dajjaluun, para pendusta besar yang mengaku jadi Nabi dan Rasul Allah. Ditambah lagi proses evolusinya Mirza Ghulam Ahmad menjadi (duplikat) Isa ibn Maryam dan Imam Mahdi yang sangat ganjil dan tidak sesuai dengan sunnah Ilahiyyah dan sunnah Kauniyah serta nubuwwatan Rasulullah SAW dalam hadits-haditsnya. Juga terbukti bahwa wahyu-wahyunya cacat dan berasal dari bisikan “minal jinnati wannas”. Ayat-ayat Al-Qauran dan hadits-hadits yang dipakai dalil oleh pihak Ahmadiyah menjadi rusak makna dan maksudnya karena ditakwil seenake dewek serampangan, takwilan yang bukan pada maknanya dan bukan pada tempatnya. Takwilan-takwilan Ahmadiyah hanya sekedar memaksakan dalil supaya menjadi legalitas teologi agama pembenaran 3 in 1 nya Mirza Ghulam Ahmad.

    Hal itu telah diwanti-wantikan olah Rasulullah SAW dan pernah dikabar-ghoibkan oleh beliau dalam banyak haditsnya, antara lain:
    1. روى البخاري في كتاب الفتن رقم : 7121 عن أبي هريرةَ أن رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: «لا تقوم الساعةُ حتى تَقْتَتِلَ فِئتانِ عظيمتان تكونُ بينهما مقتلةٌ عظيمةٌ، دَعوَتهما واحدة، وحتى يُبعَثَ دَجَّالونَ كذابون قريبٌ من ثلاثين كلهم يَزعم أنه رسول اللَّه، …..
    Dari Abu Hurairah RA (berkata) bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tidak terjadi kiamat kecuali (setelah) terjadi peperangan hebat antara dua kekuatan besar, seruannya satu, hingga dibangkitkan banyak dajjal para pembohong hampir mencapai 30 orang, semuanya mengaku bahwa dia rasulullah (utusan Allah)… HR Bukhary
    2. روى مسلم في كتاب الفتن وأشراط الساعة رقم : 7340 عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللّهِ يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ كَذَّابِينَ». وَزاد في حَدِيثِ أَبِي الأَحْوَصِ: قَالَ فَقُلْتُ لَهُ: آنْتَ سَمِعْتَ هَـٰذَا مِنْ رَسُولِ اللّهِ ؟ قَالَ: نَعَمْ. وفي رواية رقم : 7341 – «إنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ كَذَّابِينَ فَاحْذَرُوهُمْ».
    Dari Jabir Ibnu Samuroh RA berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya antara menjelang hari kiamat banyak sekali para pembohong. Dalam hadits Abul Ahwas: saya bertanya kepada Jabir: apakah engkau benar-benar mendengarnya hal itu dari Rasulullah ? dia menjawab : Ya. Dalam satu riwayat lain (no.7341) : “sesungguhnya antara menjelang hari kiamat ada beberapa pembohong, maka hati-hatilah kalian”. HR Muslim.

    3. وفي رواية رقم : 15 عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ ،، عَنْ رَسُولِ اللّهِ أَنَّهُ قَالَ: «سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ».
    Dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah dari Raulullah SAW beliau berkata : bakal ada pada akhir ummatku sekumpulan orang yang menceritakan kepada kalian (masalah-masalah agama) yang kalian sendiri tidak pernah mendengarnya, begitu juga orang tua kalian (tidak pernah mendengarnya), hati-hatilah (dengan mereka).
    4. وفي رواية أبي داود عن أَبي هُرَيْرَةَ ، قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلاَثُونَ دَجَّالُون كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أنَّهُ رَسُولُ الله تَعَالَى» وفي أخرى رقم : 4252 عن ثَوْبَانَ ، قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: « …. وَإِنَّهُ سَيَكُونُ في أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلاَثُونَ، كُلُّهُمْ يَزْعَمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ، لا نَبِيِّ بَعْدِي. وَلاَ تَزَالُ طائفةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ.
    Dalah riwayat Abu Daud, dari Abu Hurairah berkata: bersabda Rasulullah SAW “Tidak akan terjadi kiamat kecuali (ditandai) munculnya 30 orang dajjal yang semuanya mengaku sebagai Rasul Allah ta’ala. Dalam riwayat lain dari Tsauban berkata, Rasulullah SAW bersabda : … dan sesungguhnya akan ada (muncul) dari kalangan ummat ku (fi ummati) 30 pembohong yang semuanya mengaku sebagai Nabi (nabi ummati) dan saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku, (namun) masih ada dari kalangan ummatku (yang terus berjuang mempertahankan) kebenaran. HR Abu Daud.

    Jadi munculnya para dajjal pembohong yang mengaku nabi dan utusan Allah (yang oleh Ahamdiyah disebut nabi ummati dan rasul ummati) sudah jauh diprediksi oleh beliau bakal ada dan muncul dari kalangan ummatnya, yang jumlahnya mendekati/hampir 30 orang. Namun Ibnu Hajar (Fathul Bari juz 6/617) mengomentari hadits tersebut, bahwa pembatasan 30 orang itu bukan yang hanya mengaku nabi saja (artinya pengaku nabi tanpa pengikut tidak dihitung), tapi disamping itu para pengaku nabi tersebut adalah mereka yang mempunyai kekuatan besar, banyak pengikutnya dan terkenal (seperti Mirza Ghulam Ahmad dengan Jemaat Ahmadiyahnya –penulis-). Telah muncul beberapa orang-orang seperti itu di Zaman Rasulullah SAW dan ditumpasnya, setelah itu diteruskan penumpasannya oleh para Khalifah beliau. Seperti di antaranya Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah, Al-Aswad Al-‘Anasi di Yaman dan di zaman Abu Bakar RA Thulaihah bin Khuwailid (dari bani Asad dan bani Khuzaimah), Sajah At-Tamimiyah dari bani Tamim.

    Orang pertama yang mengaku Nabi setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA memerangi orang murtad, adalah Al-Mukhtar ibn Abi Ubaid Ats-Tsaqofi yang terbunuh tahun 67 H. dia mengaku menerima wahyu dari Allah, mengaku Malaikat turun kepadanya. Ini telah dikabar ghoibkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya.


  5. BAB I
    MUKODIMAH

    Gerakan Ahmadiyah di Indonesia usianya memang lebih tua dari umur kemerdekaan Republik Indonesia, masuk ke Indonesia tahun 1924 M (untuk aliran Lahore yang tidak meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi) dan tahun 1925 M (untuk aliran Qodiani yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi). Namun perkembangannya sampai sekarangpun jumlahnya belum menunjukkan perkembangan yang signifikan kalau dibanding dengan populasi pengikut Gerakan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang hampir seusia dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa Ahmadiyah di Indonesia tidak berkembang dengan baik dan mendapat penentangan dari kalangan ummat Islam. Gelombang penentangan ummat Islam terhadap Ahmadiyah bukan karena iri, dengaki dan cemburu terhadap “kemajuan” Ahmadiyah, namun lebih kepada usaha pembentengan aqidah ummat Islam terhadap taktik dan kecurangan Ahmadiyah dalam mengolah kata dan dalil-dalil agama yang hanya untuk kepentingan memuluskan keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul (empat pangkat kehormatan agama disandang Mirza sekaligus), namun jauh dari katagori kejujuran dan pembahasan ilmiyah dalam setiap tulisan mereka. Pada gilirannya bagi orang yang awwam terhadap Islam dan ajaran Ahmadiyah yang sebenarnya akan mudah terkecoh dan tertipu. Di sana-sini terdapat pemakaian dalil-dalil yang hanya menguntungkan dan berpihak kepada Ahmadiyah serta nukilan-nukilan pendapat para ulama salaf ahli Sunnah wal Jama’ah yang belum tentu maksudnya seperti yang difahami Ahmadiyah atau mendukung faham Ahmadiyah. Di sisi lain Ahmadiyah selalu tutup mata rapat-rapat terhadap dalil-dalil lain yang dianggap bersebrangan dengan konsep mereka.

    Gelombang penentangan terhadap Ahmadiyah sepanjang sejarahnya di Indonesia dan pada akhir-akhir ini yang mengarah kepada berbagai peristiwa anarkis, direspon oleh Ahmadiyah dengan berbagai langkah yang kelihatannya mengundang rasa simpatik banyak pihak dengan alasan HAM dan lain sebagainya. Dan yang paling aneh, pihak Ahmadiyah selalu mengekspos kepada berbagai pihak, bahwa antara Ahmadiyah dan ummat Islam umumnya tidak ada perbedaan yang mendasar, merasa sama dan berusaha untuk diakui bahwa Ahmadiyah bagian dari ummat Islam ini. Namun pada kenyataanya mereka tidak bisa berbaur dengan ummat Islam, misalnya dalam ritual-ritual keagamaan yang menjadi simbul kebersamaan internal ummat Islam. Mereka tidak mau shalat di belakang orang Islam non Ahmadiyah dengan alasan-alasan yang tidak bisa diterima secara sosial ataupun faham keagamaan.

    Kedatangan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Ibnu Maryam (Al-Masih), Imam Mahdi, nabi dan rasul, sehingga digelari oleh para pengikutnya Al-Masih Al-Mauud (yang dijanjikan), perlu pembahasan yang cermat karena terkait dengan pengertian Al-Masih itu sendiri. Al-Masih adalah gelar kebaikan yang diberikan kepada Nabi Isa ibnu Maryam, juga gelar kejahatan yang diberikan kepada Dajjal sehingga disebut Al-Masih Ad-Dajjal. Nah disini perbedaannya, apakah Mirza Ghulam Ahmad itu benar-benar Isa Al-Masih Al-Mauud yang dijanjikan (sesuai dengan hadits-hadits Nabi SAW) atau memang Al-Masih Ad-Dajjal (pembohong yang jahat yang mengaku nabi dan juga rasul) sesuai yang disinyalir dalam hadits-hadits Nabi juga ?

    Kemudian mengapa reaksi keras terhadap Ahmadiyah ini muncul tenggelam ? ini sangat terkait dengan kebijakan Ahmadiyah sendiri, tentang keterbukaannya terhadap sumber-sumber ajaran Ahmadiyah. Banyak sekali kalangan Ahmadiyah yang tidak tahu sumber aslinya seperti apa, para muballighnya saja banyak yang (atau pura-pura) tidak tahu tentang isi Tadzkirah dan buku-buku lainnya. Apalagi orang non Ahmadiyah, sangat minim pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber aslinya; mereka (orang Ahmadiyah dan non Ahmadiyah) hanya membaca buku-buku yang siap baca, yang di dalamnya banyak sekali permainan kata-kata dan takwilan-takwilan hanya demi memuluskan Mirza Ghulan Ahmad sebagai Isa ibnu Maryam (al-Masih), Imam Mahdi, nabi dan rasul.

    Perhatikan penuturan MA. Suryawan dalam bukunya “Bukan Sekedar Hitam Putih” halaman 51: “Selama Hz. Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah… Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.. pada sekitar tahun 1935….. Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari Maulana Muhammad Ismail dan Syekh Abdul Qadir. Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut diberi nama Tadzkirah. Tadzkirah sendiri mempunyai arti kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh mereka yang mengerti bahasa Urdu.

    Atau ini memang merupakan Tadbir (rencana) Ilahy untuk membuka simpul dan penutup yang selama ini menyelimuti misteri Ahamdiyah yang sebenarnya; melalui mantan-mantan mubaligh gigih Ahmadiyah semacam Ahmad Hariadi (Indonesia) dan Hasan Audah (Arab Palestina) yang telah membongkar habis ISI PERUT AHMADIYAH YANG SEBENARNYA DARI DALAM. Mereka berdua telah menghabiskan lebih separuh umur mereka untuk mengkhidmat dan mempertahankan Ahmadiyah. Setelah mereka mendalami sampai ke akar-akarnya (Hasan Audah), atau kalah dalam mubahalah (Ahmad Hariadi) mereka keluar dengan mengatakan; kami telah tertipu berat dengan segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad, kami harus menebus kesalahan-kesalahan kami masa lalu dan telah menyesatkan banyak orang (baca “Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qodiani, oleh Ahmad Hariadi). Malah Ahmad Hariadi menantang mubahalah (perang do’a), tidak tanggung-tanggung, terhadap mantan Kholifahnya sendiri. Pada mulanya Kholifah IV menyetujui mubahalah itu, Ahamadiyah mengintruksikan puasa nafal dan qurban (menurut penuturan Ahmad Hariadi) untuk keselamatan Kholifah dan kecelakaan Ahamd Hariadi. Namun setelah tidak terjadi apa-apa pada Ahamd Hariadi, malah Kholifahnya yang duluan mati, R. Syafi Batuah yang selalu mengingatkan Ahamd Haradi supaya segera menyiapkan kuburan di rumahnya, telah meninggal juga dengan mengenaskan, maka diumumkan bahwa mubahalah tidak terjadi karena berbagai alasan. Ahmad Hariadi menyimpulkan bahwa senjata mubahalah yang dipakai Ahmadiyah bagaikan pistol gabus.

    Hasan bin Mahmud Audah mengatakan : “Menurut pendapat saya, Islam itu telah tampak dalam keadaan sempurna dengan Nabi Muhammad SAW dan tidak membutuhkan Mirza Ghulam Ahamd untuk menyempurnakannya” (Ahmadiyah, Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman, Hasan bin Mahmud Audah, terjemahan Dede A. Nasrudin E Muhaimin, LPPI Jakarta, 2002, halaman 155).


  6. BAB II
    INDIKASI FITNAH MENJELANG AKHIR ZAMAN

    Pada akhirnya dunia ini akan hancur, luluh lantak ….
    1. Apabila matahari digulung,
    2. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan,
    3. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
    4. Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (Tidak diperdulikan)
    5. Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
    6. Dan apabila lautan dijadikan meluap. QS At-Takwiir 1-6

    1. Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat),
    2. Dan bumi Telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, Al-Zilzalah 1-2

    6. Ia berkata: “bilakah hari kiamat itu?”
    7. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan),
    8. Dan apabila bulan telah hilang cahayanya,
    9. Dan matahari dan bulan dikumpulkan,
    10. Pada hari itu manusia berkata: “ke mana tempat berlari?” QS. Al-Qiyamah 6-10

    Demikianlah Al-Quran mengkabar-ghoibkan dunia ini akan kiamat ……

    Namun sebelum hal itu terjadi, Rasulullah SAW mengkabar-ghoibkan juga tanda-tanda bahwa kiamat sudah dekat. Diutusnya beliau sendiri di akhir zaman, itu salah satu tanda dekatnya kiamat. Dekat waktunya, itu ungkapan Allah “iqtarobat as-sa’ah” , namun “dekat” menurut Allah, lain dengan “dekat” dalam bayangan kita, sehari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia.
    “… Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitungan-mu”. QS Al-Haj 47
    “Dia (Allah) mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. QS As-Sajdah 5

    Oleh karena itu, kapan terjadinya kiamat, tahun berapa, bulan apa, tanggal berapa, jam berapa, itu hanya Allah Yang Maha Mengetahui.

    Manusia bertanya kepadamu tentang hari kiamat itu. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari itu hanya di sisi Allah”. dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya. QS, Al-Ahzab 63

    Tanda-tanda kiamat dalam aqidah ummat Islam dibagi menjadi 2 bagian.
    1. Tanda-tanda kiamat kecil ( shughra ), telah Rasul kabarkan dalam beberapa haditsnya, mencapai 57 macam tanda. (lihat asyrotussa’ah, risalah majester, Yusuf Abdullah Yusuf Al-Wabil, Dar Ibn Al-Jauzy, 1425 H). Ada yang sudah terjadi, sedang berlangsung, ada juga yang belum terjadi.
    2. Tanda-tanda kiamat Kubro ada 10 macam sesuai dengan hadits, hal ini belum terjadi.
    روى مسلم في كتاب الفتن وأشراط الساعة باب في الآيات التي تكون قبل الساعة
    عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قَالَ: اطَّلَعَ النَّبِيُّ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ. فَقَالَ: «مَا تَذَاكَرُونَ؟» قَالُوا: نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ: «إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّىٰ تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ». فَذَكَرَ الدُّخَانَ، وَالدَّجَّالَ، وَالدَّابَّةَ، وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَنُزُولَ عِيسَىٰ ابْنِ مَرْيَمَ . وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ. وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ. وَآخِرُ ذٰلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ، تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَىٰ مَحْشَرِهِمْ.
    روي ابو داود : عن حُذَيْفَةَ بنِ أسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قالَ: «كُنَّا قُعُوداً نَتَحَدَّثُ في ظِلِّ غْرْفَةٍ لِرَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فَذَكَرْنا السَّاعَةَ فارْتَفَعَتْ أصْواتُنَا، فقالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: لَنْ تَكُونَ، أوْ لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ قَبْلَها عَشْرُ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ، وَخُرُوجُ يَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَالدَّجَّالِ، وَعِيسَى ابنِ مَرْيَمَ، وَالدُّخَانُ، وَثَلاَثُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَغْرِبِ، وَخَسْفٍ بالمَشْرِقِ، وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبَ، وَآخِرُ ذَلِكَ تخرج نارٌ مِنَ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرٍ عَدَنٍ، تَسُوقُ النَّاسَ إلَى المَحْشَرِ».
    Dalam 2 hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dan Abu Daud di atas diuraikan 10 tanda-tanda menjelang kiamat kubro, yang oleh pihak Ahmadiyah ditakwil dengan macam-macam takwilan yang sangat aneh dan sangat jauh maknanya, seolah-olah semuanya telah terjadi, namun kiamat kubro belum juga terjadi. Hal itu hanya untuk landasan pembenaran atas segala pengakuan Mirza Ghulam Ahmad (lihat Jawaban Jemaat Ahmadiyah Indonesia atas pertanyaan Komisi VIII DPR RI pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005 halaman 4-5), lihat juga Lampiran Contoh Takwilan Ahmadiyah dalam memahami tanda-tanda kiamat kubro.

    Tanda-tanda kiamat shughro di antaranya :
    ظهور الفتن من المشرق :a. Indikasi munculnya fitnah dari arah timur
    Rasulullah SAW menyatakan dalam haditsnya :
    عن عبدِ اللهِ بن عمرَ رضيَ اللهُ عنهما قال: «رأيتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم يُشيرُ إلى المشرقِ فقال: ها إنَّ الفتنةَ ها هُنا، إن الفنتةَ هاهُنا مِن حيثُ يَطلُعُ قَرنُ الشيطان».رواه البخاري
    Dari Abdullah ibnu Umar RA berkata : saya pernah melihat Rasulullah SAW menunjuk kearah timur maka beliau berkata : sesungguhnya fitnah itu dari arah ini (dan diulang kata-kata itu) dari arah munculnya tanduk syaiton. HR Bukhary
    عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللّهِ مِنْ بَيْتِ عَائِشَةَ فَقَالَ: رَأْسُ الْكُفْرِ مِنْ هٰهُنَا، مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ». يَعْنِي الْمَشْرِقَ. رواه مسلم
    Dari Ibnu Umar berkata : suatu ketika Rasulullah SAW keluar dari rumah ’Aisayah RA maka beliau berkata, biang kekufuran dari arah sana, dari arah munculnya tanduk syetan, yakni dari arah timur. HR Muslim

    Ibnu Hajar dalam penjelasan hadits pertama di atas berkata: … dan awal fitnah itu datangnya dari arah timur, dari arah itulah penyebab perpecahan ummat Islam dan itu yang sangat dicintai dan disenangi syetan, oleh karena itu segala bentuk bid’ah (mengada-ada dalam agama) muncul dari arah sana (timur). (lihat Fathul Bari juz 13 halaman 47). Dari Irak muncullah kelompok Khowarij, Syi’ah, Rawafidh, Bathiniyah, Jahmiyah, Mu’tazilah dan banyak ide-ide kekufuran lahir dari sana. Dari arah Persia …. Terakhir (bukan terakhir sekali) lahirlah Al-Qodianiyah dan Al-Bahaiyah … (lihat asyrotussa’ah, Yusuf al-Wabil, Risalah Majister) halaman 115
    ظهور مدّعي النبوة :b. Munculnya para pengaku menjadi nabi dan rasul Allah
    Hal itu telah diwanti-wantikan olah Rasulullah SAW dan pernah dikabar-ghoibkan oleh beliau dalam banyak haditsnya, antara lain:
    1. روى البخاري في كتاب الفتن رقم : 7121 عن أبي هريرةَ أن رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: «لا تقوم الساعةُ حتى تَقْتَتِلَ فِئتانِ عظيمتان تكونُ بينهما مقتلةٌ عظيمةٌ، دَعوَتهما واحدة، وحتى يُبعَثَ دَجَّالونَ كذابون قريبٌ من ثلاثين كلهم يَزعم أنه رسول اللَّه، …..
    Dari Abu Hurairah RA (berkata) bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tidak terjadi kiamat kecuali (setelah) terjadi peperangan hebat antara dua kekuatan besar, seruannya satu, hingga dibangkitkan banyak dajjal para pembohong hampir mencapai 30 orang, semuanya mengaku bahwa dia rasulullah (utusan Allah)… HR Bukhary
    2. روى مسلم في كتاب الفتن وأشراط الساعة رقم : 7340 عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللّهِ يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ كَذَّابِينَ». وَزاد في حَدِيثِ أَبِي الأَحْوَصِ: قَالَ فَقُلْتُ لَهُ: آنْتَ سَمِعْتَ هَـٰذَا مِنْ رَسُولِ اللّهِ ؟ قَالَ: نَعَمْ. وفي رواية رقم : 7341 – «إنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ كَذَّابِينَ فَاحْذَرُوهُمْ».
    Dari Jabir Ibnu Samuroh RA berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya antara menjelang hari kiamat banyak sekali para pembohong. Dalam hadits Abul Ahwas: saya bertanya kepada Jabir: apakah engkau benar-benar mendengarnya hal itu dari Rasulullah ? dia menjawab : Ya. Dalam satu riwayat lain (no.7341) : “sesungguhnya antara menjelang hari kiamat ada beberapa pembohong, maka hati-hatilah kalian”. HR Muslim.

    3. وفي رواية رقم : 15 عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ ،، عَنْ رَسُولِ اللّهِ أَنَّهُ قَالَ: «سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ».
    Dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah dari Raulullah SAW beliau berkata : bakal ada pada akhir ummatku sekumpulan orang yang menceritakan kepada kalian (masalah-masalah agama) yang kalian sendiri tidak pernah mendengarnya, begitu juga orang tua kalian (tidak pernah mendengarnya), hati-hatilah (dengan mereka).
    4. وفي رواية أبي داود عن أَبي هُرَيْرَةَ ، قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلاَثُونَ دَجَّالُون كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أنَّهُ رَسُولُ الله تَعَالَى» وفي أخرى رقم : 4252 عن ثَوْبَانَ ، قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: « …. وَإِنَّهُ سَيَكُونُ في أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلاَثُونَ، كُلُّهُمْ يَزْعَمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ، لا نَبِيِّ بَعْدِي. وَلاَ تَزَالُ طائفةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ.
    Dalah riwayat Abu Daud, dari Abu Hurairah berkata: bersabda Rasulullah SAW “Tidak akan terjadi kiamat kecuali (ditandai) munculnya 30 orang dajjal yang semuanya mengaku sebagai Rasul Allah ta’ala. Dalam riwayat lain dari Tsauban berkata, Rasulullah SAW bersabda : … dan sesungguhnya akan ada (muncul) dari kalangan ummat ku (fi ummati) 30 pembohong yang semuanya mengaku sebagai Nabi (nabi ummati) dan saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku, (namun) masih ada dari kalangan ummatku (yang terus berjuang mempertahankan) kebenaran. HR Abu Daud.

    Jadi munculnya para dajjal pembohong yang mengaku nabi dan utusan Allah (yang oleh Ahamdiyah disebut nabi ummati dan rasul ummati) sudah jauh diprediksi oleh beliau dari kalangan ummatnya, yang jumlahnya mendekati/hampir 30 orang. Namun Ibnu Hajar (Fathul Bari juz 6/617) mengomentari hadits tersebut, bahwa pembatasan 30 orang itu bukan yang hanya mengaku nabi saja, tapi disamping itu para pengaku nabi tersebut adalah mereka yang mempunyai kekuatan besar, banyak pengikutnya dan terkenal (seperti Mirza Ghulam Ahmad dengan Jemaat Ahmadiyahnya –penulis-). Telah muncul beberapa orang-orang seperti itu di Zaman Rasulullah SAW dan ditumpasnya, setelah itu diteruskan penumpasannya oleh para Khalifah beliau. Seperti di antaranya Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah, Al-Aswad Al-‘Anasi di Yaman dan di zaman Abu Bakar RA Thulaihah bin Khuwailid (dari bani Asad dan bani Khuzaimah), Sajah At-Tamimiyah dari bani Tamim.

    Orang pertama yang mengaku Nabi setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA memerangi orang murtad, adalah Al-Mukhtar ibn Abi Ubaid Ats-Tsaqofi yang terbunuh tahun 67 H. dia mengaku menerima wahyu dari Allah, mengaku Malaikat turun kepadanya. Ini telah dikabar ghoibkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya. Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawanya Juz 11/238-239 mengatakan : “Orang-orang yang mengaku menerima wahyu itu (setelah Rasulullah SAW wafat) sebenarnya yang datang kepada mereka adalah arwah (jin), terkadang menjelma di hadapan mereka, itu adalah Jin dan Syetan yang disangka oleh mereka Malaikat, seperti Arwah yang biasa bicara dengan penyembah bintang dan patung-patung”. Dan pada masa kini munculllah Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul Allah. (asyrotussa’ah, Yusuf Al-Wabil halaman 94).


  7. BAB III
    RIWAYAT SINGKAT MIRZA GHULAM AHMAD
    DALAM SOROTAN

    Masalah kehadiran kembali Nabi Isa ibnu Maryam AS ke bumi menjelang hari kiamat, merupakan entry point bagi kalangan Ahmadiyah untuk selanjutnya memberi dalil dan peluang untuk meyakinkan bahwa dengan konsep kematian Nabi Isa AS dan kuburannya ada di Kashmir India, maka dengan mudah disimpulkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad-lah sebagai Isa ibnu Maryam yang dijanjikan, karena kedatangannya sebagai duplikat dari Isa ibnu Maryam asli dalam akhlak dan tampilannya, kelahirannya dekat dengan kuburnya. Dengan demikian mereka tidak usah menunggu-nungu Isa AS turun dari langit, sebab dia telah lahir dan telah menyampaikan risalahnya. Maka ditakwillah seluruh nash-nash Al-Quraan dan Al-Hadits dengan takwilan yang kira-kira cocok dan kira-kira mendukung untuk melicinkan pengakuan Mirza sebagai duplikat Isa ibnu Maryam, walaupun harus tutup mata dan mengabaikan nash-nash yang jelas dan tidak perlu ditakwil (karena akan error maknanya kalau ditakwil), dengan sasaran Mirza sebagai ujung tujuannya.

    Dalam catatan sejarah kehidupan Mirza, bisa dilihat rangkaian pengakuanya sebagai mujaddid, (duplikat) Isa ibnu Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul dan lain-lain, sebagai berikut :

    Pada tahun 1835 M / 1251 H Mirza lahir (menurut orang Ahamdiyah), menurut yang lainnya 1839/1840 M / 1255 H. Dari keturunan mana Mirza lahir ? Dalam asal usul Mirza, MA. Suryawan menulis dan dalam situs http://www.ahmadiyya.or.id yang diketik ulang oleh: Herlambang Priambodo, mengatakan : Hazrat Ahmad as. adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.
    Sementara ada hadits yang diriwayatkan :
    روى الترمذي عن أَبي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ: «حدثنا رَسُولُ الله قَالَ: الدَّجَّالُ يخرُجُ مِنْ أَرْضٍ بالمَشْرِقِ يُقَالُ لهَا خُراسَانَ يتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كأَنَّ وُجُوهَهُمْ المَجَانُّ المُطْرَقَةُ» .
    Hadits seperti ini terdapat juga dalam riwayat lain :
    روى أحمد عن عمرو بن حريث : « أن أبا بكر الصديق رضي الله عنه أفاق من مرضة له ، فخرج إلى الناس فاعتذر بشيء وقال : ما أردنا إلا الخير ثم قال : حدَّثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أن الدجال يخرج من أرض يقال لها خراسان يتبعه أقوام كأن وجوههم المجانّ المطرقة»
    Dari Abu Nakar Ash-Shiddiq RA berkata, Rasulullah pernah bercerita, kata beliau : Dajjal itu keluar/muncul dari satu daerah di timur, yang disebut Khorasan, diikuti oleh beberapa kaum, yang wajahnya seperti tameng kulit.

    Ketika masa-masa remaja katanya dia pernah atau sering bermimpi melihat atau bertemu dengan Rasulullah SAW, bisa kita simak pada halaman pertama kitab Tadzkirah. Namun cerita mimpi melihat Rasulullah disifati tidak sesuai dengan sifat yang ada di hadits tentang syamail Muhammadiyah, seperti dia ungkapkan di halaman 2 dia melihat kursi nabi terangkat sampai ke langit-langit, sementara dalam hidup Nabi SAW tidak pernah ada cerita Nabi SAW duduk / punya kursi. Mirza mimpi ditanya Rasulullah, apa itu yang ada di tangan kananmu wahai Ahmad ? Mirza melihat buku-buku ditangannya… dan terlintaslah dalam benakku bahwa itu adalah buku-buku karanganku dan Mirza menjawab, ya Rasulullah, ini buku-buku karanganku ….. Malah hal ini berlanjut ditahun 1891 (umur 56 tahun ) pada Tadzkirah halaman 195 sampai dengan halaman 198 dalam cerita yang cukup panjang bahwa Mirza mimpi melihat Tuhan dan merasa yakin bahwa dirinya merasa menjadi Tuhan (lihat membedah Tadzkirah dari sisi aqidah)

    Inilah mimpi yang mirip dengan mimpinya Ibnu Aroby (yang selanjutnya menjadi rujukan orang-orang Ahmadiyah)
    قال: “فإني رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم في مبشرة أريتها في العشر الآخر من محرم سنة سبع وعشرين وستمائة بمحروسة دمشق، وبيده صلى الله عليه وسلم كتاب، فقال لي: هذا كتاب فصوص الحكم خذه واخرج به إلى الناس ينتفعون به، فقلت: السمع والطاعة لله ولرسوله وأولي الأمر منا كما أُمرنا. فحققت الأمنية وأخلصت النية وجردت القصد والهمة إلى إبراز هذا الكتاب كما حده لي رسول الله صلى الله عليه وسلم من غير زيادة ولا نقصان”.
    Ibnu Aroby berkiasah : Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah pada likuran akhir di bulan Muharram tahun 627 H di daerah Damaskus dan di tangan Rasulullah SAW ada sebuah kitab, maka Rasulullah bersabda kepadaku: Ini adalah kitab ”Fususul Hukmi”, ambillah dan terbitkan untuk umum supaya mereka memanfaatkannya. Saya menjawab, siap dengar dan ta’at kepada Rasulullah dan pemimpin kami seperti kami diperintahkan. Maka terealisirlah semua angan-anganku dan aku ikhlaskan niat dan maksudku untuk menerbitkan kitab ini seperti yang telah ditentukan Rasulullah SAW tanpa ditambah atau dikurangi sedikitpun.

    Selanjutnya, justru karena kitab Fususul Hukmi karangan Ibnu Aroby inilah dia dicap zindik dan fasik oleh para ulama ahli sunnah, karena isinya terdapat aqidah wihadul wujud dan hululiyyah (Tuhan menyatu dengan semua makhluk yang ada), sebagai sebuah penyimpangan dalam aqidah.

    Inilah kemiripan mimpi Mirza dan Ibnu Aroby dalam masalah buku-buku karangannya, yang karenanya Mirzapun dikafirkan oleh para ulama ahli sunnah dan ia akui sendiri bahwa mimpi ketemu Tuhan dan ia mimpi jadi Tuhan mirip dengan aqidahnya Ibnu Aroby dalam aqidah wihdatul wujud dan hululiyyah tersebut (lihat Tadzkirah halaman 198)

    Pada tahun 1879 M (umur 39 tahun) Mirza mengaku bahwa Allah telah memilihnya sebagai orang yang akan menjelaskan hakikat Islam dan mulai menulis buku ”Barahin Ahmadiyah”. Antara tahun 1879 M sampai dengan 1884 M mulai mengumpulkan uang dan menerbitkan 4 juz Barahin Ahmadiyah dan berjanji akan menerbitkan sampai 50 Juz dari buku ini. Namun baru tahun 1908 M (di tahun kematiannya), Mirza baru menerbitkan Juz 5 dari yang dijanjikan 50 juz dan mengatakan saya telah penuhi seluruhnya sesuai dengan janji saya, dengan entengnya Mirza Ghulam Ahmad berdalih, perbedaan antara 5 dan 50, kan hanya 0 saja.

    Pada tahun 1884 (umur Mirza 49 tahun) mengaku sebagai mujaddid (pembaharu) abad 14 Hijriyah. Masalah Mirza sebagai mujaddid abad 14, bisa kita telaah, bahwa ketika Rasulullah SAW mengatakan Allah akan membangkitkan seorang mujaddid (pembaharu) untuk agama ini pada tiap penghulu seratus tahun; ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertamanya adalah tiap seratus tahun masehi, sebab waktu itu hitungan tahun Hijriyah belum ada, baru pada waktu Khalifah Umar ibnu Khottob RA ada perhitungan tahun Hijriyah. Maka pengakuan sebagai mujaddidpun tidak termasuk dalam katagori mujaddid, sebab dia lahir bukan penghulu/awal abad 19 Masehi (1835 M), juga ketika pengakuannnya sebagai mujadid pada tahun 1884 malah hampir di akhir abad 19. Kalau usia matang seseorang adalah 40 tahun seperti usia Rasulullah diangkat jadi Nabi dan Rasul (juga batas usia matang seperti dalam Surat Al-Ahqaf 15), maka memakai perhitungan Hijriyah pun tidak termasuk mujadid. Mirza lahir tahun 1251 H ditambah 40 tahun maka usia matangnya pada tahun 1291 H, bukan penghulu seratus tahun abad 14, malah di akhir abad 13 Hijriyah. Walaupun pengakuan sebagai mujadidd tahun 1884 M (1302H), adalah pengakuan yang terlambat atau supaya tepat saja di penghulu abad 14 Hijriyah, sebab dia mulai menulis Barohin Ahmadiyah yang diakuinya sebagai kehebatan Mirza pada tahun 1879 M usia 39(40) tahun hijriyah atau 1296 H, artinya pada penghujung abad 13 Hijriyah. Dengan demikian, kalau usia 40 tahun itu seperti Rasulullah diangkat jadi Nabi dan Rasul, mestinya Mirza mengaku mujaddid pada tahun 1875 M/1879 M atau 1292 H/1296H, bukan pada 1302 H. Jadi dari sisi inipun Mirza bukan sebagai mujaddid, malah aqidah yang dibawanya sebagai mukhorrib (perusak) aqidah ummat Islam. Itulah sebabnya Rasulullah mengkabar-ghoibkan akan munculnya pengaku-pengaku jadi nabi dan rasul yang justru sebagai para pembohong dan dajjal perusak agama.

    Pada tahun 1891 M mengaku sebagai duplikat Al-Masih dan menolak sebagai Al-Masih yang sesungguhnya. Pengakuan ini sesungguhnya atas usulan (bisikan minal jinnati wannas) teman sejawatnya yang setia yaitu Hakim Nuruddin (yang setelah Mirza wafat menjadi Kholifanya yang pertama). Pengganti Mirza oleh temannya itu, (bukan dari keluarga) sempat menjadi masalah besar pada waktu itu. Sehingga Kholifah I harus mengeluarkan stetment-stetment kekhalifahan yang jauh dari system kekholifahan dalam Islam. Coba perhatikan bagaimana peran waswasah manusia yang bernama Al-Hakim Nuruddin ini terhadap Mirza dalam hal pengakuannya sebagai Al-Masih. Dalam kitab : “Maktubat Ahamdiyah Juz 5 hal. 58. Pada tanggal 24 Januari 1891 Mirza membalas surat kepada Hakim Nuruddin : “ Al-ustadz al-karim telah bertanya-tanya, apa sulitnya anda mengaku sebagai / menyerupai Al-Masih yang turun di Damaskus sebagai bukti seperti dalam hadits ? ketahuilah bahwa saya tidak harus demikian, tugas saya hanya memasukkan manusia menjadi hamba-hamba Allah yang tawadhu dan taat.” Tapi kenyataanya justru pada tahun itu pula dia mendakwakan diri sebagai Al-Masih dan mengarang 3 kitab (Fathul Islam – Taudhih maram – Izalah auham) sebagai penguatan terhadap pengakuannya itu. Bahkan bagaimana Mirza menafsirkan kota Damaskus dengan Qodian, mesjidnya dinamai mesjid Al-Aqsha, yang akhirnya bikin menara putih sendiri supaya pas bahwa Al-Masih turun seperti dalam hadits, semuanya atas ide/usulan Al-Hakim Nuruddin. Penafsiran 2 jubah kuning menjadi penyakit mygren dan kencing manis yang sering diderita Mirza, juga atas usulan dia. Takwilan dan tafsiran Al-Quraan dan Al-Hadits, juga istilah-istilah keagamaan dengan majaz, isti’arah, semuanya atas usulan dan ide-idenya. Ide faham wafatnya Isa dan kuburnya di Kasymir juga atas ide/usulan Nuruddin. Yang akhirnya Mirza mengaku sebagai Nabi dan Rasul, itu juga tidak lepas dari benih fikirannya dan dia dengan semangat membela fikiran-fikiran Mirza seperti itu semua.(An-Nadwy halaman 54-69).

    Pada tahun 1891 M mengaku bahwa Allah telah menjadikan Mirza sebagai Maryam dalam bentuk isti’arah (ma’na pinjaman/tidak berubah berganti kelamin). Selanjutnya Mirza (sebagai Maryam) hamil (isti’arah) mengandung Isa (isti’aarah juga), setelah 10 bulan hamil maka berubahlah (Mirza/Maryam) menjadi Isa ibnu Maryam (isti’arah juga) dan pada akhirnya dia mengaku sebagai nabi Isa ibnu Maryam yang sesungguhnya dijanjikan. Cerita ini bisa dibaca dalam Tadzkirah halaman 71-74. Memang aneh, Ahmadiyah tidak bisa menerima ketentuan Allah dalam Al-Quran tentang diangkatnya Nabi Isa AS, karena tidak masuk akal mereka, tapi di sisi lain bisa menerima begitu saja cerita kehamilan dan berganti status Mirza menjadi Maryam dan terakhir lahir menjadi Nabi Isa Al-Masih dalam wujud lain.

    Pada tahun 1903 M membangun menara putih (menara Al-Masih dan sekarang menjadi lambang Ahmadiyah di samping lambang Ka’bah, lihat di MTA TV Ahmadiyah dan selebaran-selebarannya) di Qodian sebagai bukti dari kebenaran hadits Nabi SAW tentang turunnya Isa Al-Masih di menara putih Damaskus. Namun aneh bin ajaib, karena dalam hadits diberitakan bahwa Isa ibnu Maryam akan turun di dekat menara putih Damaskus, malah Mirza bikin sendiri menara putihnya, kemudian pengakuan sebagai Isa pada tahun 1891 M sementara menara putih baru dibangun 1903 M. Terlambat 11 tahun bukan, harusnya menara dibangun sebelum dia mendakwakan diri sebagai Isa yang turun.

    Pada tahun 1904 M Mirza mengaku juga sebagai kelahiran ke dua dari nabi Krishna, tuhan-sucinyanya orang Hindus. Namun orang Hindupun menolak Mirza sebagai Krishna, tidak ada orang Hindu yang masuk Islam gara-gara Mirza ngaku sebagai Krishna.

    Pada tahun 1905 M membangun pekuburan sorga di Qodian (Bahishti Maqbarah). MA. Suryawam menjelaskan dalam bukunya :”Bukan sekedar hitam putih” sebagai berikut : Penjelasan Mengenai Pekuburan Bahishti Maqbarah. Salah satu keberatan yang ditujukan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah bahwa beliau telah membuat pekuburan surga (Bahishti Maqbarah) dan telah meletakkan ketentuan bahwa barangsiapa yang mewasiatkan satu per sepuluh dari hartanya untuk keperluan pergerakan agama akan masuk surga karena pengorbanan hartanya.

    Yang Layak Dikuburkan di Bahishti Maqbarah
    Hal ini seyogyanya dipahami dengan jelas bahwa Hz. Masih Mau’ud a.s. tidak pernah menyatakan bahwa pengorbanan harta adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan tempat dalam pekuburan itu. Untuk tujuan itu, beliau telah menetapkan persyaratan lain seperti ketakwaan, ketulusan dalam hidup, dan lain-lain. Sebagai contoh beliau bersabda:

    Syarat ketiga ialah orang yang akan berkubur dalam pekuburan ini hendaknya [orang yang] bertakwa, menjauhi segala yang terlarang [haram], tidak berbuat syirik dan bid’ah. Ia seharusnya seorang Muslim yang benar dan bersih. Setiap orang shaleh yang tidak memiliki harta dan tidak dapat menyumbang dengan hartanya, jika benar terbukti bahwa ia selalu me-wakafkan [mendharma-bhaktikan] hidupnya untuk agama dan dalam setiap seginya berbuat shaleh, maka ia dapat dikebumikan di pekuburan ini. (Al-Wasiat, hlm. 40, lihat: Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiat, terjemahan oleh A. Wahid H. A., (P. B. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1987), hlm. 39-40

    Haruslah diperhatikan, bahwa tidaklah cukup kiranya hanya dengan memberikan sepersepuluh dari hartanya yang bergerak dan yang tidak bergerak, malah perlu orang yang berwasiat itu hendaknya sekuat tenaganya menjalankan hukum-hukum Islam, selalu berikhtiar dalam hal ketakwaan dan kesucian serta iman sebenar-benarnya kepada Rasul-Nya s.a.w., juga jangan suka merampas hak-hak manusia . (Al-Wasiat, hlm. 50, Ibid., hlm. 50.)

    Kutipan-kutipan di atas menjelaskan bahwa Hz. Masih Mau’ud a.s. telah menetapkan persyaratan bagi orang yang layak dikebumikan di pekuburan surga itu adalah seyogyanya seseorang yang mendharma-bhaktikan hidupnya bagi agama. Ia harus seorang Muslim yang percaya dan mengakui Ke-Esa-an Tuhan, yang memiliki keimanan yang tulus kepada Nabi Muhammad s.a.w. serta menjalankan kewajiban-kewajibannya terhadap sesama makhluk-Nya.

    Keterangan Hadits
    Disebutkan dalam suatu Hadits bahwa Al-Masih yang Dijanjikan akan menjelaskan kepada para pengikutnya mengenai tempat mereka di surga. Hz. Rasulullah s.a.w. bersabda: Dari Nawwas bin Sam’an berkata: pada suatu pagi Rasulullah menceritakan tentang Dajjal, Isa pun mencari Dajjal sampai mendapatkannya di Bab Ludd dan dibunuhnya. Kemudian terdapat sekelompok orang yang selamat berkat lindungan Allah, mendatangi Isa bin Maryam, Isa pun mengusap wajah-wajah mereka dan memberitahukan tempat-tempat mereka di surga, (Shahih Muslim Syarah Nawawi 18/63, Sunan Abu Dawud 4/117, Sunan Tirmidzi 9/92, Sunan Ibnu Majah 2/356, Musnad Ahmad 4/181, Mustadrak Hakim 4/492, lihat As-Suyuthi, op. cit., hlm. 64-65. ) Nubuatan Rasulullah s.a.w. ini, dengan karunia Tuhan telah tergenapi dengan adanya Bahishti Maqbarah.

    Tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan mengenai penyampaian kabar-kabar baik tentang janji surga kepada orang-orang yang memiliki perilaku dan usaha yang terpuji. Di masa lalu para Nabi telah menyampaikan kabar-kabar baik seperti itu kepada para pengikutnya di antara kaumnya. Hz. Rasulullah s.a.w. telah menyampaikan kabar-kabar baik kepada para Sahabat yang ikut serta dalam perang Badar (HR Bukhari, bab Peperangan). Kemudian beliau s.a.w. juga menyampaikan kabar-kabar baik kepada 10 Orang Sahabat ahli surga yang dikenal dengan sebutan Ashrah Mubasharah (Abu Bakr, Umar ibn Khattab, Ustman ibn Affan, Ali bin Abi Thalib, Talha ibn Ubaidillah, Zubair ibn Awwam, Abdurahman ibn Auf, Sa’d ibn Abi Waqqas, Said ibn Zaid, Abu Ubaidah ibn Jarrah). Beliau s.a.w. juga telah membuat pekuburan khusus bagi kaum Muslim yang dinamakan Jannatul Baqi’, yang kurang lebih artinya pekuburan surga, sebagaimana kita temukan dalam Hadits bahwa Hz. Rasulullah s.a.w. biasa datang ke Baqi’ dan khusus berdoa bagi orang-orang Mukmin yang terkubur di sana … Diterima dari ‘Aisyah, katanya: bahwa Nabi s.a.w. setiap malam ia menggiliri ‘Aisyah, biasa di waktu dini hari pergi ke Baqi’ dan mengucapkan: ‘Salam atasmu wahai perkampungan orang-orang Mukmin, dan nanti pada waktu yang telah ditentukan kamu akan menemui apa yang dijanjikan! Dan Insya Allah kami akan menyusulmu di belakang. Ya Allah, berilah keampunan bagi penduduk Baqi’ yang berbahagia ini’! (HR. Muslim, lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, alih bahasa: Mahyuddin Syaf, Bandung: PT. Alma’arif, 1978, hal. 207).

    Hz. Masih Mau’ud a.s. sesuai dengan perintah dan kehendak-Nya juga telah membuat tanah pekuburan dan menetapkan syarat-syarat tertentu bagi orang yang dapat dikubur di sana sesuai dengan Al-Qur’an Karim dan Hadits, serta mengumumkan bahwa barangsiapa yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut akan diakui sebagai ahli surga dengan karunia Allah Ta’ala. Jadi, apakah keberatan mengenai pekuburan surga yang seperti itu layak dialamatkan kepada beliau? …. selesai tulisan MA. Suryawan.

    Namun perlu diketahui bahwa Bahishti Maqbarah ini adalah sebidang tanah pekuburan yang paling mulia di muka bumi ini tidak ada bandingannya (walaupun dibanding Ma’la tanah suci Makkah, Baqi di Madinah). Lihat Tadzkirah halaman 707 Mirza menerima ilham :
    كُلُّ مَقَابِرِ الأَرْضِ لاَتُقَابِلُ هَذِهِ الأَرْضَ
    Semua kuburan di bumi ini tidak ada yang bisa menandingi kuburan ini (Bahishti Maqbaroh ini). Bagaimana dengan pekuburan Baqi’ di Medinah yang telah ditetapkan oleh Raulullah SAW sebagai pekuburan mulia, sekarang terkalahkan oleh pekuburan yang telah dibangun Mirza di India.

    Inilah cara Mirza mendapatkan simpati iming-iming sorga bagi para pengikutnya yang setia membela ajarannya, baik dengan harta dan nyawanya.

    Terjadi mubahalah dengan Tsanaullah
    Pada tahun ini pula terjadi mubahalah (perang doa) antara Mirza dengan Syekh Tsanaullah, sebagaimana diberitakan oleh Syekh Ihasan Ilahy Dzohir dalam kitabnya halaman 154-159:
    القاديانية دراسات وتحليل للأستاذ إحسان إلهي ظهير، ص157 ـ 159.
    ومما وقع أيضاً في هذا العصر: أن المتنبئ غلام أحمد القادياني الذي ظهر في شبه القارة الهندية في القرن المنصرم باهل أحد العلماء الذين ناقشوه وناظروه وأظهروا كذبه وبطلان دعــوتـه، وهــو الشيخ الجليل ثناء الله الأمرتسـري، فأهلك الله ـ عز وجل ـ المتنبئ الكذاب بعد سنة من مباهلته، وبقي الشيخ ثناء الله بعده قريباً من أربعين سنة، يهدم بنيان القاديانية ويجتث جذورها»
    Mubahalah telah terjadi juga pada masa kini, bahwa sang pengaku nabi Ghulam Ahmad Al-Qodiyany yang muncul di India pada abad yang silam dengan seorang ulama (Syekh Jalil Tsanaullah Al-Amrtasry, yang telah berdiskusi dan berdebat serta nampak kebohongan dan kebathilan pendakwaan Mirza, maka Allah mematikan sang pendusta (Mirza) satu tahun setelah mubahalah dengannya, sementara Syekh Tsanaullah masih diberi umur panjang 40 tahun setelah itu. Maka hancurlah bangunan aqidah Al-Qodianiyah sampai ke akar-akarnya.

    Pada tahun 1907 M mendakwakan sebagai Nabi dan rasul serta telah dikuatkan dengan 300.000 ayat dan mukjizat sebagai penguat kebenaran pengakuannya. Pada tahun itu juga dia mengaku bahwa berdasarkan ayat-ayat suci Al-Quran sebagai Dzul Qornaen, dan ayat-ayat tentang Al-Isra, menunjukkan Isra Nabi Muhammad SAW ke masjid Al-Aqsha yang dimaksud adalah mesjid Mirza di Qodian India. Masih pada tahu itu juga Mirza mengumumkan bahwa dirinya dinamai oleh Allah dengan nama seluruh para Nabi dari mulai Nabi Adam AS sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Maka sempurnalah pribadi Mirza sehingga terkumpullah segala kehormatan para nabi pada dirinya. Enam pangkat kehormatan keagamaan sekaligus disandang Mirza sendiri, yang belum pernah disandang oleh nabi manapun; Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi, rasul dan mujaddid, bahkan dinamai dengan nama seluruh nabi-nabi.

    Pada tahun 1908 M Mirza meninggal dunia di kota Lahore dan dimakamkan di Qodian (57 km sebelah timur dari Lahore), seharusnya dia dimakamkan di tempat dia meninggal, sebab menurut hadits, tidak ada seorang nabipun meninggal, kecuali dimakamkan di tempat dia meninggal, seperti halnya Rasulullah SAW meninggal di kamar ’Aisyah RA dan dikuburkan di tempat itu juga. Dari sini terbukti Mirza bukan nabi dan bukan Rasul, mungkin para sahabat Mirza lupa atau Allah sengaja melupakan mereka supaya menjadi bukti bahwa dia bukan nabi dan bukan rasul.

    Pada tahun 1914 M setelah meninggalnya Kholifah Al-Masih I Hakim Nuruddin, Jemaat Ahmadiyah menjadi dua furqoh (golongan). Pimpinan Basyiruddin Mahmud (anak Mirza) Kholifah II dengan sebutan Ahmadiyah Qodian dan masih tetap dengan keyakinan Mirza sebagai Nabi. Pimpinan Muahmmad Ali salah seorang sahabat Mirza sendiri, disebut Ahmadiyah Lahore yang tidak beriman kepada kenabian Mirza, hanya sebagai Al-Masih dan Imam Mahdi atau sebagai pembaharu Islam.


  8. BAB IV
    TINJAUAN SINGKAT TENTANG AHMADIYAH

    Ahmadiyah merupakan salah satu aliran sempalan dalam Islam yang “berbeda” dengan umat Islam. Sebagaimana aliran sempalan lainnya Ahmadiyah selalu menganggap lebih unggul daripada Muslim yang lain dan menganggap golongan Muslim yang paling benar, dan Islam akan kembali bangkit melalui jalan Ahmadiyah.

    Apakah aliran Ahmadiyah merupakan gerakan pembaharuan Islam sebagaimana pengakuannya ? Atau sebuah penipuan yang berkedok nama Islam ?. Dengan penuh semangat para penulis Ahmadiyah Qadiani selalu mengatakan kenabian akan terus ada sampai hari kiamat dan nabi itu telah datang, Isa yang dijanjikan telah turun, Imam Mahdi telah bangkit yang juga seorang Mujaddid abad 14 Hijriah, siapakah orangnya ? Hal itu tidak akan disebutkan namanya dalam buku-buku mereka yang dijual bebas di pasaran, mereka sengaja membentuk opini kemudian setelah terbentuk menjadi sebuah “keyakinan”, baru mereka akan mengatakan bahwa orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad.

    Dalam berbagai buku propaganda Ahmadiyah yang dijual bebas di pasaran, mereka selalu “memaksakan” dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits serta beberapa pendapat Ulama yang “sekiranya” dapat mendukung semua ajaran dan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad, akan tetapi mereka tidak mengutip perkataan Mirza Ghulam Ahmad, sepertinya ada sesuatu yang sengaja mereka sembunyikan, atau itu merupakan salah satu strategi mereka dalam mengelabui umat Islam. Mereka menutupi sebuah FAKTA (kepada orang Islam yang belum mengenal tentang Ahmadiyah) bahwa apa yang mereka sebut nabi Isa yang dijanjikan dan Imam Mahdi pada kenyataannya sudah WAFAT pada tahun 1908. Mereka mampu menyebutkan adanya nabi setelah Muhammad SAW. tetapi mereka tidak pernah mampu menyebutkan seorang nabipun setelah Mirza Ghulam Ahmad.

    Berdasarkan hadits Rasulullah SAW. yang bersabda “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada awal setiap seratus tahun orang yang akan memperbarui (mereformasi) bagi umat ini agama mereka.” (HR. Abu Dawud). Mereka mampu menyebutkan nama-nama mujaddid (pembaharu agama) sejak kurun waktu seratus tahun pertama (Sejak masa Rasulullah SAW.) menurut versi mereka dan pada akhirnya mereka mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad juga adalah seorang Mujaddid untuk abad 14 Hijriah, tetapi mereka tidak pernah mampu menyebutkan nama satu orang mujaddid pun untuk abad ini setelah Mirza Ghulam Ahmad.

    Ketidak mampuan mereka ini, dikarenakan sikap mereka yang berlebih-lebihan kepada Mirza Ghulam Ahmad sehingga mereka sampai beranggapan bahwa dunia baru akan selamat apabila menerima Ahmadiyah, karena Jemaat Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang diyakini sebagai nabi dan rasul, Al-Masih Al-Mau’ud (Isa yang dijanjikan) dan Imam Mahdi yang menurut nubuatan dalam hadits Rasulullah Muhammad saw. akan kembali memenangkan Islam dan menaklukkan dajjal. Rupanya hal itu menjadi sebaliknya, dengan wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908 akan menimbulkan pengertian bahwa Imam Mahdi telah wafat dan tidak mampu menaklukkan dajjal. Dengan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi akan menjadikan Islam “telah kalah” oleh dajjal.

    Setelah Mirza Ghulam Ahmad wafat kemudian kepemimpinan Ahmadiyah membentuk sistem kekhalifahan (meniru kekhalifahan Khulafa ar-Rasyidin) tetapi kemudian rupanya hanya berjalan pada khalifah pertama pengganti Mirza Ghulam Ahmad yaitu Hakim Nuruddin, setelah kematiannya terjadi perpecahan dalam tubuh Ahmadiyah sendiri. Maulana Muhammad Ali beserta para pendukungnya membentuk gerakan Ahmadiyah Lahore sebagai protes atas ketidak adilan dan pernyataan untuk membedakan, sebab gerakan Ahmadiyah Lahore ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi karena tidak ada lagi nabi setelah Rasulullah Muhammad saw. baik yang membawa syariat maupun tidak. Perpecahan dan perbedaan dalam tubuh Ahmadiyah ini membuktikan buruknya sistem kekhalifahan mereka, terlebih lagi dalam akidah mereka yang meragukan Mirza Ghulam Ahmad seorang nabi atau bukan ?.

    Ketidaksetujuan pihak Ahmadiyah Lahore cukup beralasan, karena kekhalifahan dalam Ahmadiyah Qadiani (setelah Hakim Nuruddin), kemudian dipegang oleh keturunan keluarga Mirza Ghulam Ahmad (keluarga keturunan ningrat) sendiri, sehingga sistem kekhalifahan dalam Ahmadiyah Qadiani lebih tepat disebut sistem KERAJAAN bukan kekhalifahan. Kerajaan tersebut dinamakan Khalifatul Masih (Khalifah penerus Almasih). Hal ini dapat terlihat dari nama khalifah Ahmadiyah Qadiani yang selalu berinisial Mirza xxx Ahmad. Setelah kematian khalifatul Masih yang ke IV yaitu Mirza Tahir Ahmad (cucu Mirza Ghulam Ahmad) pada tanggal 19 April 2003, kemudian agar terlihat demokratis disusunlah “drama” pemilihan calon Khalifah baru, sesuai dengan “skenario” (yang sudah dipersiapkan) akhirnya pada tanggal 22 April 2003 ditetapkan Mirza Masroor Ahmad (cicit Mirza Ghulam Ahmad) sebagai Khalifatul Masih yang ke-V.

    Jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan golongan terbesar dalam tubuh Ahmadiyah, Jemaat Ahmadiyah Qadiani sangat tunduk dan patuh pada Khalifahnya yang sering mereka seru dengan sebutan “Huzur” wujud suci yang do’anya didengar langsung oleh Allah SWT. Apabila untuk Mirza Ghulam Ahmad mereka menambahkan gelar as. (alaihis salam), sebagaimana Muslim yang lain memuji seorang nabi, maka untuk para khalifahnya yang masih hidup menambahkan gelar atba. (ayatullah ta’ala binasril aziz), tetapi jika khalifahnya sudah mati tertulis ra. (radiallahu anhu). Kepada istri para khalifah mereka menyebut Ummul Mukminin, sebagaimana Muslim yang lain menyebut untuk para istri Rasulullah saw.

    Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore, Ahmadiyah Qadiani lebih bersikap eksklusif dengan orang Islam lainnya, hal itu dimungkinkan karena pengkultusan mereka kepada para pemimpin Ahmadiyah Qadiani yang membuat mereka menjadi anti sosial dan penuh permusuhan dengan umat Islam lainnya. Slogan Khalifatul Masih III Mirza Nasir Ahmad yang selalu dibanggakan orang Ahmadiyah Qadiani “LOVE FOR ALL, HATRED FOR NONE” (Cinta Untuk semua, tiada kebencian untuk siapapun) dan sikap anti Jihad (kekerasan) adalah slogan yang jauh dari kenyataan bahkan telah membangkitkan kemarahan umat Muslim untuk bertindak keras. Karena pada kenyataannya seorang Muslim yang terperangkap dalam jamaah Ahmadiyah tertanam kebencian kepada Muslim diluar jamaah Ahmadiyah, mereka menjadi tidak mau lagi shalat berjamaah yang imamnya bukan dari golongannya, menolak menshalatkan jenazah orang Islam diluar jamaahnya, tidak sudi menikahkan putrinya dengan putra Islam non-Ahmadi. Sikap mereka ini membuktikan bahwa merekalah yang sebenarnya telah mengkafirkan milyaran umat Islam lainnya.
    (Sumber : dikutip dari situs internet Jakarta Islamic Missionaries Society)


  9. BAB V
    MENGAPA AHMADIYAH DIMUSUHI
    UMMAT ISLAM
    Seratus tahun lebih, Jemaat Ahmadiyah sejak lahirnya tidak pernah dan tidak akan pernah diterima serta tidak akan pernah akur dengan umat Islam di seluruh dunia. Pasang surut pergolakan dan penentangan terhadap jemaat Ahmadiyah terus terjadi, karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan umat Islam pada umumnya, walaupun Ahmadiyah berusaha terus meyakinkan pihak lain bahwa tidak ada perbedaan antara Ahmadiyah dengan ummat Islam non Ahmadiyah. Pihak Ahmadiyah selalu menyudutkan pihak lain dengan dalih bahwa penentangan terhadap Ahmadiyah hanya karena rasa iri dan cemburu terhadap “kemajuan” Ahmadiyah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, kemajuan Ahmadiyah tidaklah terlalu signifikan khususnya di Indonesia, mesjid-mesjid Ahmadiyah tidaklah terlalu bagus dan tidak terlalu banyak dibanding dengan mesjid-mesjid ummat Islam lainnya, populsinya pun bisa dihitung dengan jari, walaupun sering diekspos dengan jumlah yang sangat pantastis. Secara internasional-pun sering diekspos jumlah mereka 200 juta orang di 181 negara, berarti rata-rata di tiap negara sekitar 1.100.000 orang. Di Indonesia saja yang termasuk populasi terbesar jumlah Ahmadiyah, tidak mencapai 1 juta orang, bagaimana jumlah di negara-negara lainnya (lihat halaman 25 jawaban Jemaat Ahmadiyah Indonesia atas pertanyaan Komisi VIII DPR RI pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005, yang seterusnyan disebut “Jawaban”). Kholifah IV Ahmadiyah saja pada tahun 1990an hanya memperkirakan jumlah pengikut Ahmadiyah di dunia sekitar 10 juta orang. Tersebarnya mesjid dan Islam di Eropa dan negara barat lainnya bukanlah buah karya Ahmadiyah saja, ternyata sumbangsih ummat Islam Timur Tengah juga sangat banyak dan cukup signifikan. Kebaikan sosial Ahmadiyah di dunia bukan jaminan Ahmadiyah benar, banyak kebaikan sosial agama lain tapi bukan jaminan kebenaran agama tersebut. Jadi, sama sekali tidaklah perlu ada yang harus dijadikan iri dan cemburu.
    Perlu difahami oleh pihak Ahmadiyah, bahwa langkah-langkah kami (ummat Islam non Ahmadiyah) dalam mempermasalahkan hal-hal yang terkait dengan Ahmadiyah, bukanlah karena iri atau hasud terhadap “kemajuan atau keberhasilan” Ahmadiyah ( kalaulah itu keberhasilan yang istimewa, dan ini yang sering ditudingkan kepada siapa saja yang mengutik-ngutik Ahmadiyah), namun kami mempunyai kewajiban untuk menjaga dan membentengi ummat Islam yang awwam terhadap cara Ahmadiyah dalam permainan kata-kata dan takwilan-takwilan ayat-ayat suci Al-Quran dan Hadits-hadits Rasulullah SAW dengan maksud memuluskan dan menyebarkan aqidah, bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam dengan segala konsekwensi dari aqidah tersebut.
    Ahmadiyah memang jangan berharap bisa diterima oleh umat Islam non-Ahmadiyah dan jangan bermimpi bisa akur antara keduanya. Bagaimana mungkin bisa akur jika Ahmadiyah yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul Allah; sementara umat Islam yang lain memberi cap Mirza sebagai Nabi Isa Al-Masih palsu, Imam Mahdi palsu, nabi palsu dan rasul palsu. Dari sisi ini, sungguh tidak akan bisa bertemu dan tidak akan pernah akur. Dalam masalah sosial kemasyarakatanpun imbasan dari perbedaan prinsipil ini sangat terasa dalam kehidupan kita.
    Urusan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul Allah dengan alasan yang dibuat-buat oleh Ahmadiyah, itu memang urusan Ahmadiyah, urusan antara Allah dengan Mirza sendiri (lihat judul berikutnya tentang dalil-dalil yang dipakai Ahmadiyah). Namun, kita bisa mengujinya secara cermat wahyu-wahyu, mimpi dan kasyaf Mirza yang ada dalam Kitab Tadzkirah (sebagai wahyu muqaddas/kumpulan wahyu suci) dengan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah (Al-Hadis Asy-Syarif) secara komprehensif dan tidak sepotong-sepotong. Apakah benar-benar isi Tadzkirah itu sebagai wahyu Tuhan? Sementara keganjilan dan kontradiksinya begitu banyak dan mencolok. Bahkan banyak sekali yang dianggap oleh Mirza dan Ahmadiyah sebagai wahyu Allah, tapi justru sebagai bukti kekufuran yang telak bagi Mirza Ghulam Ahmad (lihat judul berikutnya dalam membedah Tadzkirah).
    Kedatangan Imam Mahdi dan turunnya kembali Isa Al-Masih adalah keyakinan dan bagian dari iman umat Islam. Namun, apakah benar Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan Allah? Kematian Nabi Isa AS (kuburnya ada di Srinagar, Kashmir India) seperti halnya nabi-nabi lain serta Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih merupakan keyakinan dasar dan penting bagi Mirza dan Ahmadiyah. Hal ini sebagaimana firman Allah (katanya) dan lihat Tadzkirah halaman 401, 622, 637. Bahkan Mirza sendiri mengatakan: bahwa maju dan hidupnya agama Islam banyak bergantung kepada wafatnya Nabi Isa as … (lihat tulisan H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. salah seorang petinggi dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia {Qadian} tahun 1994 dalam tulisannya “TIGA MASALAH PENTING”). Cheema menegaskan : Kepercayaan tentang masih hidupnya Nabi Isa as di langit, merupakan salah satu bahaya besar bagi agama Islam… Kaum Muslimin yang beranggapan bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit dengan badan kasarnya, mereka telah masuk kedalam golongan orang-orang yang syirik (musyrik).
    Sekarang coba kumpulkan secara cermat puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab hadis, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-masih. Terbuktikah Mirza Ghulam Ahamd sebagai Imam Mahdi dan Isa Al-Masih ? (lihat judul berikutnya BUKTI-BUKTI MIRZA GHULAM AHMAD BUKAN DUPLIKAT ISA AL-MASIH, BUKAN IMAM MAHDI, BUKAN NABI DAN BUKAN RASUL).
    Puluhan hadits yang ada dalam seluruh kitab hadits, terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, membuktikan bahwa Imam Mahdi dan Isa Al-Masih adalah orang/person yang berbeda, bukan menyatu dalam satu orang bernama Mirza Ghulam Ahmad.
    Adapun hadits yang ada dalam Sunan Ibnu Majah “…wala Almahdi illa ibn Maryam” Artinya, “Imam Mahdi itu tiada lain adalah Isa ibnu Maryam”, telah dibahas panjang lebar oleh para ulama ahli hadits, bahwa hadits tersebut sebagai hadits munkar, bertentangan dengan puluhan hadis yang lain dan dalam sanad-nya tidak beres alias hadis palsu. Sangat kerdil, pihak Ahmadiyah berhujah dengan sepotong hadits munkar untuk masalah akidah yang sangat besar terkait dengan Imam Mahdi dan Isa Al-Masih (baca judul ”Ibnu Majah dalam sorotan ulama ahli hadits”).
    Kalau kita simpulkan dari puluhan hadits tadi, sifat-sifat dan karakteristik Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan itu serta kondisi ketika dan sesudah keduanya diturunkan Allah ke muka bumi ini. Kesimpulannya, dengan turunnya Imam Mahdi dan Isa Al-Masih, dunia ini akan aman dan keadilan akan merata di seluruh dunia, sebagaimana pernah meratanya kezaliman. Keduanya akan memerangi umat manusia yang kafir, membunuh Dajjal dan memusnahkan seluruh agama dan yang tersisa agama Islam saja, kemudian Imam Mahdi memimpin dunia dan akhirnya kiamat kubro terjadi.
    Sekarang kita uji dengan mata melek, kondisi dunia ini mulai dari zaman Mirza Ghulam Ahmad hidup sampai zaman Khalifah Ahmadiyah yang ke-5 sekarang yang sudah 100 tahun lebih. Terbuktikah dunia ini aman dan adil? Apakah sekarang di dunia ini yang tersisa hanya tinggal agama Islam? Apakah Yahudi dan Nasrani, juga agama-agama lain sudah musnah? Apakah Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah pernah memimpin dunia? Malah kenyataan berbicara sebaliknya, Ahmadiyah diperangi hampir di seluruh dunia Islam. Bahkan sekadar tempat tinggal bagi khalifahnya saja sulit. Ia terpaksa mengungsi ke Inggris dan terusir dari negaranya, karena sistem kekhalifahan Ahmadiyah hanya Khalifah Ruhaniyah yang tidak pernah dikenal dalam sistem kekhalifahan dalam Islam (hanya khalifah-khalifahan). Walhasil, Mirza Ghulam Ahmad bukan Imam Mahdi dan bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan alias pengakuan sebagai kedua-duanya adalah palsu.
    Untuk menyimak akibat konsep Kenabian Mirza, Alm. Prof. DR. Nurcholis Madjid dalam tulisannya “Konsep Muhammad saw Sebagai Penutup Para Nabi, Implikasinya dalam Kehidupan Sosial serta Keagamaan”, menuturkan: ”Konsep bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul adalah cukup sentral dalam sistem kepercayaan Islam. Dan implikasi konsep itu cukup luas dan penting. Hal itu terbukti antara lain dari adanya beberapa kontroversi yang memakan korban akhir-akhir ini di kalangan ummat Islam, seperti pengkafiran kaum Ahmadiyah oleh Rabithat al-Alam al-Islami dengan dampak pengucilannya di Pakistan. ……. Sebagai gambaran nyata, di zaman modern ini terdapat beberapa orang pengaku kenabian. Kehadiran mereka tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut. Di India pernah muncul Mirza Ghulam Ahmad yang dipandang oleh para pengikutnya (versi Qadianis, dan bukan versi Lahore) sebagai seorang Nabi, (rasul, Imam Mahdi dan Isa Ibn Maryam-Pen). Namun dalam beberapa penjelasan terdapat penegasan bahwa kenabian Mirza adalah jenis “kenabian kecil” (minor prophethood), karena ia “hanya” bertugas meneruskan dan menghidupkan kembali pesan suci Nabi besar Muhammad saw. …. Di Amerika muncul seorang bernama Joseph Smith, yang oleh para pengikutnya dari Kristen sekte “The Church of Jesus Christ of Latter-Day Saint” (kaum “Mormon”) juga dianggap sebagai Nabi. Tapi, sama halnya dengan hubungan Mirza dengan Nabi Muhammad saw, Smith pun mengaku “hanya” meneruskan dan menghidupkan kembali ajaran Isa al-Masih as, khususnya berkenaan dengan kitab sucinya yang “hilang,” yang disampaikan oleh Isa al-Masih kepada penghuni kuno kedua benua Amerika (Utara dan Selatan), yaitu Buku Mormon (The Book of Mormon)…… Tapi, seperti telah disinggung, dan sebagaimana telah disaksikan oleh sejarah, kehadiran baik Mirza maupun Smith tidak meninggalkan dampak sosial dan spiritual dengan keluasan dan kedalaman seperti yang biasanya ditinggalkan oleh para Nabi terdahulu. Karena itu bagi hampir seluruh kaum Muslim klaim Mirza akan kenabian itu harus ditolak (atau ditafsirkan kembali seperti dilakukan oleh sebagian pengikutnya sendiri dari versi Lahore); dan bagi hampir semua kaum Kristen klaim Joseph Smith pun ditolak, dan kaum Mormon diakui hanya sebagai salah satu saja dari puluhan atau ratusan sekte dan denominasi dalam agama Kristen…. Klaim kenabian atau, apalagi, kerasulan, akan menimbulkan masalah dalam masyarakat, karena logika setiap klaim kenabian atau kerasulan tentu menuntut kepada setiap orang untuk menerima, membenarkan dan “beriman” kepada pengaku itu…… Kegawatan muncul karena setiap sikap menerima atau menolak sesuatu dari pesan Ilahi akan dengan sendirinya bersangkutan dengan masalah keselamatan atau kesengsaraan. Maka logika pengakuan kenabian, lebih sering daripada tidak, mengundang percekcokan tajam, sebab terjadi dalam kerangka kemutlakan (ultimacy). Karena itu pengaku kenabian tentu menghasilkan sistem kepengikutan yang eksklusifistik, yang menampik “orang luar” untuk menyertai mereka dalam panji keselamatan dan kebahagiaan. Dalam penampilannya yang ekstrem, seperti ditunjukkan oleh berbagai perkumpulan yang bersifat kultus (cultic) di banyak negara (terutama Amerika), harapan keselamatan yang dipusatkan dan digantungkan kepada pribadi seorang tokoh akan melahirkan gejala-gejala anti sosial dan penuh permusuhan… (selesai Nurkholis Madjid).
    Selanjutnya, ketika Muhammad SAW. diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya, orang-orang yang tidak percaya kepada beliau adalah kafir, sampai sekarang juga hukumnya masih demikian. Sekarang kita tanya, bagaimana sikap Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap orang-orang Islam yang tidak percaya kepadanya sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih? Tentu Mirza dan Ahmadiyah akan mengkafirkan umat Islam yang non-Ahmadiyah bukan? Coba perhatikan Tadzkirah halaman 342 (terjemahan dari bahasa Urdu, lihat buku Hasan Audah halaman 273), Mirza Ghulam berkata, “Bahwa Allah telah memberi kabar kepadanya, sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat padamu dan tetap menentang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan termasuk penghuni Neraka Jahim.” Dalam Tadzkirah halaman 600, Mirza berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku, bahwa setiap orang yang telah sampai padanya dakwahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang Muslim dan berhak mendapatkan siksa Allah.” Inilah alasan yang sebenarnya, mengapa orang Ahmadiyah tidak mau salat di belakang orang non-Ahmadiyah. Ini sangat fundamental dan berbahaya, juga sebagai bukti kuat kezaliman Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah terhadap umat Islam di seluruh dunia.
    Penganut Ahmadiyah perlu menyadari, mereka telah tertipu berat oleh segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad. Kehadiran Mirza yang mengaku nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih bukan menambah kuatnya umat Islam, melainkan sebaliknya, tambah runyam, kehadirannya bukan rahmatan lil ‘alamin, tapi menjadi benih perpecahan baru di kalangan umat ini.
    Kelompok Ahmadiyah adalah kelompok minoritas muslim di dunia ini yang sangat berbeda dalam masalah aqidah (terutama) yang menjadi dasar segalanya dalam kehidupan ummat Islam dan sangat kontradiktif dengan ijma’ ummat dalam masalah aqidah (masalah kenabian dan kerasulan sebagai contohnya). Sementara Rasulullah SAW pernah bersabda :
    عن ابنِ عُمَرَ ، أَنَّ رسولَ الله قال: «إِنَّ الله لا يَجْمَعُ أُمَّتِي ـ أَوْ قَالَ أُمَّةَ مُحمَّدٍ ـ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ الله عَلَى الْجَماعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ» . رواه الترمذي
    Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya Allah tidak akan membuat sepakat ummatku (ummat Muhammad) terhadap suatu kesesatan, dan tangan Allah (tidak ada yang menyerupai Allah suatu apapun) di atas jamaah, barang siapa yang nyeleneh (dari jamaah) bagianya api neraka. HR Turmudzy
    عن شُرَيْجٍ عن أبي مَالِكٍ ، ـ يَعني الأشْعَرِيَّ ـ قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «إنَّ الله أجَارَكُمْ مِنْ ثَلاَثِ خِلاَلٍ: أنْ لاَ يَدْعُوَ عَلَيْكُمْ نَبِيُّكُمْ فَتَهْلِكُوا جَمِيعاً، وَأَنْ لا يَظْهَرَ أهْلُ الْبَاطِلِ عَلَى أهْلِ الْحَقِّ، وَأَنْ لاَ تَجَتَمِعُوا عَلَى ضَلاَلَةٍ».رواه أبو داود
    Dari Syureij dari Abi Malik Al-Asy’ary berkata, telah bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah menjamin kalian dengan 3 prahara: Nabi kalian tidak akan mendoakan celaka buat kalian sehingga kalian musnah, ahlul batil tidak akan mengungguli ahul haq dan tidak akan sepakat (mayoritas) kalian atas suatu kesesatan. HR Abu Daud
    حَدَّثَنِي أَبُو خَلَفٍ الأَعْمَىٰ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: «إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ. فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفاً، فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ».رواه ابن ماجه
    Abu Kholaf Al-’Amaa berkata, saya mendengar Anas ibnu Malik berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya ummatku tidak mungkin bersepakat dalam kesesatan. Apabila kalian lihat perselisihan, maka kalian harus memilih (pendapat) mayoritas ummat. HR. Ibnu Majah
    “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). QS Al-An’aam 116

    Ahmadiyah sering berdalil dengan ayat ini (lihat Jawaban halaman 25) bahwa tidak diterimanya (Ahmadiyah) oleh mayoritas masyarakat, tidak mutlak berarti yang ditolak (Ahmadiyah) itu salah. Padahal dalam ayat itu ada kata kunci “man fil ardhi” (orang-orang yang di muka bumi ini/bukan kebanyakan orang muslim) di mana penduduk bumi ini hanya sekitar 19% beragama Islam dan 81% lagi non muslim. Jadi pengertiannya bukan minoritas dalam kalangan orang-orang Islam yang dijamin benar, justru yang mendapat jaminan Allah bahwa ummat ini tidak sepakat atas suatu kesesatan adalah mayorits dalam kalangan ummat Islam, walaupun mayoritas ummat Islam itu sebagai minoritas kalau dibanding dengan penduduk dunia seluruhnya (sesuai dengan ayat tersebut). Ahmadiyah (minoritas dalam kalangan muslim) nyeleneh dalam masalah Rasulullah SAW sebagai Nabi penutup dan tidak akan ada nabi dan rasul lagi setelah beliau, sementara ummat Islam yang mayoritas sepakat bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul penutup, setelah beliau tidak ada lagi nabi apa lagi rasul. Jadi berdasar Al-An’aam 116 dan 3 hadits di atas justru Ahmadiyah tidak dijamin benar dan ijma mayoritas ummat inilah yang dijamin benar oleh Allah SAW. Ulama dari 140 negara di dunia Islam telah sepekat (ijma) bahwa Ahmadiyah sebagai kelompok minoritas dalam ummat Islam ini dengan segala keyakinannya telah dinyatakan sesat dan kafir (lihat Fatwa ulama Rabithah ‘Alam Islamy tentang Ahmadiyah).

    TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA :
    Liga Muslim Dunia melangsungkan konferensi tahunannya di Makkah Al-Mukarramma Saudi Arabia dari tanggal 14 s.d. 18 Rabbiul Awwal 1394 H (6 s.d. 10 April 1974) yang diikuti oleh 140 delegasi negara-negara Muslim dan organisasi Muslim dari seluruh dunia.

    Deklarasi Liga Muslim Dunia – Tahun 1974
    (Rabita al-Alam al-Islami)

    Qadianiyah atau Ahmadiyah : adalah sebuah gerakan bawah tanah yang melawan Islam dan Muslim dunia, dengan penuh kepalsuan dan kebohongan mengaku sebagai sebuah aliran Islam; yang berkedok sebagai Islam dan untuk kepentingan keduniaan berusaha menarik perhatian dan merencanakan untuk merusak fondamen Islam. Penyimpangan-penyimpangan nyata dari prinsip-prinsip dasar Islam adalah sebagai berikut :
    1. Pendirinya mengaku dirinya sebagai nabi.
    2. Mereka dengan sengaja menyimpangkan pengertian ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur’an.
    3. Mereka menyatakan bahwa Jihad telah dihapus.
    Qadianiyah semula dibantu perkembangannya oleh imperialisme Inggris. Oleh sebab itu, Qadiani telah tumbuh dengan subur di bawah bendera Inggris. Gerakan ini telah sepenuhnya berkhianat dan berbohong dalam berhubungan dengan ummat Islam. Agaknya, mereka setia kepada Imperialisme dan Zionisme. Mereka telah begitu dalam menjalin hubungan dan bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan anti-Islam dan menyebarkan ajaran khususnya melalui metode-metode jahat berikut ini :
    • Membangun mesjid dengan bantuan dari kekuatan anti Islam di mana pemikiran-pemikiran Qadiani yang menyesatkan ditanamkan kepada orang.
    • Membuka sekolah-sekolah, lembaga pendidikan dan panti asuhan dimana didalamnya orang diajarkan dan dilatih untuk bagaimana agar mereka dapat lebih menjadi anti-Islam dalam setiap kegiatan-kegiatan mereka. Mereka juga menerbitkan versi Al-Qur’an yang merusak dalam berbagai macam bahasa lokal dan internasional.
    Untuk menanggulangi keadaan bahaya ini, Konferensi Liga Muslim Dunia telah merekomendasikan dan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
    1. Seluruh organisasi-organisasi Muslim di dunia harus tetap mewaspadai setiap kegiatan-kegiatan orang-orang Ahmadiyah di masing-masing negara dan membatasi sekolah-sekolah dan panti-panti asuhan mereka. Selain itu, kepada seluruh organisasi-organisasi Muslim di dunia, harus dapat menunjukkan kepada setiap Muslim di seluruh dunia tentang gambaran asli orang Qadiani dan memberikan laporan/data tentang berbagai macam taktik mereka sehingga kaum Muslim di seluruh dunia terlindung dari rencana-rencana mereka.
    2. Mereka harus dianggap sebagai golongan Non-Muslim dan keluar dari Islam juga dilarang keras untuk memasuki Tanah Suci.
    3. Tidak berurusan dengan orang-orang Ahmadiyah Qadiani, dan memutuskan hubungan sosial, ekonomi, dan budaya. Tidak melakukan pernikahan dengan mereka, serta mereka tidak diizinkan untuk dikubur di pemakaman Muslim serta diperlakukan seperti layaknya orang-orang non-Muslim yang lainnya.
    4. Seluruh negara-negara Muslim di dunia harus mengadakan pelarangan keras terhadap aktivitas para pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Dan harus menganggap mereka sebagai minoritas non Muslim dan melarang mereka untuk jabatan yang sensitif dalam negara.
    5. Menyiarkan semua penyelewengan Ahmadiyah yang mereka lakukan terhadap Kitab Suci Al-Qur’an disertai inventarisasi terjemahan-terjemahan Al-Qur’an yang dibuat oleh Ahmadiyah dan memperingatkan umat Islam mengenai karya-karya tulis mereka.
    6. Semua golongan yang menyeleweng dari Islam diperlakukan sama seperti Ahmadiyah.

    Inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi keras dan permusuhan ummat Islam terhadap Mirza Ghulam Ahmad dan Jema’at Ahmadiyah.


  10. BAB VI
    MENYOROT METHODE ISTIDLAL (PENGOLAHAN DAILIL)
    AHMADIYAH.

    a. Sumber ajaran Ahmadiyah

    Ahamdiyah bersikukuh bahwa ajarannya hanya bersumber kepada 3 hal : 1. Al-Quraan, 2. As-Sunnah dan 3. Al-Hadits (lihat As-Sialkoty halaman 58). Namun sebelum masuk dalam pembahasan, perlu memposisikan dahulu Tadzkirah (kupulan Wahyun Muqoddasun/ Wahyu Suci, kumpulan mimpi-mimpi Kusysuf dari Mirza Ghulam Ahmad( dalam sumber ajaran Ahamdiyah sebagai sumber rujukan dan rujukan keagamaan : 1. Al-Quran, 2. As-Sunnah, kemudian 3. Tadzkirah atau 1. Al-Quraan, 2. Tadzkirah kemudian 3. As-Sunnah. Sehubungan antara Al-Quran dan Tadzkirah sama statusnya yaitu wayu Allah (menurut versi) Ahmadiyah. Kenapa demikian ? Bukankah Mirza Ghulam Ahamd mengatakan dalam bukunya yang dinukil oleh Nadzir Ahmad As-Sialkoty halaman 52 :
    لجة النور ص 132 انظركتاب ” القول الصريح في ظهورالمهدي والمسيح” للأستاذ نذير أحمد مبشر السيالكوتي ص 52 مانصه : وقال عليه السلام في حاشية هذا الكتاب (لجة النور) :” كلما قلت من بلاغتي في البيان فهو بعد كتاب الله القرآن وإنه معجزة جليل الشأن عظيم اللمعان قوي البرهان وإنه فاق الكل ببيان لطيف ومعنى شريف … ”
    “Setiap aku katakan dari keluhuran bahasa (balaghoh) dalam satu penjelasan (yang ia terima) maka adalah (kedudukanya) setelah Kitab Allah Al-Quran, ia (yang ia terima) adalah mukjizat yang amat besar urusannya, amat agung kekuatan hujjahnya, ia mengungguli segalanya, dengan penjelasan lembut dan makna yang mulia ….”
    Juga Mirza Ghulam Ahmad pernah bersumpah :
    (أقسم بالله تعالى أنني أؤمن بهذا الوحي النازل عليّ كما أؤمن بالقرآن الشريف و بكتب الله الأخرى، و أني أعتبره قطعياً و يقينياً كما أعتبر القرآن قطعياً و يقينياً). الخزائن الروحانية “مجموعة كتب الميرزا” جزء 22 صفحة 220.
    ”Saya bersumpah demi Allah, sesungguhnya aku beriman dengan wahyu yang turun kepadaku sebagaimana aku beriman dengan Al-Qur’an Mulia dan dengan kitab-kitab Allah yang lain, dan aku anggap wahyu (yang turun kepadaku itu) pasti dan yakin seperti halnya aku anggap Al-Qur’an (itu) pasti dan yakin” Rukhani Khazain Juz 22 halaman 220.

    Mirza beriman kepada apa yang diwahyukan kepadanya seperti iman kepada Al-Quran. Berarti Ahamdiyah harus (berani) meletakkan Tadzkirah atau Wahyu-wahyu, Mimpi-mimpi, kusyuf yang Mirza terima sejajar dengan Al-Quran. Malah Mirza juga berkata: “sesungguhnya aku menerima wahyu syari’at juga” (lihat Ruhani Khozain jilid 17 hal. 435, Audah hal. 269(.

    Kalau pihak Ahmadiyah tidak mengakui “Tadzkirah” sebagai sumber ajaran dan tidak mau mengakui posisinya setelah Al-Quran, maka secara otomatis Ahamdiyah adalah sesuatu yang sia-sia dan tidak ada, Mirza bukan Isa Al-Masih, bukan Imam Mahdi, bukan nabi dan bukan rasul, karena semua pengakuannya berada dalam kitab Tadzkirah itu.

    b. Methode Ahmadiyah dalam istidlal (mengolah dalil-dalil agama).

    Menyimak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dengan umumnya umat Islam non Ahmadiyah, patut diselipkan pertanyaan sederhana, dari mana asal muasal hal ini terjadi ?
    Pada dasarnya Ahmadiyah merasa sangat yakin bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah (duplikat) Isa ibnu Maryam (Al-Masih), imam mahadi, nabi, dan rasul, karena menurut keyakinan Ahmadiyah segala nubuwatan (kabar ghoib mendatang) dari Mirza sangat cocok dengan takwilan dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi SAW. Ramalan-ramalan Mirza ada yang terjadi sesuai nubuwatannya, walaupun banyak juga yang tidak terjadi, tapi dengan takwilan nubuwatan dengan arti lain, selamatlah nubuwatan Mirza itu. Jadi tidak ada jalan lain kecuali harus mencari terus dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits yang mendukung dan melicinkan pembenaran segala pengakuan Mirza ini, walaupun harus mencari takwilan-takwilan dari nash yang jelas dan terang makna serta maksudnya (padahal mantuqnya bertentangan dengan keyakinan Ahmadiyah). Malah Ahmadiyah harus tutup mata terhadap nash-nash shohih (benar dan kuat) dan shorih (jelas) yang berlawan dengan nash do’if bahkan bikinan orang sekalipun, yang penting mendukung aqidah Ahmadiyah dari manapun datangnya nash itu, tidak peduli lagi dengan disiplin ilmu-ilmu agama.

    Kalau kita resumekan dari hasil kajian terhadap tulisan-tulisan Ahmadiyah dan cara-cara pemakaian dalil-dalil nash Al-Quran, Al-Hadits dan pendapat para ulama, dari dulu sampai sekarang, bisa kita simpulkan bahwa Ahmadiyah terjebak dengan ”Error berat dan serius dalam manhaj istidlal (cara pemakaian dan pengolahan dalil)”.

    Yang dimaksud dengan istidlal adalah cara, methode dan dasar-dasar pemakaian dalil. Tentu dalam masalah yang terkait dengan aqidah harus hati-hati dan apik, karena kalau ceroboh bisa mengakibatkan natijah dan kesimpulan yang berbeda dan kontradiktif, bahkan kemungkinan menjurus kepada kemusyrikan dan kekufuran. Misalkan saja mantuq nash Al-Quran dan Al-Hadits menyimpulkan Muhammad SAW Nabi penutup, tidak ada Nabi lagi setelah beliau. Namun karena Ahmadiyah error dalam istidlal maka hasilnya jadi berbalik. Hal-hal yang diharamkan dengan nash yang jelas, kalau error dalam istidlal bisa jadi halal natijahnya. Apalagi kalau error dalam istidlal didasarkan kepada suatu niat mempertahankan sesuatu yang sudah mendarah daging dan dibarengi dengan hawa nafsu, maka akan lebih parah dan fatal akibatnya.

    Bagi Ahmadiyah sudah menjadi harga mati, bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah (duplikat) Isa ibnu Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul. Maka kalaupun ada nash-nash jelas berkata sebaliknya maka Ahmadiyah akan banting setir dengan cara-cara sebagai berikut :

    1. Selalu bersandar pada akal dan fikir dalam istidlal terhadap masalah-masalah ghaibiyaat, padahal masalah ghoibiyyat hanya nash wahyu yang mengkabarkannya. Ketika miskin dengan ilmu-ilmu syar’i dan miskin kefahaman terhadap nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits yang berbahasa arab yang jelas maknannya, maka merasa enteng dengan nash-nash tersebut. Alih-alih mengikuti cara-cara para ulama salaf (terdahulu) dalam berinteraksi dengan nash, malah lari meninggalkan mantuq nash dan bersikukuh dengan menggunakan akal dan matiq, ketika tidak cocok dengan pendapat mereka, langsung mengatakan ini isti’arah (makna pinjaman) dengan mengabaikan syarat-syarat keharusan isti’arah, demi memuluskan keyakinan tersebut. Inilah yang diwanti-wantikan Umar RA ketika beliau berkata: ”hati-hati dengan golongan rasionalitas (ahlurroyi), karena mereka musuhnya sunnah, alih-alih mereka memelihara sunnah malah mereka memusuhinya, kalau ditanya masalah agama mereka akan menjawab hanya dengan fikirannya”. (lihat Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil ilmy Juz 2/134-135, I’lamul Muwaqqiin Juz 1/46 dan 65, Dafuttaarudh Juz 5/219). Padahal kita faham bahwa Umar RA dikenal dengan orang yang memiliki rasio tinggi, lebih dari yang lain, sehingga dikenal dengan Al-Faruq.
    Contoh : Ketika membahas masalah diangkatnya Nabi Isa ibnu Maryam ke langit, Ahmadiyah menolak makna rofiuka ilayya atau bal rofaahullohuilahi dengan arti diangkat ke langit, (padahal susunan kata dan dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits menguatkan makna itu), dengan dalih tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan sunnah kauniyah. Bagaimana Isa zakat, sholat dan lain-lain kewajiban kalau beliau ada di langit, bagaimana makan, minum dan lain-lain. Bahkan orang awwam Ahmadiyah di Manislor, Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat, kalau hujan atau gerimis turun, mereka meledek orang non Ahmadiyah bahwa ”tuh nabi Isa kalian lagi kencing dari langit”, Naudzubillah. Namun ketika Mirza pada tahun 1891 M mengaku bahwa Allah telah menjadikan Mirza sebagai Maryam dalam bentuk isti’arah (ma’na pinjaman/tidak berubah kelamin). Selanjutnya Mirza (sebagai Maryam) hamil (isti’arah) mengandung Isa (isti’aarah juga), setelah 10 bulan hamil maka berubahlah (Mirza/Maryam) menjadi (duplikat/bukan yang sebenarnya) Isa ibnu Maryam (isti’arah juga) dan pada akhirnya dia mengaku sebagai nabi Isa ibnu Maryam yang sesungguhnya dijanjikan, Ahmadiyah tidak pernah mempermasalahkan, tetap mengimaninya. Cerita ini bisa dibaca dalam Tadzkirah halaman 71-74. Dalil Al-Quran dan Al-Hadits mana yang menunjukkan proses demikian ? Akal macam apa yang akan menerima ketika proses itu terjadi, karena dalam sunnah kauniyah (menurut Islam) tidak pernah terjadi. Juga tidak ada keterangan dalam agama-agama lain. Kenapa Ahamadiyah tidak konsisten dengan konsepnya sendiri ?

    2. Menyimpangkan dalil dari yang seharusnya (Tahriful kalim ’an mawadhi’iha). Inilah cara keculasan orang-orang Yahudi yang disitir dalam Al-Quran Surat An-Nisa 46, Al-Maidah 43.
          •               •                   النساء
    Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): “Raa`ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. QS An-Nisa 46
    Yakni menggunakan dalil dengan maksud lain dari yang seharusnya, mengartikan dalil sesuai dengan kemauan hawa nafsunya dengan mengabaikan dalil lain yang menguatkan dan menjelaskan maksud dalil tersebut. Ahmadiyah hanya mengambil dalil yang berpihak kepada aqidahnya saja (walaupun mungkar) dan mengabaikan dalil yang kontra dengannya (walaupun shohih). Abdurrahman ibn Mahdy berkata: ”Ahli ilmu akan menulis segala dalil yang pro dan kontra secara jujur, tapi ahlul ahwa (para penyesat) hanya menulis yang pro dan berpihak kepadanya saja”. (lihat Minhajussunnah Juz 7/37).

    3. Melakukan pentakwilan, inilah cara yang paling berbahaya dalam sejarah penyimpangan aqidah di kalangan umat Islam demi memuluskan prinsip-prinsip penyimpangannya. Takwil adalah pelarian semua golongan sesat dalam aqidah untuk menghantam aqidah yang benar. Kelompok Jahmiyah mengingkari ayat asma dan sifat Allah di bawah panji takwil. Mu’tazilah mengingkari sifat-sifat Allah di bawah panji takwil. Rofidhoh, Bathiniyah, Extrim Sufi dan Filsafat menghancurkan prinsip-prinsip Islam di bawah panji methode takwil. Hampir semua kelompok penyimpangan dalam aqidah, berlindung di bawah alasan takwil. Hal ini terlihat jelas sekali dalam buku ”Al-Qaol As-Sorih fi Dzuhuril Mahdi wal Masih” karangan salah seorang Ulama Ahmadiyah tahun 1961 Al-Ustadz Nadzir Ahmad Mubasyir As-siyalkoty, beliau berinteraksi dengan dalil-dalil nash Al-Quran dan Hadits penuh dengan takwilan-takwilan dan menggunakan mantiq dalam masalah ghoibiyyat masa mendatang. Masalah nubuwatan masa mendatang yang diberitakan Rasulullah SAW kita menemukan hadits Khudzaifa RA sebagai berikut:
    عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَقَدْ خَطَبَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةً مَا تَرَكَ فِيهَا شَيْئًا إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلَّا ذَكَرَهُ عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِنْ كُنْتُ لَأَرَى الشَّيْءَ قَدْ نَسِيتُ فَأَعْرِفُ مَا يَعْرِفُ الرَّجُلُ إِذَا غَابَ عَنْهُ فَرَآهُ فَعَرَفَهُ . رواه البخاري
    “Dari Khudzaifah RA berkata, Rasulullah pernah berkhutbah yang dalam khutbah tersebut tidak ada yang tertinggal satu masalahpun (yang akan terjadi) sampai hari kiamat kecuali beliau sampaikan, (dari kami) ada yang tahu dan ada yang tidak tahu (ingat),namun saya tidak ada satupun yang aku lupa, saya mengetahuinya (hafal) seperti mengetahui (mengenal) seseorang kalau lama tidak jumpa, kemudian berjumpa,maka saya sangat mengenalnya (dengan baik).” (lihat sohih Bukhary,Muslim, Abu Daud).

    Al-Hafidz Ibnu Hajar Ra berkata, bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menceritakan segalanya dalam satu majlis (satu kali khutbah secara marathon), berisi seluruh kejadian makhluk dari awal sampai akhir sampai hari kiamat, dan ini merupakan mukjizat yang luar biasa agungnya (lihat Fathul Bary Juz 6/291).

    Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tentang nubuwatan masa mendatang, maka kita akan dapatkan puluhan hadits, baik yang menyangkut tanda-tanda kiamat sughro ataupun kubro. Kalau diukur dengan masa sekarang, maka ada yang sudah benar-benar terjadi (artinya tidak usah ditakwil dengan arti atau maksud lain), ada juga yang belum terjadi, terutama yang menyangkut tanda kiamat kubro. Yang cukup aneh, kenapa Ahmadiyah percaya kepada nubuwatan Rasulullah SAW yang sudah terjadi dan sesuai dengan apa adanya tanpa ditakwil, sementara yang belum terjadi mereka takwilkan ? Rupanya mereka lakukan demikian hanya demi mengejar supaya segala pengakuan Mirza mulus tanpa hambatan dalil. Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tersebut (sesuai dengan kemampuan penulis), maka ada 92 nubuwatan yang terkait dengan masa Rasulullah SAW masih hidup dan masa para sahabat dan semuanya telah terjadi, kemudian ada 68 nubuwatan yang terkait dengan masa sahabat, tabiin dan setelahnya yang telah terjadi sebagai bukti kebenaran Rasulullah SAW. Semua kejadian itu benar-benar terjadi sesuai dengan redaksi hadits apa adanya, tanpa ditakwil-takwil. Namun ada 28 nubuwatan lagi yang belum terjadi. Di antara yang belum terjadi adalah munculnya Imam Mahdi, turunnya kembali Nabi Isa ibnu Maryam AS, juga 10 tanda-tanda kiamat kubro dan lain-lainya. Mari kita perhatikan hadits berikut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sohihnya:
    روى مسلم عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ اطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ فَقَالَ مَا تَذْكُرُونَ قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ فَقَالَ إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ عَشْرَ آيَاتٍ الدُّخَانُ وَالدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَثَلَاثُ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ.
    Namu Ahmadiyah mentakwil hadits ini dengan takwilan-takwilan yang inti hasilnya mendukung dan membuktikan kebenaran Mirza sebagai Isa ibnu Maryam. Contoh ketika menatakwil terbitnya matahari dari barat dengan jayanya Islam melalui Ahmadiyah yang disiarkan dari MTA TV dari Inggris (Barat). 3 kali gerhana menunjukkan kebenaran munculnya Mirza sebagai Nabi dan Rasul. Semua nubuwatan ini menurut versi mereka sudah terjadi dengan cara pentakwilan. Padahal hadits-hadits nubuwatan yang telah terjadi, benar-benar terjadi tanpa takwilan-takwilan, kenapa yang belum terjadi dalam hadits ini harus dipaksakan sudah terjadi dengan pengertian takwilan ? Seharusnya biarkan saja sampai terjadi sesuai dengan apa adanya yang tertera dalam hadits tersebut. (lihat Jawaban Jemaat Ahmadiyah dalam dialog dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 31 Agustus 2005 halaman 4-5). Sesungguhnya kalau dikaji secara konprehenshif hadits-hadits yang terkait dengan nubuwatan seperti itu, justru tidak membutuhkan takwilan. Takwilan-takwilan Ahmadiyah jelas-jelas takwilan yang menyesatkan, hanya sekedar supaya cocok dengan konsep bahwa telah turun Nabi Isa ibnu Maryam dari India yakni Mirza Ghulam Ahmad.

    Ahmadiyah selalu berhujjah bahwa Imam Syafi’i berkata: ”Saya tidak mengkafirkan ahli ta’wil dengan sebab kekeliruan mereka”. Dalam riwayat lain: ”Saya tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab kekeliruan mereka”. Dalam riwayat lain beliau berkata: ”Saya tidak mengkafirkan ahli ta’wil, yang berpaling dari dzahirnya ayat dengan sebeb kekeliruan mereka”. Kata-kata Imam Syafi”i ini mereka nukilkan dari kitab Syawahidul Haq halaman 50 dan Al-Yawaqit wal Jawahir I halaman 126.

    Untuk mengoreksi hujjah Ahmadiyah di atas, kita telaah apa yang dikatakan para sahabat Nabi SAW, para tabiin dan para ulama tentang pemakaian takwil.
    1. Raulullah SAW pernah mendo’akan Ibnu Abbas RA, supaya Allah SWT memberikan pengetahuan kepada Ibnu Abbas tentang Hikmah dan Takwil yang oleh para ulama salaf diterjemahkan dengan keahlian Ibnu Abbas tentang Tafsir Al-Quran. Do’a Rasulullah terkabul dengan bukti bahwa Ibnu Abbas adalah seorang sahabat ahli tafsir Al-Quran yang menjadi rujukan para ulama (banyak hadits mengabarkan masalah ini).
    2. Umar ibnu Al-Khottob RA pernah menjlid (hukum pukul) Qudamah ibnu Madz’un gubernur Bahrain (seorang sahabat yang ikut perang Badar) karena minum arak dan mabuk, namun Qudamah ini berdalih dengan takwilan ayat 93 Al-Maidah:
    ”Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Umar tetap menjilidnya karena Qudamah salah dalam memahahami (mentakwil) ayat ini dan berkata: ”Ya Qudamah, engkau telah salah dalam mentakwil (ayat ini), kalau engkau bertaqwa maka engkau akan menghindari apa yang diharamkan Allah (Al-Jami’ Baina As-Suhihain Juz 1 hal. 133-134, Sunan An-Nasa’i Al-Kubro juz 3 hal 253)
    3. Abu Hatim mengatakan: ”ta’at kepada Rasulullah SAW adalah melaksanakan sunnahnya dengan sungguh-sungguh dan menolak arti takwilan-takwilan sesat dari sunnah tersebut (Sohih ibnu Hibban juz1 hal 196) dalam halaman 205 beliau mengatakan : ”barang siapa yang ceroboh terhadap sunnah dengan takwilan-takwilan karena menganggap sulit menerimanya, maka ia termasuk ahli bid’ah”
    4. Imam Abu Hamid Al-Ghozaly menjelaskan rusaknya aqidah ahli takwil (kalangan golongan Al-Bathiniyah) dari nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah dalam kitabnya ”Fadhoih Al-Bathiniyah” juz 1 halaman 54-72 beserta contoh-contoh pentakwilannya.
    5. Dalam pentakwilan memang tidak ada kaidah-kaidah yang mengikat, tergantung kecenderungan dan latar belakang maksud pentakwil, oleh karena itu kebanyakan para penyimpang dalam agama penyebab utamanya adalah pentakwilan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsunya dan keyakinan yang sedang diusungnya. Hasil takwil bisa bervariasi, mulai dari yang wajib menjadi sunnah atau sebaliknya, dari yang halal menjadi haram atau sebaliknya, dari yang mungkin menjadi tidak mungkin atau sebaliknya, dari tidak ada nabi lagi setelah nabi penutup (Rasulullah) menjadi ada lagi nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad.

    Jadi pernyataan Imam Syafi’i tersebut bukan pada kemutlakan demikian, beliau sedang membicarakan hukum orang yang mentakwil Asma dan Sifat Allah dengan maksud mensucikan Allah, menghindar dari tasybih, karena ada ayat ”laisa kamislihi syaiun”. Bukan takwilan yang merubah hukum dari haram menjadi halal atau dari nabi penutup menjadi ada lagi nabi. Kalau beliau tahu bahwa kata-kata beliau ini dipakai hujjah seenaknya oleh Ahmadiyah, tentu bukan itu maksudnya.

    Perhatikan takwilan-takwilan Ahmadiyah dalam ”Jawaban Ahmdiyah Indonesia Atas Pertanyaan Komisi VIII DPR RI, pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005 khususnya pada halaman 4 dan 5.
    (Perhatikan hadits-hadits tersebut dalam lampiran khusus ”Tanda-tanda Kiamat Kubro”, bagaimana rusaknya makna Hadits-hadits nabi setelah ditakwil oleh pihak Ahmadiyah).

    4. Untuk menguatkan konsep-konsep Ahmadiyah, mereka selalu mengutip pendapat-pendapat yang langka dan aneh (nyeleneh) dari kalangan para ulama, yang penting cocok dan mendukung. Ibnu Aroby senantiasa menjadi rujukan utama, padahal Ibnu Aroby berbeda dengan Ibnul Aroby (yang pertama tanpa ”al”). Ibnu Aroby dikenal sebagai ulama zindik dan sesat, sedang Ibnul Aroby dikenal ulama ahli sunnah yang lurus. Pendapat-pendapat para Sahabatpun, juga para ulama salaf sering ditampilkan dengan katagori mendukung faham Ahmadiyah, padahal di tempat lain, jelas sekali pendapat ulama tersebut bukan itu maksudnya dan kalau Mirza muncul pada masa beliau-beliau, maka faham Mirza akan ditolaknya. Seperti mencatut pendapat Ibnu Abbas masalah kematian Isa AS, pendapat Imam Mufassir Arrozy. Bahkan tak segan menapilkan pendapat Syekh Abdul Aziz bin Baz seorang ulama Saudi Arabia ketika menjelaskan aqidah kedatangan Imam Mahdi yang menjadi aqidah ummat Islam Ahli Sunnah Wal Jamaah (lihat Penjelasan Jemaat Ahmadiyah Indonesia tahun 2001 halaman 36), tapi ingat beliau bukan dalam rangka mendudkung Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa, nabi dan rasul. Malah beliau yang menghukum kafir Mirza dan para pengikutnya. Inilah kelicikan dan ketidak jujuran ilmiyah orang-orang Ahmadiyah. Berkedok dalil-dalil agama, tapi intinya menyesatkan aqidah ummat Islam, berkedok perbaikan faham, tapi sebenarnya penyesatan yang lebih jauh. Alih-alih menyatukan faham ummat, malah membikin faham baru dan runyam, lebih dari itu, menambah persoalan dan bibit perpecahan baru di kalangan ummat Islam ini.

    c. Kaidah Penerapan Hadits-hadits Fitan, Malahim dan Asyrotussa’ah dalam kejadian
    dan peristiwa masa kini.
    1- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «لاَ يَزْدَادُ الأَمْرُ إِلاَّ شِدَّةً. وَلاَ الدُّنْيَا إِلاَّ إِدْبَاراً. وَلاَ النَّاسُ إِلاَّ شُحًّا. وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ. وَلاَ الْمَهْدِيُّ إِلاَّ عِيسٰى بْنُ مَرْيَمَ». رواه ابن ماجه
    ” … Tidak ada Mahdi kecuali Isa Ibnu Maryam “.
    2- عن أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «يوشك من عاش منكم أن يلقى عيسى ابن مريم إماماً مهدياً، وحكماً عدلاً، فيكسر الصليب، ويقتل الخنزير، ويضع الجزية، وتضع الحرب أوزارها». رواه أحمد في مسنده
    “… Sudah dekat masanya, siapa yang hidup di antara kalian aka bertemu dengan Isa Ibnu Maryam Imam Mahdi Hakam yang Adil. Ia akan memecahkan salib dan membunuh babi…” (terjemahan Ahmadiyah, lihat Jawaban Ahmadiyah halaman 6).

    Kedua hadits di atas dikatagorikan hadits fitan, terdapat dalam kitab dan bab fitan, malahim dan asyrotussa’ah, yang oleh Ahmadiyah dijadikan sandaran utama dan dalil penting sebagai dasar untuk memperkuat pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan sekaligus sebagai Isa Al-Masih. Sementara para ulama ahli hadits menilai bahwa dua hadits tersebut tergolong hadits lemah bahkan mungkar, tidak bisa dijadikan sandaran dalil, karena selain sanadnya bermasalah, ditambah maknanya sangat bertentangan dengan hadits-hadits shohih tentang Imam Mahdi dan turunnya Isa ibnu Maryam yang begitu banyak. Menurut Mirza Ghulam Ahmad dan Teologi Ahmadiyah, dua hadits di atas memberikan isyarat bahwa Imam Mahdi yang sebenarnya adalah Isa Al-Masih, bergabung dalam satu person dan telah sempurna nubuwatan tersebut dalam diri Mirza Ghulam Ahmad, karena beliau mengaku sebagai Isa Al-Masih dan Imam Mahdi. Sementara dalam hadits-hadits shohih yang begitu banyak (lihat Ada Apa Dengan Ahmadiyah halaman 67 dan 68) menyimpulkan bahwa Imam Mahdi satu person, Isa Al-Masih person lain, Imam Mahdi jadi imam sholat dan Isa Al-Masih bermakmum kepadanya.

    Dimana letak permasalahannya ? Kenapa Mirza Ghulam Ahmad dan teologi Ahmadiyah bisa berbeda dengan Ahli Sunnah wal Jamaah ?

    Rupanya Mirza Ghulam Ahmad sebelum mengaku sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam Al-Masih sudah meletakkan dasar dan kaidah untuk memahami kedua hadits tersebut. Nadzir Ahmad M. As-Sialkoty mengungkapkan hal itu dalam buku kecilnya “Al-Qaol As-Asorih fi Dzuhuril Mahdi wal Masih” halaman 59 sebagai berikut: “…Ahmad Al-Masih mengatakan: … kalau ada hadits yang mencakup kabar ghaib dan hadits tersebut dianggap doif oleh ahli hadits, sementara kabar itu telah sempurna terjadi pada masa kalian atau sebelumnya, maka hadits itu harus diangap benar (shohih), yang salah adalah ahli hadits dan riwayat yang mendoifkannya…”

    Ahamdiyah berkesimpulan bahwa kalaupun dua hadits tersebut didoifkan para ulama hadits dan dianggap hadits palsu dan mungkar serta bertentangan dengan hadits-hadits shohih, oleh karena telah muncul Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam, maka hadits itu adalah benar (shohih), karena telah terbukti ada yang mengaku demikian sesuai dengan bunyi hadits, lengkaplah kabar ghoib itu pada diri Mirza Ghulam Ahmad, yang salah adalah para ulama hadits yang mendoifkannya.

    Untuk menyorot methode Mirza Ghulam Ahmad dalam penggunaan kaidah di atas terhadap dua hadits andalannya, maka di bawah ini kami uraikan, bagaimana methode penerapan hadits-hadits fitan, malahim dan asyrotuss’ah dalam kejadian dan peristiwa masa kini.

    Begitu banyak hadits-hadits mengenai munculnya fitnah (ujian iman), malahim (huru hara) dan asyrotussa’ah (tanda-tanda kiamat) dalam kitab-kitab hadits, derajat keshohihannya pun bervariasi, mulai dari yang mutawatir sampai dengan yang maudhu dan mungkar serta tidak ada dasarnya. Tentunya para ulama hadits telah membuat piranti penguji hadits-hadits tersebut dalam disiplin ilmu/ ulumul hadits.

    Muhammad Waliyullah Abdurrahman An-Nadwy dalam risalah Majisternya “Nubuaaturrasul” mencoba menghimpun hadits-hadits tersebut sampai berjumlah 187 hadits; 92 hadits telah terjadi (sesuai dengan apa adanya tanpa ditakwil) di zaman Rasulullah SAW dan masa para sahabatnya, 68 hadits telah terjadi (sesuai apa adanya tanpa ditakwil) pada zaman tabi’in dan sesudahnya, 27 hadits belum terjadi. Risalah ini ditulis tahun 1990 M/ 1410 H. Pihak Ahmadiyah selalu memaksakan dalil-dalil dari 27 hadits tersebut seolah-olah telah terjadi dengan cara mentakwilnya, supaya cocok dengan situasi, kondisi dan sifat-sifat yang dimiliki oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Al-Masih, imam Mahdi, nabi dan rasul.

    Substansi dari hadits-hadits tersebut tiada lain adalah:
    1. Sebagai ujian terhadap keimanan ummat Islam akan berbagai hal yang akan terjadi di masa mendatang dan bagian yang tidak terpisahkan dari ujian keimanan terhadap kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT.
    2. Sebagai peringatan bagi ummat Islam supaya tidak terjebak dan terjerumus dalam bahaya yang akan menimpa, juga sebagai tuntunan supaya mereka selamat dari prahara yang akan menimpanya.
    3. Sebagai upaya mempersiapkan ummat Islam menyambut hari kiamat, supaya bertambah iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Sering Rasulullah ditanya tentang waktu yang pasti hari kiamat itu tiba. Beliau balik bertanya: “Apa yang telah kamu siapkan untuk menyambut hari kiamat itu” ?
    4. Sebagai bukti kebenaran nubuwwah Muhammad SAW, manakala melihat dan mengalami apa yang telah dikabar ghaibkan oleh beliau benar-benar terjadi, maka bertambahlah keyakinan dan keimanan akan kenabian beliau.
    5. Memenuhi rasa kepenasaranan ummat manusia. Setiap manusia akan merasa senang dan merasa lebih dari orang lain apabila diberi kelebihan mengetahui hal-hal ghaib masa mendatang, itulah sebabnya perdukunan dan tukang ramal ramai dikunjungi orang. Hadits-hadits seperti di atas di antaranya untuk memenuhi hasrat tersebut, namun supaya manusia tidak disesatkan lagi oleh tukang ramal dan perdukunan, maka Rasulullah SAW dengan seizin Allah memberikan bimbingan dan penjelasan apa-apa yang akan terjadi masa mendatang.

    Namun dengan banyaknya hadits-hadits seperti di atas, setelah berlalu 1425 tahun hingga saat ini, banyak dipermainkan dan menjadi alat legalitas pembenaran bagi para pengaku dari hal-hal yang disinyalir dalam hadits tersebut. Munculnya para pengaku sebagai pembaharu Islam, banyaknya pengaku Nabi dan Rasul setelah wafatnya Rasulullah SAW, banyaknya pengaku Imam Mahdi, bahkan adanya pengakuan Mirza Ghulam Ahmad dengan berbagai macam pangkat istimewa yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut. Dia mengaku sebagai pembaharu Islam, Imam Mahdi, Isa Al-Masih, Nabi, Rasul Allah, cerminan nabi-nabi dan lain-lain pengakuan sebagai bukti kebenaran hadits-hadits tersebut, karena dia merasa banyak kecocokan dirinya dengan karakteristik yang disebutkan.

    Penerapan hadits-hadits tersebut untuk peristiwa dan kejadian masa kini perlu sangat hati-hati dan dengan keilmuan yang mumpuni, karena kalau salah dalam methode penerapannya bisa berakibat sebagai berikut:
    1. Menyebar dan berbuat kebohongan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
    2. Melakukan suatu amal yang tidak pernah disyari’atkan atau meninggalkan yang telah disyari’atkan (melakukan banyak perbid’ahan).
    3. Melicinkan jalan bagi para perusak akidah ummat Islam dengan berbagai macam penyesatan dan pengakuan istimewa keagamaan demi meraih penghormatan dan ketaatan mutlak dari para pengikutnya.
    4. Mengabaikan Nash-nash keagamaan dari maksud yang sebenarnya dengan cara melakukan pentakwilan-pentakwilan yang jauh dari kebenaran, hanya sekedar usaha memaksakan kecocokan peristiwa atau pengakuan dengan hadits-hadits tersebut.

    Oleh karena itu perlu kaidah pemandu dalam penerapan hadits-hadits tersebut dalam peristiwa dan kejadian masa kini serta terhindar dari bahaya penyimpangan yang disebutkan di atas.

    1. Dalam pengolahan dan berinteraksi dengan hadits-hadits tersebut, Al-Quran dan Hadits-hadits shohih harus menjadi patokan dan tolok ukurnya, bukan sekedar pengakuan seseorang, lantas diusahakan supaya cocok dengan arti-arti takwilan.
    2. Penelitian yang apik dan akurat terhadap nash-nash hadits fitan, tentunya harus menggunakan piranti penguji yang sekarang telah menjadi disiplin ilmu hadits.
    3. Penelitian makna dari nash tersebut, tentu dalam hal ini harus menggunakan piranti pemahaman yang handal sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab serta penterjemahan yang jujur keadalam bahasa lain.
    4. Pada prinsipnya nash-nash hadits fitan harus difahami sesuai apa adanya sesuai dengan yang tersurat, tidak ditakwil dengan makna lain, karena hadits-hadits fitan yang telah terjadi dan terbukti, semuanya betul-betul terjadi sesuai dengan ungkapan nash hadits apa adanya tanpa pentakwilan.
    5. Penerapan makna hadits fitan tidak dipaksanakan atau dicocok-cocokan supaya pas dengan sebuah pengakuan atau sebuah keyakinan yang sedang diusung.
    6. Penelitian tentang tabi’at kejadian yang sesungguhnya, jangan sampai kejadian tersebut direkayasa dengan makna lain, yang penting ada kecocokan dengan bunyi hadits, walaupun hasil dari takwilan tadi.
    7. Peninjauan terhadap kesempurnaan suatu nubuwatan yang terjadi apakah sudah betul-betul sempurna terjadi seperti apa adanya sesuai dengan bunyi nash hadits tersebut ? atau masih ada kejadian terkait yang belum nampak dan masih harus ditunggu.
    8. Ketika memahmi hadits fitan harus dibedakan antara sifat musytarokah (umum) bisa terjadi pada siapapun yang bukan Imam Mahdi, bisa terjadi berulang-ulang seperti sifat Imam Mahdi sebagai pemimpin yang adil. Juga dengan sifat khusus yang tidak bisa direkayasa, dipaksakan, ditakwilkan dan lain sebagainya, seperti turunya Isa ibnu Maryam pada masa Imam Mahdi, Isa solat dibelakang Imam Mahdi dan membunuh dajjal yang muncul sebelumnya.
    9. Nash-nash hadits fitan dijadikan sebagai tolok ukur suatu peristiwa, bukan peristiwa sebagai tolok ukur benarnya suatu hadits, seperti yang dirumuskan Mirza Ghulam Ahmad di atas.
    10. Hati-hati dalam penggunaan istilah-istilah keagamaan, seperti munculnya istilah baru dalam Ahmadiyah: nabi dan rasul ummaty, nabi buruzi dan lain-lain istilah yang kalau diukur dari sisi aqidah masuk dalam katagori bid’ah dan mengada-ada.
    11. Tidak menjadikan nash nubuwatan masa mendatang menjadi penentu untuk kejadian masa sekarang dengan takwilan yang dipaksakan. Seperti takwilan Ahmadiyah terhadap sepuluh ciri-ciri kiamat. Dalam Jawaban Jemaat Ahmadiyah halaman 4-5 penuh dengan cara demikian.
    12. Tidak merekayasa kejadian mendatang dengan usaha-usaha sendiri, seperti Mirza Ghulam Ahmad mendirikan sendiri menara (putih) Al-Masih di Qodian, supaya cocok dengan hadits turunya Isa ibnu Maryam di menara putih sebelah timur Damaskus, membangun mesjid dengan nama Masjid Al-Aqsha. Anehnya Mirza Ghulam mengaku sebagai Isa ibnu Maryam tahun 1891 M sementara awal pembangunan menara (putih) Al-Masih yang sekarang menjadi lambang Ahmadiyah pada tahun 1903 M. Seharusnya menara itu sudah dibangun dan ada sebelumnya, baru Mirza mengaku sebagai Isa ibnu Maryam yang diturunkan atau diutus dekat menara itu supaya pas dengan ungkapan dalam hadits.
    13. Memperhatikan urutan dari kejadian dan peristiwa yang disebutkan dalam hadits fitan, tidak membenarkan peristiwa itu terjadi sebelum terjadi peristiwa sebelumnya benar-benar telah terjadi. Seperti urutan dalam hadits sepuluh peristiwa Asyrotussa’ah.
    14. Memperhatikan peristiwa dan kejadian dari hadits fitan yang mungkin terjadi secara berulang dan yang terjadi hanya satu kali. Yang berulang seperti munculnya kejahatan, maraknya perzinahan dan lain-lain. Yang hanya satu kali misalnya munculnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa ibnu Maryam. Kalau sekarang kita membenarkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam dan ternyata nanti di akhir zaman menjelang kiamat benar-benar muncul Imam Mahdi dan benar-benar turun Isa ibnu Maryam sesuai dengan teks hadits Nabi, berati beliau berdua harus dianggap bohong dan tidak boleh beriman kepada keduanya.
    15. Tidak mengkiaskan waktu kejadian, seperti Ahmadiyah sering mengkiaskan munculnya Mirza sebagai Isa ibnu Maryam persis 13 abad setelah Muhammad SAW lahir, seperti diutusnya Isa ibnu Maryam asli setelah 13 abad Nabi Musa AS diutus Allah SWT.


  11. BAB VII
    MEMBEDAH TADZKIRAH

    Mirza Ghulam Ahmad merasa menerima Wahyu dari Alloh SWT sebagai berikut :
    أفلا يتدبرون أمرك ولوكان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا( تذكــرة ص122)
    Sementara dalam Al-Quran surat An-Nisa 82 berbunyi :

    “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. QS An-Nisa 82.
    Selama berdialog dengan kelompok Ahmadiyah, terjadi asumsi yang berbeda antara Ahmadiyah dan non Ahmadiyah seputar Tadzkirah, apakah ia sebagai Kitab Suci atau bukan. Non Ahmadiyah bersikukuh bahwa ia adalah Kitab Suci Ahmadiyah, di akui atau tidak karena jelas tertulis di permulaan kitab itu terpampang :
    تذكـــرة يعنى وحي مقدس رؤيا وكشوف حضرت مسيح موعود عليه الصلاة والسلام
    “Tadzkirah yakni Wahyun Muqoddasun (Wahyu Suci), kumpulan mimpi-mimpi Kusysuf Hadzrat Masih Mauud ‘Alaihi Ash-Sholatu Was-Salam” dari Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Isa ibn Maryam, Imam Mahdi, nabi dan rasul yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman. Namun pihak Ahmadiyah menolak mentah-mentah, bahwa Tadzkirah sebagai kitab suci, mereka meyakini hanya satu kitab suci yaitu Al-Quran Al-Karim. Namun ketika kita ikuti alur keyakinan mereka, bahwa memang Tadzkirah bukan kitab suci, karena di dalamnya tidak berisi firman Tuhan, mereka tidak menerima juga. Padahal yang namanya kumpulan firman (yang berasal dari Tuhan) itu pasti dikatakan Kitab Suci. Mirza sendiri mengatakan :
    (أقسم بالله تعالى أنني أؤمن بهذا الوحي النازل عليّ كما أؤمن بالقرآن الشريف و بكتب الله الأخرى، و أني أعتبره قطعياً و يقينياً كما أعتبر القرآن قطعياً و يقينياً) – الخزائن الروحانية “مجموعة كتب الميرزا” جزء 22 صفحة 220.
    ”Saya bersumpah demi Allah, sesungguhnya aku beriman dengan wahyu yang turun kepadaku sebgaimana aku beriman dengan Al-Qur’an Mulia dan dengan kitab-kitab Allah yang lain, dan aku anggap wahyu (yang turun kepadaku itu) pasti dan yakin seperti halnya aku anggap Al-Qur’an (itu) pasti dan yakin” Rukhani Khazain Juz 22 halaman 220.

    Orang Kristen saja berani mengatakan bahwa Injil yang ada sekarang adalah Kitab Suci ( Al-Kitab ) mereka, padahal di dalamnya terdapat kisah-kisah dan pekataan-perkataan murid Yesus (Nabi Isa AS) dan tidak murni hanya firman Tuhan ( lain halnya dengan Al-Quran ). Begitu juga orang Budha dan orang Hindu yang punya kitab suci masing-masing.

    Berangkat dari penolakan orang Ahmadiyah, bahwa Tadzkirah bukan kitab suci, kita coba untuk membedahnya dari berbagai sisi; bahasa, aqidah, uslub dan lain sebagainya, sebagai bukti adanya banyak kejanggalan dan pertentangan antara wahyu-wahyu itu. Namun karena terbatasnya kemampuan penulis dalam bahasa Urdu, maka sorotan hanya akan difokuskan kepada Tadzkirah yang berisi bahasa Arab dan sedidkit yang berbahasa Urdu setelah diterjemah dan terdapat dalam buku-buku yang membicarakan tentang Ahmadiyah dan Mirza Ghulam Ahmad.

    a. Tentang Tadzkirah versi Ahmadiyah.

    M. A. Suryawan dalam tulisannya ” Bukan Sekedar Hitam Putih ” halaman 51-52 menguraikan Tadzkirah sebagai berikut : ”Tadzkirah bukanlah kitab suci bagi Jemaat Ahmadiyah. Kitab suci Ahmadiyah adalah Al-Qur’an Karim yang diturunkan kepada junjungannya Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, yaitu Nabi Besar Muhammad s.a.w.. Tadzkirah adalah sebuah buku yang berisi kumpulan wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad dalam hidupnya selama lebih dari 30 tahun. Selama Hz. Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah. Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.. Pada sekitar tahun 1935, beliau menginstruksikan kepada Nazarat Talif wa Tasnif, sebuah biro penerangan dan penerbitan Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu untuk menghimpun wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagaimana terdapat dalam berbagai macam terbitan (buku-buku, jurnal-jurnal [selebaran, majalah] dan surat kabar-surat kabar) yang mana materi terbitan itu telah disebarkan kepada umum pada saat itu. Selain itu, dari catatan-catatan harian Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. juga ditemukan keterangan mengenai pengalaman ruhani beliau. Dan juga adanya kesaksian dari para Sahabat, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad mengenai wahyu, kasyaf, mimpi yang beliau terima dari Allah Ta’ala. Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari Maulana Muhammad Ismail dan Syekh Abdul Qadir. Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut diberi nama Tadzkirah. Tadzkirah sendiri mempunyai arti kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh mereka yang mengerti bahasa Urdu”. (penulis mempunyai kopian Tadzkirah).

    b. Isi Tadzkirah Menurut Ahmadiyah.

    MA. Suryawan selanjutnya menjelaskan isi Tadzkirah sebagai berikut:
    ” Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa isi buku Tadzkirah ini terbagi menjadi dua bagian: (i) Tadzkirah (Mimpi-mimpi [dreams], kasyaf-kasyaf [visions] dan wahyu dalam bentuk lisan [verbal revelations] yang diterima oleh Masih Mau’ud a.s.) – Di mana materi ini telah diterbitkan dan disebarluaskan kepada umum selama hidupnya Hz. Mirza Ghulam Ahmad. (ii) Zameema Tadzkirah (Wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan mimpi-mimpi yang tidak diterbitkan selama waktu hidupnya Masih Mau’ud a.s.). Materi ini dikumpulkan dari kesaksian para Sahabat, Ummul Mukminin, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu oleh Hz. Masih Mau’ud a.s. mengenai wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan mimpi-mimpi yang diterima oleh beliau.

    Sekarang akan disampaikan sekelumit mengenai bagian dari Tadzkirah yang diterbitkan kepada umum. Dalam bagian ini, wahyu yang diterima oleh beliau, disusun oleh para ulama Muslim Ahmadi secara kronologis sebagai berikut mulai dari:
    (i) Periode masa remaja sampai dengan tahun 1870 – Kebanyakan wahyu yang diterima oleh beliau pada periode ini adalah dalam bentuk mimpi, beberapa dalam bentuk kasyaf dan sedikit dalam bentuk wahyu secara lisan;
    (ii) Periode tahun 1870 sampai dengan tahun 1908 – Dalam periode ini sangat banyak wahyu yang diterima oleh beliau, baik dalam bentuk wahyu secara lisan, kasyaf ataupun mimpi.

    Dalam bagian ini kita juga dapat menemukan pengalaman-pengalaman ruhani beliau, baik dalam bentuk mimpi maupun kasyaf, di mana sejak masa remaja beliau telah melihat dan bertemu dengan junjungannya yaitu Hz. Sayyidina Muhammad s.a.w., dan pertemuan ini tetap berlanjut pada masa-masa berikutnya. Selain bertemu dengan Hz. Rasulullah s.a.w., beliau juga bertemu dengan Hz. Isa a.s ., Hz . Ali r.a., Hz. Fatimah Zahra r.a., Hz. Hassan r.a., Hz. Hussein r.a., Hz. Krishna a.s., Hz. Guru Baba Nanak r.h. (1469-1538, dianggap oleh pengikut agama Sikh sebagai pendiri agama Sikh/Sikhism), Hz. Syekh Abdul Qadir Jailani r.h. dan lain-lain. Juga banyak pula perjumpaan beliau dengan Malaikat.

    Dalam bahasa apakah wahyu yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad? Bagian terbesar adalah dalam bahasa Arab dan Urdu. Sebagian kecil dalam bahasa Persia dan Inggris. Sedikit sekali dalam bahasa Yahudi, Hindi dan Punjabi.

    Ada beberapa wahyu yang beliau terima merupakan pengulangan dari ayat-ayat Suci Al-Qur’an. Hal tersebut dimaksudkan sebagai penekanan pada beberapa segi konotasi ayat-ayat tertentu dan penerapannya pada situasi tertentu. Dan, adanya beberapa wahyu yang sama redaksinya dengan ayat suci Al-Qur’an serta diulang-ulang, bukanlah pilihan dan keinginan dari Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai penerima wahyu. Itu adalah merupakan kehendak dari Allah Ta’ala semata sebagai Pemberi Wahyu.” … selesai MA. Suryawan.

    c. Tadzkiroh Dalam Sorotan

    Untuk lebih memudahkan dalam menyorot Tadzkiroh, penulis akan bagi sorotan dalam beberapa katagori; Sorotan umum, tata bahasa (arab), uslub bahasa (arab) dan sudut pandang aqidah Islamiyah. Semua sorotan ini bertujuan untuk menjawab satu pertanyaan sederhana : ”Apakah benar isi Tazkirah itu wahyu suci dari Tuhan” ? atau ”hanya angan-angan dan lintasan fikiran Mirza yang datangnya dari waswasah Jin dan manusia biasa seperti disebutkan alam surat An-Naas” ? Hal ini sesuai dengan tantangan wahyu (katanya) yang pernah diterima Mirza sendiri :
    أفلا يتدبرون أمرك ولوكان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا (تذكــرة ص122)

    1. Tinjauan umum.

    Dalam surat Ibrahim ayat 4, Allah SWT berfirman :

    ”Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ibrahim 4)

    Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa setiap Alloh mengutus seorang Rasul pasti dengan bahasa kaum-Rasul tersebut, walaupun pada masanya banyak bahasa yang sudah berkembang, hal tersebut supaya dengan jelas seorang Rasul menerangkan apa yang diturunkan kepadanya dari wahyu dan perintah-perintah untuk disampaikan kembali kepada kaumnya dan supaya tidak ada yang sia-sia. Sebagaimana kita ketahui, Mirza terlahir hari keluraga India yang berbahasa utama Urdu. Namun wahyu (kabar langit) yang turun kepada Mirza ternyata dengan berbagai bahasa, paling tidak dalam 7 bahasa, sebagaimana diungkapkan oleh MA. Suryawan dalam ”Bukan Sekedar Hitam Putih” halaman 54 : ”Dalam bahasa apakah wahyu yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad? Bagian terbesar adalah dalam bahasa Arab dan Urdu. Sebagian kecil dalam bahasa Persia dan Inggris. Sedikit sekali dalam bahasa Yahudi, Hindi dan Punjabi.”

    Malah ada wahyu dalam bahasa yang ke delapan yaitu bahasa yang Mirza sendiri tidak tahu dan tidak mengerti apa maksudnya, boro-boro untuk dijelaskan kembali kepada kaumnya.
    Contoh : dalam Tadzkirah halaman 119 Mirza menerima ilham seperti berikut :
    بيريشن – عمربراطس – يابيلاطوس
    Mirza berkata : “saya tidak tahu apakah yang benar itu “Balatus atau Baratus” karena ilham ini turun padaku dengan cepat.”

    Dalam Tadzkirah halaman 120 Mirza menerima ilham seperti berikut :
    هو شعنا- نعسا
    Mirza berkata: “saya tidak tahu dengan bahasa apa ilham ini”

    Dalam Tadzkirah halaman 771 Mirza menerima ilham seperti berikut :
    توبة ياطوبة
    Mirza bertanya kepada para sahabatnya: “lihatlah dengan bahasa apa ilham ini ?” maka Mufti Muhammad Shadiq (salah satu sahabatnya dan di antara yang paling berilmu) menjawab : ”Dalam bahasa Ibrani tidak ada huruf ب , oleh karena itu, maka ilham ini bukanlah bahasa Ibrani (Padahal ini diketahui betul bahwa huruf ب terdapat dalam bahasa Ibrani).

    Dalam Tadzkirah halaman 528 Mirza menerima ilham seperti berikut :
    شودري رستم علي
    Mirza tidak pernah menerangkan apa arti ilham ini.
    Dalam Tadzkirah 671 :
    علم الدارمان 223
    (Mirza berkata : Kata علم adalah bahasa arab dan kata دارمان adalah bahasa Persia kemudian datang nomor tersebut 223 .. saya tidak tahu ma’na dari ilham ini)
    Dalam Tadzkirah 666 ada wahyu:
    بيت بت كيا
    “Telah hancur perut” (Mirza menambahkan: saya tidak tahu mengenai siapa wahyu ini turun?)
    Dalam Tadzkirah 202 ada angka-angka yang sangat banyak :
    28-27-14-2-27- ………………………………………
    (Wahyu/ilham bilangan ini turun pada hari 27 Desember 1891. Mirza Ghulam tidak memberitahukan tentang arti ilham tersebut).

    Hal ini membuktikan bahwa Mirza bukan seorang rasul dan bukan seorang nabi, karena bertentangan dengan ketentuan Allah dalam kriteria seorang utusan-Nya, seperti dalam ayat 4 surat Ibrahim tersebut di atas.

    2. Tinjauan sisi bahasa Arab.

    Allah SWT yang pernah mewahyukan Al-Quran kepada Rasulullah SAW dengan bahasa arab yang fasih (arobiyyin mubin) adalah Allah SWT (versi Mirza) yang mewahyukan firman-Nya kepada Mirza. Tidak mungkin Allah lupa akan firman-Nya; baik bahasa, uslub, isi dan maksud serta tujuannya. Namun kalau kita baca dan teliti secara cermat, hampir setiap halaman dalam Tadzkirah ada saja masalah dan hal yang patut (perlu) dipertanyakan. Juga banyak sekali (yang diakui sebagai) Wahyu atau Ilham yang diterima Mirza dalam bahasa Arab ternyata tidak sesuai dengan tata bahasa arab standar, sementara tata bahasa arab standar (pusha) pedoman utamanya adalah Al-Quran Al-Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif. Kecuali (yang diakui sebagai) Wahyu yang memang iqtibas (pencomotan /pengambilan tanpa menyebut sumbernya ) dari Al-Quran (saya menghindari istilah pembajakan Al-Quran) atau ”pengulangan dari ayat-ayat Suci Al-Qur’an yang dimaksudkan sebagai penekanan pada beberapa segi konotasi ayat-ayat tertentu dan penerapannya pada situasi tertentu” (versi Ahmadiyah), memang aman dari kesalahan-kesalahan tata bahasa arab, walaupun ketika Wahyu iqtibas itu dari sana-sini dirangkai menjadi satu kesatuan Wahyu ternyata maksud dan artinya jadi acak-acakan, dhomirnya menjadi amburadul dan munasabahnya (kaitan dari rangkaian iqtibas itu) menjadi ngawur tidak karuan. Kesimpulan akhir dari kenyataan itu menunjukkan bahwa wahyu-wahyu atau ilham yang (diakui) diterima Mirza bukanlah sebagai wahyu dari Allah SWT Yang Maha Segala-gala-Nya, Maha Suci Allah dari kesalahan-kesalahan dan kelupaan.
    Padahal Mirza sendiri pernah menantang (katanya) para ulama zamannya untuk menandingi apa yang dia tulis dalam bahasa arab yang tandingan bahasanya setelah bahasa arab Al-Quraan. Lihat kitab :
    لجة النور ص 132 انظركتاب ” القول الصريح في ظهورالمهدي والمسيح” للأستاذ نذير أحمد مبشر السيالكوتي ص 52 مانصه :”وقال عليه السلام في حاشية هذا الكتاب (لجه النور) :” كلما قلت من بلاغتي في البيان فهو بعد كتاب الله القرآن وإنه معجزة جليل الشأن عظيم اللمعان قوي البرهان وإنه فاق الكل ببيان لطيف ومعنى شريف … ”
    “Setiap aku katakan dari keluhuran bahasa (balaghoh) dalam satu penjelasan (yang ia terima) maka adalah (kedudukanya) setelah Kitab Allah Al-Quran, ia (yang ia terima) adalah mukjizat yang amat besar urusannya, amat agung kekuatan hujjahnya, ia mengungguli segalanya, dengan penjelasan lembut dan makna yang mulia ….”
    Sebagi contoh sederhana :
    Dalam Tadzkirah halaman 51 :
    الصلاة هو المربي dalam bahasa arab ash-sholat adalah kalimat muannats, mestinya berbunyi
    الصلاة هي المربي Maha Suci Allah dari kesalahan-kesalahan dan kelupaan.
    Dalam Tadzkirah halaman 71, 72, 628 :
    يَا مَرْيَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الجَنَّةَ Maryam, nama untuk perempuan dan kalau yang dimaksud adalah ibunya Nabi Isa AS, harusnya: يَا مَرْيَمُ اسْكُنِيْ أَنْتِ وَزَوْجُكِ الجَنَّةَ atau mungkin hal ini turun ketika Mirza hamil mengandung Isa dan menjadi Maryam padahal Mirza tidak pernah berganti kelamin. Subhnalloh. Maha Suci Allah dari kesalahan-kesalahan dan kelupaan.
    Dalam Tadzkirah halaman 67 :
    إني راض منك Rodhin biasanya muta’addi dengan ‘an, maka mestinya berbunyi :
    إني راض عنك atau ada maksud lain ? hanya Mirza yang mengerti.
    Masih dalam Tadzkirah halaman 67 :
    الأرض والسماء معك كما هو معي silah mausul itu harus ada kesesuaian dhomir dengan sebelumnya, mestinya berbunyi : الأرض والسماء معك كما هما معي atau bisa berbunyi :
    الأرض والسماء معك كما هي معي

    Dalam Tadzkirah halaman 75 :

    فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ عَليَْهِمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ ولوأَنَّ قُرْآنًا سُيِّرَتْ بِهِ الجِبَالُ
    Sementara dalam Al-Quran Surat Ali Imran 159 berbunyi :

    Simaklah kalimat yang digaris bawah, bandingkan dengan firman Allah yang ada dalam Al-Quran surat Ali Imran 159. Linta ’alaihim dan linta lahum tentu beda sekali maknanya. ’Ala biasanya untuk ist’la (merasa diri tinggi dan sombong), linta lahum adalah lemah lembut. Kemudian lau harfu syarthin dalam walau anna quraanan …… mana jawab syaratnya, kalaupun di buang kenapa ? karena tidak nyambung dengan kalimat sebelumnya.
    Dalam Tadzkirah 126 Mirza mengaku menerima wahyu :
    يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ. وَلا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأُولَى
    Dua domir Ha itu kembalinya ke mana ? aneh kan ?
    Dalam Al-Quraan kata-kata itu ada dalam Surat Maryam 12 dan Thoha 21, ketika digabung dua ayat itu arti dan dhomirnya jadi kacau. Tidak mungkin ini dari Allah dengan uslub seperti itu, mestinya masing-masing, sebab dalam 2 qisah yang berbeda, dalam 2 surat Al-Quraan yang berbeda pula. Perhatikan ayat-ayat Al-Quran berikut ini:

    “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak. QS Maryam 12

    “Apakah itu yang di tangan kananmu, Hai Musa? (17) Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, Aku bertelekan padanya, dan Aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya”.(18) Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, Hai Musa!” (19) Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, Maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (20) Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula (21). QS Thaha 17-21.

    Dalam Tadzkirah halaman 165 sampai 166, terdapat kisah penolakan terhadap cinta Mirza kepada seorang gadis yang bernama Muhammadi Begum, anak dari Mirza Ahmad Beg, Mirza kesal, kecewa, merasa terhina, marah (ini manusiawi kalau cinta ditolak) dan mengancam dengan kematian suaminya yang bernama Mirza Sultan Muhammad sampai/dalam 3 tahun setelah pernikahan dengannya dan ternyata nubuwatan ini tidak terbukti. Mirza sangat pintar mengalihkan kegagalan dari nubuwatan kematian dan juga gagalnya pernikahan dengan Muhammadi Begum. Namun di sini tidak akan disorot dari segi kegagalannya namun dari sudut ilham atau wahyu berbahasa arab yang terkait dengan kasus ini. Coba perhatikan baik-baik, wahyu ini, menurut Hasan bin Mahmud Audah (mantan Mubaligh Ahmadi dan Direktur Umum Seksi Bahasa Arab dalam Jamaat Ahmadiyah Internasional, orang Arab asli dari Palestina ) menggunakan bahasa arab yang jelek/canggung. (Halaman 267 terjemahan).

    .. فدعوت ربي بالتضرّع والابتهال ومددت اليه ايدي السؤال فألهمني ربي وقال سـأريهم آية من انفسهم واخبرني وقال انني سأجعل بنتا من بناتهم آية لهم فسماها وقال انها سيُجعَل ثيّبةً ويموت بعلها وابوها الى ثلث سنة من يوم النكاح. ثم نردّها اليك بعد موتها ولايكون احدهما من العاصمين. وقال انا رادّوها اليك لاتبديل لكلمات الله ان ربك فعّال لما يريد .. ويسألونك احق هو. قل اى وربي انه لحق وما انتم بمعجزين. زوجناكها لامبدّل لكلماتي. وان يروا آية يعرضوا ويقولوا سحر مستمرّ
    Perhatikan baik-baik, سيجعل ثيبة mestinya ستجعل ثيبا dhomir mustatir mabni majhul ini adalah hiya ( Mummadi Begum / gadis ), tsayyib itu kalimat mu’anats ma’nawi seperti hamil, karena khusus wanita, tidak usah di ta’nits lagi dengan ta marbuthoh. Kemudian Tsalatsa sanah, mestinya Tsalatsa sanawaat, adadnya tsalatsa (ada aturan khusus untuk adad/ bilangan). Kemudian ba’da mautiha, ha kembali ke Muhammadi Begum?, bagaimana dia akan dikembalikan kepada Mirza setelah dia mati. Mestinya ba’da mautihi (suami Muhammdi Begum) bukan mautiha (kematian Muhammadi Begum). Dalam Ilham ini Mirza sangat Gede Rasa bahwa pada akhirnya Mirza (di-) yakin (-kan tuhannya) bahwa Muhammadi Begum bakal jadi istrinya, keputusan tuhan (katanya) yang tidak bisa diganggu gugat. Namun … malang sekali Mahammadi Begum lolos dari jerat wahyu Mirza, akhirnya nubuwatan Mirza ini tidak terjadi dan Mahammadi Begum tidak pernah menjadi istri Mirza. Di sini Mirza pintar sekali berkelit dengan berbagai alasan-alasan itu dan ini atau karena ada pertaubatan dari pihak keluarga Muhammadi Begum dan suaminya.

    Melihat kekacauan tata bahasa, uslub dan kalimat yang rokkakah (canggung) dalam bahasa Arab maka bisa disimpulkan, bahwa kalimat-kalimat seperti itu tidak mungkin datangnya dari Allah SWT, ini hanya akal bulus Mirza untuk mendapatkan gadis muda dengan cara mengancam dengan ancaman mengatas namakan dari tuhan.

    Masih banyak wahyu-wahyu dan ilham-ilham yang ia (mengaku) terima dari Allah tapi ditilik dari sisi tata bahasa arab sangat janggal, padahal Allah Yang pernah Berfirman dengan bahasa Arab fusha kepada Rasulullah SAW, tetap Hayyun La yamut, tidak mungkin lupa dan salah dengan firman-Nya. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa semuanya bukan dari Allah, tapi lintasan-lintasan fikiran Mirza yang didominasi oleh waswasah Jin dan Syaiton. Dan memang kita yakin benar seperti diakui oleh semua orang Ahmadiyah, bahwa Tadzkirah bukan kitab suci, karena di dalamnya bukan (tidak ada) wahyu atau ilham dari Allah SWT. (Waswasah minal jinnati wannas)

    Masih banyak kalimat-kalimat bahasa arab dalam Tadzkirah yang diakui Mirza sebagai Wahyu atau ilham tuhan, ternyata dari sisi tata bahasa arab sangat kacau. Uraian di atas hanya sebagai contoh kecil saja.

    3. Tinjauan sisi aqidah Islamiyah.

    Dalam kasus cinta Mirza ditolak gadis Muhammadi Begum, Mirza mengancam dengan kematian suaminya (menjadi janda) dan kematian ayahnya sampai tiga tahun setelah pernikahnnya dengan orang lain yaitu Mirza Sultan Muhammad. Mirzapun sangat yakin dengan nubuwatannya, karena dalam 6 bulan ayahnya meninggal (versi Ahmadiyah, lihat ”Bukan Sekedar Hitam Putih halaman 183). Di sini seolah-olah Mirzalah yang mengatur mati dan hidupnya seseorang, karena tidak menuruti kemauannya, di sini seolah kalau Mirza marah Tuhanpun akan marah, kalau Mirza cinta tuhanpun cinta (lihat Tadzkirah 637). Sesungguhnya Aku (Allah) pasti menghinakan orang yang ingin menghinakanmu (lihat Tadzkirah 623). Hal ini bertentangan sekali dengan aqidah islamiyah di mana urusan kematian itu hanya Allah-lah yang mengatur ketentuannya (lihat QS. Luqman 34, Ali Imran 145, At-Taubah 116, Yunus 56, Al-Hijr 23, Al-Anbiya 35 dst.), bukan seseorang yang namanya Mirza Ghulam Ahmad. Mungkin Mirza merasa telah diberikan wewenag kematian seperti terdapat dalam Khutbah Ilhamiyah 55-56, RK 16 : “Telah diberikan kepadaku untuk mematikan dan menghidupkan, dari Tuhan Yang Maha Besar”. (lihat Keyakinan Al-Qodiany hal. 10.) Apalagi katanya ditopang oleh Wahyu tuhan : (Tadzkirah 525 dan 656)
    إنما أمرك إذا أردت شيئا أن تقول له كن فيكون
    Dalam halaman 195 – 198 Mirza bercerita mimpinya seolah-olah menjadi tuhan. Ingat mimpi seorang nabi dan rasul adalah benar (wahyu pada tahun 1891 M umur Mirza 56 th) sementara Nabi Yusuf bermimpi sebelum jadi nabi dan masih kanak-kanak.
    رأيتني في المنام عين الله وتيقّنت أنني هو … وأعني بعين الله رجوع الظل إلى أصله … الخ …
    Kita perhatikan kata هو kembali kemana ? kalau ke عين mestinya هي karena mu’nnats, nah tidak ada pilihan lain هو kembalinya kepada lafadh الله dengan arti bahwa dia sangat yakin bahwa dia mimpi jadi Allah. Dan silahkan baca cerita mimpi seterusnya yang sangat aneh dan kalau diukur dengan ukuran aqidah, sangat janggal dan syirik, walupun di akhir cerita itu dia menolak seperti yang ada dalam kitab-kitab madzhab aqidah Wahdatul Wujud atau madzhab Hululiyyin seperti Fusul Hukmi karya Ibnu Araby yang dianggap zindik dan sesat oleh para ulama hadits. Ini jelas mimpi dan lintasan fikiran dari waswasah jin dan syetan, bukan dari Allah, Maha Suci Allah dari fikiran-fikiran Mirza seperti itu.

    Dalam Tadzkirah halaman 192 Mirza megaku telah diistimewakan oleh Allah melebihi siapapun di alam jagat raya ini, hatta Rasulullah SAW sekalipun. Perhatikan wahyu (katanya) ini :
    الحمد لله الذي أذهب عني الحزن وأتاني مالم يؤت أحد من العالمين
    “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dariku dan (Allah) yang telah memberiku (sesuatu) yang belum pernah diberikan kepada siapapun dari alam jagat raya ini”
    Dalam halaman 709 Mirza merasa telah dilebihkan dari selain dia sendiri hatta Rasulullah SAW sekalipun.
    فضّلناك على من سواك
    “Kami (Allah) telah melebihkanmu (Mirza) atas siapapun selainmu”.
    Di halaman 129 Mirza menerima Wahyu :
    إني فضّلتك على العالمين
    “Sesungguhnya Aku (Allah) telah melebihkanmu (Mirza) atas seluruh alam” SubhanAllah !!!
    Luar biasa obsesi kehormatan yang diinginkan Mirza dari para pengikutnya, dia selalu menyampaikan kepada pengikutnya bahawa dalam Wahyu dan ilhmnya, dia telah diagungkan dan di istimewakan oleh Allah dengan berbagai ungkapan yang dia akui itu semuanya dari Allah.
    Dalam halaman 636-637 Mirza (merasa) menerima wahyu seperti ini:
    أنت مني بمنزلة عرشي – أنت مني بمنزلة ولدي – أنت مني بمنزلة لايعلمها الخلق – إذا غضبتَ غضبتُ – وكلما أحببتَ أحببتُ – من عادى وليّا لي فقد آذنته للحرب- إني مع الرسول أقوم – وألوم من يلوم …
    Di halaman lain (412 dan 436) berbunyi : أنت مني بمنزلة أولادي أنت مني وأنا منكkalimat ini sangat jelas kata-kata kufur dan tidak mungkin asalnya dari Allah, jelas maksud walad dan aulad itumakna hakikinya, sebab diperkuat oleh kata seterusnya. Anak itu bagian dari Bapa dan Ibunya. Maha suci Allah dari tuduhan Mirza yang congkak ini.
    Di halaman lain أنت مني بمنزلة توحيدي di halaman lain أنت مني بمنزلة تفريدي
    “Engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) Arasy (singgasana)-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan yang tidak (bisa) diketahui oleh makhluk (apapun). Apabila engkau (Mirza) marah, aku (Allah)-pun marah, dan manakala engkau (Mirza) cinta aku (Allah)-pun cinta, barang siapa yang ……………………. , sesungguhnya aku (Allah) selalu bersama rasul-Nya berdiri (kemana saja), dan aku (Allah) menghujat orang yang menghujat (mu). Pada halaman-halaman lain : “engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak-anak-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dan Aku (Allah) bagian darimu (Mirza), engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) tauhid-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) ketunggalan-Ku”
    من عادى وليّا لي فقد آذنته للحرب kalimat ini rupanya (sebenarnya) iqtibas (dicomot) dari sabda Rasulullah dalam Hadits Qudsi (Bukhory bab Tawadhu) yang berbunyi :
    من عادى لي وليّا فقد آذنته بالحرب coba perhatikan perbedaannya yang sangat mencolok, tentu artinya akan sangat berbeda pula.
    Kemudian mungkinkah Tuhan memuji Mirza dengan pujian selangit seperti itu, sementara Rasulullah SAW saja hanya dipuji Allah sebagai ’abduhu (hamba-Nya) dan rasuluhu (rasul-Nya), atau nabi Ibrahim dengan kholilullah (kekasih Allah) atau Ruhullah (bagi Isa ibn Maryam).
    Kalimat أنت مني بمنزلة ….. ) ( pernah digunakan Rasulullah SAW kepada orang yang beliau sukai, seperti kepada Ali Ra, beliau berkata:
    أَنّ النّبيّ قالَ لِعَلِيٍّ: أنْتَ مِنّي بِمَنْزِلَةِ هارُونَ مِنْ مُوسَى إلاّ أنهُ لانَبِيّ بَعْدِي
    ألا ترضى أن تكون مني بمنزلةِ هارونَ من موسى، إلاَّ أنهُ ليس نبيٌّ بعدي
    أَمَا تَرْضَىٰ أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هٰرُونَ مِنْ مُوسَىٰ؟ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي
    Artinya ungkapan pujian atau senang dari makhluk kepada makhluk, bukan obsesi pujian yang berlebihan dari Tuhan kepada makhluknya (yang benama Mirza Ghulam Ahamad). Kalau benar pujian itu dari Allah, betapa hebat Mirza ini melebihi kehebatan Rasulullah sendiri, walaupun di tempat-tempat lain Mirza sering menyanjung Rasulullah melebihi cara menyanjung orang lain kepada Rasulullah SAW. Hal ini tidak mungkin datangnya dari Allah, yakin ini datangnya dari angan-angan Mirza dan waswasah jin dan manusia.
    Kemudian kaimat : أنت مني بمنزلة ولدي dan أنت مني بمنزلة أولادي adalah kalimat yang bisa menyebabkan kekufuran yang telak (kufron bawwahan) bagi Mirza sendiri, walaupun orang Ahmadiyah menerangkan bahwa itu bahasa kiyasan. Seperti dungkapkan oleh sdr. Abdul Wahab (Mubaligh Ahamdi) dalam tanggapanya di Pikiran Rakyat Senin, 17 Oktober 2005 : ” Wahyu ini tercantum dalam buku Haqiqatul Wahyi hlm. 86 dan buku Tadzkirah hlm. 412. Kiai Achidin Noor hanya mengutip sebagian dari keseluruhan tulisan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam penjelasan berikut diuraikan yaitu, “Allah SWT itu bersih dari mempunyai putra-putra”. Kata walad di sini dipergunakan secara kias (Haqiqatul Wahyi hlm. 86 dan catatan pinggir dalam Tadzkirah hlm. 63). Selanjutnya, dalam buku Dafi-ul-Bala (catatan kaki hlm. 6-7), Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Perlu diingat, Allah SWT itu bersih untuk mempunyai putra, tiada yang bersekutu dengan Dia dan tiada putra bagi-Nya dan tiada yang berhak untuk mengakui dirinya Tuhan atau putera Tuhan. Kalimat dalam ilham ini mengandung arti isti’arah dan majaz (kiasan).” Dalam Alquran terdapat juga ayat-ayat yang berarti kiasan bukan harfiah, sebagai contoh, “Yadullaahi fauqa aydiihim” (Al Fath: 10) artinya, “Tangan Allah di atas tangan me¬reka”. Kata yad (tangan) digunakan untuk zat Illahi. Pertanyaannya, apakah tepat jika kata tangan di sini diartikan secara harfiah? Tiap orang yang berakal mengerti bahwa kata tangan di sini digunakan dalam arti kiasan.”

    Tanggapan: Memang Allah terkadang mengungkapkan tentang Dzat, Asama dan Sifat-Nya dalam Al-Quran dengan ungkapan-ungkapan yang biasa dipakai dan dimengerti oleh manusia, hal ini supaya manusia memahami betul tentang Kekuasaan dan Keagungan Allah. Seperti kata ”Yadd” terjemahannya ”tangan”. Namun Allah sendiri yang memberikan penawarnya supaya kita tidak memahaminya dengan menyerupakan (musyabbih) antara Khalik dan makhluk, dengan firman-Nya : ” Laisa kamitslihi syaiun ” artinya ”Tidak ada yang menyerupai-Nya sesuatu apapun”. Sebagian ulama ada yang menyatakan ”Yadd Allah ” harus dita’wil menjadi ”Kekuasaan Allah”, termasuk Ahmadiyah juga mentawilnya. Allah Maha Kuasa untuk berfirman ”Qudratullah faoqo qudrotihim”, atau dengan ungkapan lain, namun tidak mengungkapkannya demikian. Ternyata dengan leluasa berfirman : ” Yadullohi fauqo Aidihim ” karena di lain tempat Alloh berfirman : ”Laitsa kamitslihi Syaiun”. Dengan demikian ayat ini tidak ditawilpun kita selamat (dari musyabbih) dan itu pendapat sebagaian ahli sunnah wal jamaah. Jadi bisa difahami dari ayat tersebut, bahwa kita beriman bahwa Allah bertangan (seperti diungkapkannya sendiri oleh-Nya) tapi tangan Allah tidak seperti tangan makhluk-makhluk apapun. Seperti seseorang membuat kursi lalu dihiasi kursinya denan tangan kursi. Kursi dan pembuatnya sama-sama bertangan tapi tangan keduanya tidak sama bukan ? hatta kalau manusia membuat tangan palsu. Subhanallahi ’amma yashifun.

    Namun untuk masalah ”walad atau aulaad” Allah menutup rapat-rapat, supaya tidak ada celah untuk pemakaian ta’wil atau kiasan, seperti yang dilakukan Mirza (baca firman-Nya surat Al-Ikhlas). Jadi Wahyu tersebut ( Anta minni bimnazilati Waladi atau Auladi ) tidak mungkin asalnya dari Allah, itu hanya obsesi dan angan-angan Mirza supaya pengikutnya benar-benar menghormatinya lebih dari segala-galanya. Uslub kata seperti itu sering diungkapkan Rasullah SAW kepada sahabatnya yang beliau cintai, seperti kepada Sayidina Ali RA. : ”Anta minni bimanzilati Harun min Musa walakin la nabiyya ba’di” artinya : ”Engkau (Ali) bagian dariku seperti kedudukan (Nabi) Harun dari (Nabi) Musa, tapi (sayang) tidak ada (lagi) nabi setelahku”. Obsesi itu memang masuk akal dan sangat didamba-dambakan Mirza, sehingga dia mengaku menerima Wahyu : ”Fadhdholnaka ala man siwaka” (lihat Tadzkiroh halaman 709) artinya ”telah Kami lebihkan engkau (Mirza) terhadap selainmu”, ”Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dariku dan (Allah) yang telah memberiku (sesuatu) yang belum pernah diberikan kepada siapapun di alam jagat raya ini” . subhanalloh hingga terhadap Rasulullah sekalipun ? Betapa Allah sangat mencintai dan memuji Rasulullah SAW, tapi pujian Allah kepadanya tidak seperti pujian tuhan Mirza kepada Mirza sendiri. Padahal Mirza katanya hanya sebagai Nabi bayangan dari Rasulullah SAW, cerminan para Nabi, tapi kenyataannya dia merasa dipuji oleh Allah sangat berlebihan, bahkan melewati batas-batas kewajaran, seperti pujian-pujian di atas. Kita tidak menyalahkan Allah, tapi sangat diyakini, bahwa ini adalah waswasah Jin/Syetan yang menggangu Mirza supaya gede rasa dan supaya para pengikutnya banar-benar menghormati dia melebihi penghormatan kepada Rasulullah SAW. Bagaimana tidak demikian, 5 pangkat kehormatan agama disandang sekaligus; Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi, rasul dan mujaddid abad 13 Hijiriyah.

    Sering kita dengar dari ungkapan orang-orang Ahmadiyah, bahwa ”waladi” atau ”auladi” sengaja diungkapkan dengan kata-kata itu sebagai cara dakwah dan untuk menarik orang-orang Kristen, supaya mudah dimengerti dan menerima ajaran Ahmadiyah dengan mudah. Kalau begitu caranya, jelas-jelas apa bedanya Kristen dan Ahmadiyah dalam hal akidah seperti ini ? sudah sejauh mana ketertarikan orang kristen dengan firman seperti itu ?

    Tuhan (mungkin bisikan Jin) Mirza sudah sangat cukup sebenarnya (maaf bukan ngatur Tuhan Allah) untuk memujinya dengan ungkapan-ungkapan lain, dengan arsyi, dengan tafridi, dengan tauhidi, tidak usah dengan waladi atau auladi, karena sangat berbahaya dan mengandung kekufuran ditilik dari sisi mantuq kata-katanya. Betapa kontradiktifnya firman (firman-an tuhan Mirza tsb) satu dengan yang lainnya saling bertumburan, yang satu mengandung tauhid dan yang lain mengandung kemusyrikan. Subhanalloh, Maha Suci Allah dari asumsi Mirza seperti itu.

    Kemudian dalam halaman 81 dan 630 Mirza mengaku menerima wahyu dengan harapan orang-orang yang iman kepadanya betul-betul setia kepadanya seperti para sahabat dulu kepada Rasulullah SAW. :
    قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ – إذا نصر الله المؤمن جعل له الحاسدين في الأرض
    “Katakan (wahai Mirza) bila kalian mencintai Allah, maka kalian (harus) mengikuti aku (Mirza), (niscaya) Allah mencintai kalian – Apabila Allah menolong seorang mukmin, Allah jadikan baginya orang-orang hasud di muka bumi.
    Sebenarnya kalimat pertama ini adalah iqtibas (comotan) dari QS. Ali Imran 31,

    namun diklaim oleh Mirza ayat ini juga turun kepadanya seperti pernah turun kepada Rasulullah dalam Al-Quran. Namun kalimat yang keduanya rupanya dari (tuhan) Mirza sendiri, sehingga janggal sekali bahasa arabnya, rokkakah.

    Di sini Tuhan (versi) Mirza memberikan syarat, bahwa kecintaan kita kepada Allah tergantung sejauhmana kita mengikuti jejak langkah Mirza sendiri, kedudukan Rasulullah SAW yang harus kita ikuti supaya kita mendapat cinta Allah kini sudah tergantikan oleh Mirza sendiri, atau mengikuti Mirza sama saja dengan mengikuti Rasulullah sebab Mirza Nabi dan Rasul ummati, bayang-bayang Rasul Agung Muhammad SAW ( walaupun Mirza jauh sekali derajat iman dan taqwanya dari Rasulullah). Jadi sekarang setelah Mirza diutus menjadi nabi, rasul, Imam Mahdi dan Isa ibn Maryam, sudah cukup. Ikuti Mirza dijamin mendapatkan (dicintai) Allah, tidak mesti mengikuti Rasulullah SAW sekalipun. Subhanallah !!!!

    Dalam Tzdkirah halaman 98, 412, 700 Mirza (yang mengaku Isa ibn Maryam) mengaku menerima wahyu :
    ….. سِرُّك سِرِّيْ (98)….. أنت مني وأنا منك.. (412) ..ظهورك ظهوري … (700)
    … Rahasiamu (Mirza) adalah rahasia-Ku (Tuhan) … Engkau (Mirza) bagian dari-Ku (Tuhan) dan Aku (Tuhan) bagian darimu (Mirza) …. Punggungmu (Mirza) adalah punggung-Ku (Tuhan).

    Sementara Isa ibn Maryam ( asli )-nya saja mengatakan (diqisahkan Al-Quraan) :

    ”…Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku (Isa AS) tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”. QS Al-Maidah 116.
    Bandingkan antara aqidah Isa ibn Maryam asli dengan duplikat Isa ibn Maryam (Mirza Ghulam Ahmad dari India) !!!

    Dalam Tadzkirah 525 dan 656 :
    إنما أمرك إذا أردت شيئا أن تقول له كن فيكون
    “Sesungguhnya urusanmu, apabila engkau menghendaki sesuatu, tinggal mengatakan kepadanya “Kun” jadilah, maka terjadilah”
    Sesungguhnya “kun fayakun” itu adalah hak Allah, perhatikan dalam Al-Quran :

    “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia. (QS Yasin 82)
    Di sini Mirza diberi kekuasaan sama dengan kekuasaan Allah, Subhanallah …. Ditopang lagi dengan ilham dalam Khutbah Ilhamiyah 55-56, RK 16 : “Telah diberikan kepadaku untuk mematikan dan menghidupkan, dari Tuhan Yang Maha Besar”. (lihat Keyakinan Al-Qodiany hal. 10.)

    Dalam Tadzkirah 475 Mirza mengaku menerima wahyu :
    إني مع الرسول أجيب – أخطئ وأصيب إني مع الرسول محيط
    Di wahyu ini diterangkan bahwa Allah bersama Rasul-(Nya) (Mirza atau Rasulullah) menjawab (segala sesuatu) – Aku (Tuhan) (kadang) salah dan benar, Aku bersama Rasul-(Nya) mengetahui segala sesuatu.
    Tuhan terkadang salah dan terkadang benar, Mirza sama dengan Tuhannya dalam mengetahui segala sesuatu. Subhanallah … Maha Suci Allah dari tuduhan Mirza ini. Di sini Mirza diberi sifat (keistimewaan) ketuhanan oleh Tuhannya. Atau ini memang sesuai dengan wahyu :
    الحمد لله الذي أذهب عني الحزن وأتاني مالم يؤت أحد من العالمين … فضّلناك على من سواك… إني فضّلتك على العالمين … أنت مني بمنزلة عرشي – أنت مني بمنزلة ولدي – أنت مني بمنزلة لايعلمها الخلق – إذا غضبتَ غضبتُ – وكلما أحببتَ أحببتُ – من عادى وليّا لي فقد آذنته للحرب … أنت مني بمنزلة أولادي أنت مني وأنا منك …. إني مع الرسول أقوم – وألوم من يلوم …. سِرُّك سِرِّيْ … ظهورك ظهوري … إنما أمرك إذا أردت شيئا أن تقول له كن فيكون.

    Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya, Yang telah mengisyaratkan bahwa akan terjadi setelah Rasulullah SAW ada orang yang mengarang dan menulis sendiri bukunya, tapi akhirnya mengatakan bahwa ini dari Tuhan.

    “Maka Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. QS Al-Baqoroh 79

    “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. QS Al-An’am 93


  12. BAB VIII
    MENYOROT WAHYU, ILHAM, KUSYUF DAN MIMPI-MIMPI
    MIRZA GHULAM AHMAD

    Allah SWT berfirman mengenai usaha-usaha Iblis (jin fasik) dalam menyesatkan manusia:
    Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,(39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”.(40) QS Al-Hijr
    “dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.(119) Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.(120) An-Nisa
    Allah dan Rasul-Nya mengisyaratkan bahwa setiap manusia ada yang menyertainya:

    Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. QS An-Nisa 38

    Dalam beberapa hadits nabi kita mendapatkan beberapa keterangan sebagai berikut:
    روى مسلم عن ابن قسيط ، حدثه : أن عروة حدثه : أن عائشة ، زوج النبي صلى الله عليه وسلم حدثته : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج من عندها ليلا ، قالت : فغرت عليه ، فجاء فرأى ما أصنع ، فقال : مالك ؟ يا عائشة ! أغرت ؟ . فقلت : وما لي لا يغار مثلي على مثلك ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أقد جاءك شيطانك ؟ قالت : يا رسول الله ‍‍! أو معي شيطان ؟ قال : نعم .قلت : ومع كل إنسان ؟ قال : نعم . قلت : ومعك ؟ يا رسول الله ! قال : نعم ، ولكن ربي أعانني عليه حتى أسلم .
    روى مسلم عن عبد الله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الجن . قالوا وإياك ؟ يا رسول الله ! قال : وإياي ، إلا أن الله أعانني عليه فأسلم ، فلا يأمرني إلا بخير.
    Dalam ayat dan dua hadits di atas menunjukkan bahwa setiap manusia tanpa kecuali (termasuk Mirza) ada syetan/jin yang selalu menyertai dan menggodanya. Perbedaannya, untuk seorang nabi dan rasul, Allah melindunginya dari gangguan tersebut, sementara bagi selain nabi dan rasul Allah tidak menjaminnya.
    Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS Al-Haj 52

    Di sinilah persimpangan jalan apa yang diterima Mirza Ghulam Ahmad, apakah benar-benar sebagai wahyu Allah atau memang bisikan Jin dan manuisa (minal jinnati wannas) ? Dan oleh karena ternyata Mirza bukan nabi dan bukan rasul (dengan bukti-bukti yang nyata), maka jelas itu semua bisikan Jin dan manusia, buka wahyu Tuhan ?

    Dalam Al-Quraan terdapat puluhan ayat mengenai Jin, Syetan, Iblis dan Ifrit dengan lebih dari 140 cara mereka berinteraksi dengan golongan manusia.

    Untuk itu kita diperintahkan Allah SWT untuk senantiasa berlindung dari waswasahnya:

    Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.(1) Raja manusia.(2) Sembahan manusia.(3) dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,(4) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.(5) dari (golongan) jin dan manusia.(6) An-Nas.

    Setelah kita membedah kitab Tadzkirah dari berbagai sisinya, maka kesimpulan akhirnya adalah bahwa wahyu, mimpi, ilham dan kasyaf yang dialami Mirza Ghulam Ahmad bukanlah datangnya dari Allah atau bukan melalui malaikat Jibril, tapi itu merupakan rekayasa Jin dan Syetan yang sejak Nabi Adam AS diturunkan ke bumi akan terus menggoda dan menyesatkannya.

    Syekh Badruddin bin Abdullah Asy-Syibly Al-Hanafi, seorang ulama ahli hadits yang wafat tahun 769 H dalam kitabnya ”Aakamul Marjan fi ahkamil Jaan” yang ditahqiq oleh Ibrahim Muhammad Al-Jamal pada tahun 1402 H/1982 M menjadi judul yang cukup menarik ”Ghoroib wa Ajaibul Jin kama yusowwiruhal Quran wass Sunnah” (Keanehan dan Keajaiban Jin seperti digambarkan Al-Quran dan As-Sunnah) menguraikan bahwa ada lebih dari 140 cara berinteraksi antara Jin, Syetan dan Iblis terhadap manusia, sebagai komitmen mereka ketika dilaknat Allah setelah menggoda Adam dan Hawwa. Begitu juga DR. Umar Sulaiman Al-Asyqor seorang ulama masa kini menulis tentang Dunia Jin dan Syetan dalam bukunya ””Alamul Jin wasy Syayatin” (dunia jin dan syetan).

    Dari telaahan dua buku tersebut, jelaslah bahwa yang datang kepada Mirza dan membisikkan wahyu-wahyu, ilham, mimpi dan kasyaf adalah Jin Syetan Iblis dalam rangka penyesatan ummat manusia melalui Mirza.

    Sebelum membicarakan bagaimana Jin (syetan) berperan dalam perkembangan segala pengakuan Mirza dan yang datang kepada Mirza sebenarnya Waswasah Jin dan Manusia, terlebih dahulu kita urain dunia Jin dan Syetan secara singkat. Siapa dan apa Jin itu ? Dia adalah dunia lain selain Manusia dan Malaikat. Namun antara jin dan manusia ada beberapa point yang sama, yakni berakal dan berpengetahuan, dikenai beban taklif (pelaksanaan) agama, diberi pilihan melakukan kebaikan dan kejahatan. Perbeadaanya adalah asal-usul penciptaan dan kelebihan kemampuan yang diberikan Allah kepada keduannya, jin bisa melihat kepada manusia, sementara manusia (pada umumnya) tidak bisa melihat mereka.

    Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. QS Adz-Dzariyaat 56
    Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia Telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu sementara kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami Telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. QS Al-A’raf 27
    Dan kami Telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. QS Al-Hijr 27
    Dan dia menciptakan jin dari nyala api. QS Ar-Rahman 15

    Ibnu Abdil Barr mengatakan, dalam bahasa Arab kata Jin tidak ditambah dengan kata lain : Jinny, bila yang dimaksud yang sering tinggal di rumah-rumah dengan golongan manusia disebut, ‘amir, ‘ammar, yang suka mengganggu anak-anak disebut arwah, yang jahat dan mengganggu manusia disebut syaiton, lebih jahat lagi dari itu disebut, ifrit (jin yang mempunyai kekuatan lebih dalam gerak yang cepat) dan iblis (jin yang fasik).

    a. Cara Jin/ Syetan menggoda dan beinteraksi dengan manusia sebagai berikut :

    1. Wahyu syaiton :
    …Sesungguhnya syaiton itu membisikkan ( selalu mewahyukan ) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kalian; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. QS Al-An’am 121.

    2. Ighwa ( proses penyesatan ) Syaiton
    Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. QS Al-Hijr 39-40

    3. Waswasah ( bisikan jahat ) Syaiton
    Yang senantiasa membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia(5) dari kalangan Jin dan manusia(6) QS An-Nas 5-6

    Untuk Mirza Ghulam Ahmad telah terjadi seperti diisyaratkan dalam 2 ayat ini.

    a. Setelah dibedah Tadzkirah menunjukkan bahwa wahyu, ilham, kusyuf dan mimpi Mirza tiada lain dari waswasah Jin. Bukti lain adalah ketika dia mimpi jadi Tuhan (lihat Tadzkirah 195-198) dan ketika mimpi melihat Tuhan menanda-tangani kertas-kertas dengan tinta merah dan tinta itu tumpah atau netes di bajunya Mirza, kemudian terbangun sadar ada bekas tinta merah netes di bajunya (Tiryaq al-qulub 33 dan Haqiqatul wahyi 255, lihat An-Nadwy 84). Ini tidak mungkin dari Allah Yang Maha Suci, jelas ini pekerjaan Jin. Karena Jin bisa melakukan hal-hal seperti itu, bahkan lebih dari itu. Tapi tidak bisa menyerupai nabi dalam mimpi (hadits), apalagi menyerupai Tuhan. Dia bisa berubah bentuk, jadi manusia atau binatang, seperti dalam pristiwa perang badar :
    Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya. QS Al-Anfal 48
    Bahkan dalam sebuah hadits diterangkan, bahwa Syetan bisa memberikan nasihat yang benar, menyuruh Abu Hurairah RA memaca ayat kursi, sabda Rasulullah kepada beliau:
    أماإنه صدقك وهو كذوب
    Juga kita dapatkan bagaimana mereka bisa membantu Nabi Sulaiman dengan seizin Allah.
    Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya,(36) dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan, semuanya ahli bangunan dan penyelam,(37) dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu.(38) QS Shaad 36-38.
    …. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.(12) Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku)… (13) QS Saba 12-13.
    Baca kitab :
    عالم الجن والشياطين للدكتور عمر سليمان الأشقر مكتبة الفلاح الكويت
    غرائب وعجائب الجن للشيخ بدر الدين عبد الله الشبلي الحنفي
    b. Waswasah dari kalangan manusia. Ini juga terjadi pada Mirza, di mana pada masa hidupnya dikelilingi oleh teman-temannya, di antara yang paling dominan untuk mensupport segala pengakuan Mirza adalah Al-Hakim Muruddin, setelah Mirza wafat dia menjadi Kholifanya yang pertama. Pengganti Mirza oleh temannya itu, (bukan dari keluarga) sempat menjadi masalah besar pada waktu itu, sehingga Kholifah I ini harus mengeluarkan stetment-stetment kekhalifahan yang jauh dari system kekholifahan dalam Islam. Coba perhatikan bagaimana peran waswasah manusia yang bernama Al-Hakim Nuruddin ini terhadap Mirza dalam hal pengakuannya sebagai Al-Masih. Dalam kitab : “Maktubat Ahamdiyah Juz 5 hal. 58. Pada tanggal 24 Januari 1891 Mirza membalas surat kepada Al-Hakim Nuruddin : “ Al-ustadz Al-karim telah bertanya-tanya, apa sulitnya anda mengaku sebagai / menyerupai Al-Masih yang turun di Damaskus sebagai bukti seperti dalam hadits ? Mirza menjawab: Ketahuilah bahwa saya tidak harus demikian, tugas saya hanya memasukan manusia menjadi hamba-hamba Allah yang tawadhu dan taat.” Tapi kenyataanya jutru pada tahun itu pula dia mendakwakan diri sebagai Al-Masih dan mengarang 3 kitab (Fathul islam – Taudhih maram – Izalat auham) sebagai penguatan terhadap pengakuannya itu. Bahkan bagaimana Mirza menafsirkan kota Damaskus dengan Qodian, yang akhirnya bikin menara putih sendiri supaya pas bahwa Al-Masih turun seperti dalam hadits, semuanya atas ide/usulan Al-Hakim Nuruddin. Penafsiran 2 jubah kuning menjadi penyakit mygren dan kencing manis yang sering diderita Mirza, juga atas usulan dia. Takwilan dan tafsiran Al-Quraan dan Hadits juga istilah-istilah keagamaan dengan mazaz, isti’arah, semuanya atas usulan dan ide-idenya. Ide faham wafatnya Isa dan kuburnya di Kasymir juga atas ide/usulan Nuruddin. Yang akhirnya Mirza mengaku sebagai Nabi dan Rasul, itu juga tidak lepas dari benih fikirannya dan dia dengan semangat membela fikiran-fikiran Mirza seperti itu semua.(An-Nadwy halaman 54-69).

    4. Aktifitas Syaiton lainnya :
    Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang sangat jahat. QS Al-Haj 3
    Komentar saya : ( bermujadalah dalam urusan yang terkait dengan Alloh tanpa ilmu kemungkinannya mengikuti arahan syetan, maka inilah pentingnya disiplin ilmu, terutama disiplin ilmu yang terkait dengan kalamullah {Al-Quran} yang berbahasa Arab, paling tidak disiplin ilmu bahasa arab )
    Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ” Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. QS Al-Isra 53
    Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. QS An-Nisa 60
    Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. QS Al-Haj 53

    Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Syaitan itu selalu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. QS An-Nisa 120

    Masih sangat banyak ayat-ayat Al-Quraan dan As-Sunnah berbicara tentang interaksi antara jin/syetan dengan manusia.

    b. Tidak ada jaminan Mirza Ghulam Ahmad tidak diganggu Jin dan Syetan.

    1. Syetan akan menggoda manusia dengan cara menanamkan rasa seolah diberi kekuasaan lebih oleh Allah.

    Contoh untuk Mirza dalam Tadzkirah 525 dan 656 dia menerima wahyu :
    إنما أمرك إذا أردت شيئا أن تقول له كن فيكون
    ”Sesungguhnya urusanmu itu, apabila engkau menghendaki sesuatu (hanya) engkau katakan KUN (jadilah) maka akan terjadi”.
    Sementara hak seperti itu adalah hak Allah:
    “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia. QS Yasin 82.

    Mirza sendiri mimpi jadi tuhan, lihat Tadzkirah dalam halaman 195 – 198 Mirza bercerita mimpinya seolah-olah menjadi tuhan. Ingat mimpi seorang nabi dan rasul adalah benar (wahyu pada tahun 1891 M umur Mirza 56 th) sementara Nabi Yusuf bermimpi sebelum jadi nabi dan masih kanak-kanak.
    رأيتني في المنام عين الله وتيقّنت أنني هو … وأعني بعين الله رجوع الظل إلى أصله … الخ …
    Kita perhatikan kata هو kembali kemana ? kalau ke عين mestinya هي karena mu’nnats, nah tidak ada pilihan lain هو kembalinya kepada lafadh الله dengan arti bahwa dia sangat yakin bahwa dia mimpi jadi Allah.
    Dalam Tadzkirah halaman 98, 412, 700 Mirza (yang mengaku Isa ibn Maryam) mengaku menerima wahyu :
    ….. سِرُّك سِرِّيْ (98)….. أنت مني وأنا منك.. (412) ..ظهورك ظهوري … (700)

    Dalam halaman 636-637 Mirza (merasa) menerima wahyu seperti ini:
    أنت مني بمنزلة عرشي – أنت مني بمنزلة ولدي – أنت مني بمنزلة لايعلمها الخلق – إذا غضبتَ غضبتُ – وكلما أحببتَ أحببتُ – من عادى وليّا لي فقد آذنته للحرب-
    إني مع الرسول أقوم – وألوم من يلوم …
    Di halaman lain (412 dan 436) berbunyi : أنت مني بمنزلة أولادي أنت مني وأنا منكkalimat ini sangat jelas kata-kata kufur dan tidak mungkin asalnya dari Allah, jelas maksud walad dan aulad itumakna hakikinya, sebab diperkuat oleh kata seterusnya. Anak itu bagian dari Bapa dan Ibunya. Maha suci Allah dari tuduhan Mirza yang congkak ini.
    Di halaman lain أنت مني بمنزلة توحيدي di halaman lain أنت مني بمنزلة تفريدي
    “Engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) Arasy (singgasana)-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan yang tidak (bisa) diketahui oleh makhluk (apapun). Apabila engkau (Mirza) marah, aku (Allah)-pun marah, dan manakala engkau (Mirza) cinta aku (Allah)-pun cinta, barang siapa yang ……………………. , sesungguhnya aku (Allah) selalu bersama rasul-Nya berdiri (kemana saja), dan aku (Allah) menghujat orang yang menghujat (mu). Pada halaman-halaman lain : “engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) anak-anak-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dan Aku (Allah) bagian darimu (Mirza), engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) tauhid-Ku, engkau (Mirza) adalah (bagian) dari-Ku dengan kedudukan (seperti) ketunggalan-Ku”

    Bahkan dalam buku “Al-Manhaj Al-Qurany fi ilaj assihry wa almassi asysyaitony” yang ditulis oleh Syekh Usamah Al-Udhy, ada jin Failosuf yang sangat pintar membantu manusia memberikan ide dan pemikiran-pemikiran syaitoniyyah. Perasaan Mirza dan pandangan sahabatnya bagus dan masuk akal, padahal itu hasil rekayasa syetan, sebab ketika kita amati ternyata dasar dan konsep pemikirannya berasas dari takwilan-takwilan nash yang bukan pada keharusannya dan bukan pada tempatnya, terutama yang menyangkut masalah ghoibiyyat.

    Kita dapatkan keterangan Al-Quran sebagai berikut :

    Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” menjawab Iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. QS. Al-A’raaf 12.

    2. Mirza sering hysteris, dalam Siratul Mahdi riwayat nomor 369 : “Al-Masih dan Al-Mahdi (Mirza Ghulam) mempunyai penyakit Hysteria (gangguan syaraf), sehingga dia (Mirza) suka terjatuh ke bumi dan tidak bisa mengimami salat” Ini adalah kesaksian orang yang paling dekat dengan Mirza, bukan dari musuhnya. Kalau Rasulullah dahulu dituduh punya penyakit hysteria oleh orang-orang kafir dan yang memusuhi beliau. Hal ini dengan entengnya MA Suryaman menepis dalam tulisannya “Bukan Sekedar Hitam Putih”. . Adalah benar bahwa Hz. Mirza Bashir Ahmad menyebutkan dalam buku Siratul Mahdi bahwa Ummul Mukminin telah menyebutkan Hz. Masih Mau’ud a.s. menderita hysteria, namun Ummul Mukminin bukanlah seorang dokter dan ia mengekspresikan sakit migraine yang diderita Hz. Masih Mau’ud a.s. sebagai hysteria. Tidak ada argumentasi lain yang dapat dipakai berdasarkan kesalahan ungkapan yang digunakan oleh Ummul Mukminin. Adalah benar bahwa beliau menderita sakit migraine, dan sehubungan dengan ini kita layak untuk mendapatkan keterangan berdasarkan terminologi kedokteran bahwa sakit migraine hampir selalu dialami oleh jenis orang yang sangat aktif [mengoperasikan otaknya], berkemampuan tinggi dan memiliki intelegensia (Pric e’s Text Book of Medic ine, hlm. 1502) – sehingga tidak ada lagi keberatan mengenai apa dan bagaimana sakit migraine itu.. selesai.

    Orang yang mempunyai gangguan syaraf seperti ini sangat mudah untuk diwaswasah oleh Jin atau Syetan.

    3. Dalam suatu kasyaf Mirza pernah melihat kaca yang di atasnya ada tulisan :
    خاكساربيبرمنت
    “Saya adalah Pepermint” Lihat Tadzkirah halaman 525

    Ibnu Taimiyyah (lihat kitab Fatawa Juz 11/309) beliau pernah bertanya kepada para orang tua yang pernah/sering berhubungan dengan Jin, mereka mengatakan bahwa “sesungguhnya Jin itu sering memperlihatkan kepada kami kilatan seperti air dan kaca, mereka menampakkan pada air atau kaca apa yang kami minta dan mengabarkannya ……..”
    Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawanya Juz 11/238-239 mengatakan : “Orang-orang yang mengaku menerima wahyu itu (setelah Rasulullah SAW wafat) sebenarnya yang datang kepada mereka adalah arwah (jin), terkadang menjelma di hadapan mereka, itu adalah Jin dan Syetan yang disangka oleh mereka Malaikat, seperti Arwah yang biasa bicara dengan penyembah bintang dan patung-patung”.

    4. Mirza tidak pernah istighfar kepada Allah, sementara Rasulullah SAW sehari semalam beristighfar lebih dari 70 kali samapai 100 kali istighfar. Dalam Sirotul Mahdi riwayat nomor 1 “Dia (Mirza) tidak pernah beristighfar kepada allah sama sekali”. Hal ini sangat masuk akal, sebab pujian dan sanjungan yang begitu tinggi dari (yang dianggap wahyu) Allah sangat banyak dan (boleh dibilang) berlebihan. Jadi Mirza sangat percaya diri bahwa dirinya sangat suci dan tak pernah merasa punya dosa sama sekali. Dia merasa dilebihkan luar biasa oleh Allah SWT. Padahal inilah talbisu iblis (tipu daya iblis), kita bisa baca dalam kitab “Talbisu Iblis” karangan Ibnul Jauzy.

    5. Tidak pernah I’tikaf, dalam Sirotul Mahdi riwayat nomor 66 “Dia (Mirza Ghulam) tidak pernah I’tikaf sama sekali (selama Ramadhan). Padahal Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya, apalagi menjelang dekat ajal beliau.

    6. Mirza jarang baca Al-Quraan dan tidak hafal Al-Quraan. Dalam Sirotul Mahdi riwayat nomor 553 : ”Dia (Mirza Ghulam) hanya sedikit sekali menghafal Al-Quraan”. Padahal sebagai penerus dan penegak estafeta kenabian dan kerasulan Rasulullah SAW, mestinya (dengan seizin Allah) betul-betul hafal dan faham Al-Quran.

    Dari keterangan dan kondisi pribadi Mirza di atas sangat masuk akal dan mungkin sekali, atau kita boleh yakin bahwa yang menyertai Mirza adalah Jin/Syetan (minal jinnati wan naas).


  13. BAB IX MIRZA GHULAM AHMAD SEBAGAI ISA AL-MASIH YANG DIJANJIKAN a. Doktrin Ahmadiyah tenang Isa Al-Masih Telah banyak tulisan-tulisan tentang teori/konsep wafatnya Nabi Isa ibnu Maryam yang disampaikan oleh pihak Ahmadiyah, bahkan teori paling utama dalam menyusun uraian ajaran Ahmadiyah. H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. salah seorang petinggi dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Qadian) tahun 1994 dalam tulisannya “TIGA MASALAH PENTING” mengatakan : “Kepercayaan tentang masih hidupnya Nabi Isa as di langit, merupakan salah satu bahaya besar bagi agama Islam. Kaum Muslimin yang percaya bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit dengan jasad kasarnya dengan tidak sadar mereka telah mendukung dan membantu kelangsungan hidup agama Kristen serta lebih memuliakan Nabi Isa as dari pada Nabi Besar Muhammad s a.w. sendiri…. Kaum Muslimin yang beranggapan bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit dengan badan kasarnya, mereka telah masuk kedalam golongan orang-orang yang syirik…. Mirza Ghulam Ahmad bersabda, bahwa maju dan hidupnya agama Islam banyak bergantung kepada wafatnya Nabi Isa as …” Al-Ustadz Nadzir Ahmad Mubasyir As-Sialkoty dalam bukunya “Al-Qaol As-Sorih fi dzuhuril Mahdi wal Masih” tahun 1961 menulis lengkap teantang teori dan konsep wafat Al-Masih. Dalam tulisan pertamanya mengatakan : “masalah wafat Al-Masih ibnu Maryam AS adalah masalah utama dalam keyakinan kami golongan Ahmadiyah…. “ (halaman 1). Delapan konsep beserta dalil-dalilnya dari Al-Quran dan Al-Hadits diurai dengan pendekatan pentakwilan dan isti’arah dari hampir semua dalil yang dipakai. Rupanya hampir semua teori/konsep wafat Al-Masih Isa ibnu Maryam yang ditulis belakangan beserta uraian mantiqnya diambil mentah-mentah dari buku kecil ini (kecil dan sederhana bentuknya tapi sangat besar bahayanya terhadap aqidah ummat Islam). Pantaslah kalau banyak ulama pada zaman Mirza dan terus pada zaman kholifah-kholifahnya menganggap golongan ini sesat dan menyesatkan, bahkan dihukum kafir dengan ijma ulama masa kini, seperti Rabitoh Alam Islamy (ijma para ulama dari seratus lebih negara dunia Islam), Komisi fatwa Mu’tamar Islamy dan Komite Besar para ulama Kerajaan Saudi Arabia. Juga fatwa-fatwa ulama Mesir, negara-negara Syam (Syria dan sekitarnya), negara arab Afrika, India dan terakhir fatwa Majlis Ulama Indonesia. Oleh karena itu merupakan kewajiban kita untuk penuh perhatian kepada masalah-masalah ini, bahkan kalau perlu melenyapkan buku-buku seperti itu, bukan hanya menyanggahnya. Ahmadiyah memang serius sekali dalam meyakinkan orang lain bahwa Nabi Isa As telah wafat seperti nabi-nabi lainya dan dikubur seperti biasa, bahkan kuburannya ada di Srinagar India, itupun setelah Mirza berijtihad 3 kali salah dalam kurun waktu 9 tahun. Namun sebenarnya dari usaha tersebut punya tujuan khusus, yakni memuluskan pengertian/takwilan hadits-hadits tentang turunnya kembali Nabi Isa As dan siapa lagi kalau bukan Mirza Ghulam Ahmad sekaligus sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Mereka mengatakan: ”bahwa yang dimaksud dengan turunnya Isa ibnu Maryam adalah dibangkitkannya seorang laki-laki lain dari ummat Al-Musthofa SAW sebagai duplikat Isa ibnu Maryam dalam sifat, kerja dan tingkah lakunya, telah bangkit orang yang dijanjikan itu di Qodian India dengan nama : Mirza Ghulam Ahmad … sebagai Imam Mahdi yang telah dijadikan Allah sebagai duplikat Al-Masih Isa ibnu Maryam AS, dialah Al-Masih yang dijanjikan, dialah Imam Mahdi bagi ummat Muhammad yang telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW kebangkitannya dalam haditsnya : ” … La Mahdiya illa Isa ibnu Maryam” (Ibnu Majah, kitab fitan). Ini tiada lain bentuk penyesatan dan kesalahan fatal dalam keyakinan bahwa Isa ibnu Maryam itu adalah sosok yang sama sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Sementara hadits tersebut dinilai oleh para ulama hadits semisal An-Nasay, Adz-Dzahany dan Al-Albany sebagai hadits mungkar dan sebagai hadits do’if oleh Al-Hakim, Al-Baihaqy, Al-Qurtuby, Ibnu Taimiyyah. Bahkan oleh Ash-Shoghony dikatagorikan hadits maudhu, hadits yang dibuat-buat bukan dari Rasulullah SAW (lihat Minhajussunnah, Ibnu Taimiyah Juz 8/256, As-sowaiq al-muhriqoh, Al-Haitamy Juz 2/476 dan As-Silsilah Adh-Dhoi’fah, Al-Albany 77). b. Dalil-dalil Ahmadiyah terkait dengan wafat Nabi Isa AS dan sanggahannya. Dalam menyingkap tabir misteri konsep kematian Isa Al-Masih, bagi Ahmadiyah ada dua konsep utama dan satu natijah (kesimpulan). Konsep pertama adalah bahwa Isa ibn Maryam AS telah meninggal seperti nabi-nabi yang lain dan kuburnya ada di Srinagar India, keyakinan bahwa beliau masih hidup di langit adalah khurafat dan tidak ada dasarnya. Konsep kedua adalah bahwa seluruh hadits yang ada terkait dengan turunnya Isa ibnu Maryam AS bukan pada dhahirnya dan semuanya harus ditakwilkan. Oleh karena itu natijahnya adalah bahwa maksud turunya Isa ibnu Maryam AS dalam hadits-hadits itu bangkitnya duplikat yang serupa dengan Isa ibnu Maryam AS, itulah dia Mirza Ghulam Ahmad Al-Qodiany. Untuk itu kalangan Ahmadiyah terus mengumpulkan dalil-dalil untuk kedua konsep tersebut di atas demi memuluskan dan melicinkan natijahnya. Di sini kita coba ambil contoh dari 5 buku atau tulisan pihak Ahmaiyah mengenai dalil-dalil yang dipakai terkait dengan wafat nabi Isa AS. (a). Al-Masih An-Nashir AS fil Hindy (terjemahan bahasa Arab) oleh Mirza Ghulam Ahmad, (b). TIGA MASALAH PENTING oleh : H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Qadian) 1994 (c). Al-Qaol As-Shorih fi dhuhuril Mahdi wal Masih oleh Nadzir Ahmad M As-Sialkoty. (d). Wafatul Masih ibn Maryam wal murod min nuzulihi, terbitan Ahmadiyah Internasional berbahasa Arab. (e) Teologi Ahmadiyah oleh Abdussalam Madsen, terbitan Majalah Sinar Islam. Kami ringkaskan sebagai berikut : 1. Ahmadiyah bependapat bahwa sunnatuLLAH secara umum bagi seluruh bani Adam hidup di bumi, bagaimana bisa Isa ibnu Maryam AS hidup di luar sunnah ini ? Kita jawab, bahwa yang mengatur dan menciptakan sunnah alam ini adalah Allah Yang Maha Kuasa, yang Maha Kuasa pula mengecualikan apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada yang harus diprotes atau harus dipertanyakan. Lebih aneh mana Isa ibnu Maryam masih hidup di langit dengan kelahirannya dari seorang ibu tanpa (pembuahan) dari seorang bapa, apalagi Adam, tanpa ibu dan tanpa bapa ? Bukankah ini menyalahi sunnatuLLAH seperti dikatakan Ahmadiyah ? Setiap pertanyaan Ahmadiyah adalah jawabannya sendiri dari pertanyaan itu. Lihat juga ketika Allah menjelaskan bagaimana kehidupan para syuhada setelah mereka mati seperti biasa ! Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. 2. Ahamdiyah berdalil dengan : Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Ali Imran 144 Mereka berpendapat bahwa semua para Nabi telah wafat seperti biasa, karena kalimat ( khala) berarti mati. Abu Bakar RA pun berdalil dengan ayat ini untuk menyadarkan para shabat bahwa Rasulullah telah wafat, karena semua Nabi terdahulu juga sudah (mengalami) wafat. Maka sepakatlah para sahabat tentang kewafatan Nabi SAW dan kewafatan para nabi terdahulu sebelum Rasulullah SAW. Kita jawab, kalaulah kita terima bahwa (khola) artinya mati, tapi apa salahnya bahwa Allah mengkhususkan Isa ibnu Maryam sesuatu yang luar biasa, subungan fenomena Isa ibnu Maryam memang lain mulai dari kelahirannya tanpa pembuahan dari seorang bapa, masa bayi dan juga setelah menjadi nabi, apalagi ketika peristiwa usaha penyaliban dan pembunuhannya. Bisa saja berarti seluruh Nabi telah meninggal kecuali Isa AS sehubungan ada nash Al-Quran di ayat lain mengkhususkan hal tersebut. Takhsis dengan dalil yang terpisah bisa diterima di kalangan ahli ilmu. Apalagi kalimat Ar-Rusul (makrifat) dalam ayat ini bukan menunjukkan ma’na umum, kalau mereka faham beda antara ma’na umum dan ma’na khusus. Oleh karena itu dari mana Ahmadiyah mengatakan bahwa telah ijma sahabat bahwa semua nabi telah wafat termasuk di dalamnya Isa ibnu Maryam, ini kebohongan besar terhadap para sahabat. 3. Ahmadiyah beranggapan bahwa Isa ibnu Maryam diangkat ke langit hidup-hidup, duduk di samping (kanan) Allah dan akan turun kembali dengan jasad kasarnya ke bumi di akhir zaman dihantar oleh malaikat, pada hakikatnya adalah pendapat yang bathil/salah, diambil dari keyakinan orang Kristen, bukan dari ketetapan Al-Quran. Kita jawab, bahwa pendapat Isa ibnu Maryam masih hidup dan akan turun dari langit dengan jasadnya di akhir zaman adalah benar dan didukung oleh mantuq Al-Quran dan Sunnah (hadits). Adapun kata … duduk di samping (kanan) Allah … bukanlah dari perkataan orang Islam. Ahamdiyah berdalil dengan dalil yng dipakai non Ahmadiyah, bedanya dalam istidlah, maka jelas hasilnya akan berbeda. 4. Menurut Ahmadiyah, Allah telah membatalkan aqidah seperti itu (Isa masih hidup dan akan dikembalikan ke bumi) dalam firman-Nya : Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang Telah kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang Telah kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka. QS Yasin 31 Artinya bahwa orang yang sudah meninggal/mati tidak akan dikembalikan kedunia ini selamanya, bagaimana Isa ibnu Maryam dikembalikan kedunia (sementara beliau telah mati) ? ini bertabrakan dengan firman Allah tersebut. Kita jawab, pertama: ayat ini tertuju kepada orang kafir supaya mengambil pelajaran dari orang-orang yang mendustakan para rasul yang telah dibinasakan sebelum mereka, bagaimana mereka tidak dikembalikan lagi kedunia ? kedua: ayat ini sedang berbicara orang-orang yang telah mati, orang-orang islam berkeyakinan Isa ibnu Maryam belum mati (biasa) masih hidup (sesuai dengan kekuasaan Allah) ? dalil itu bukan untuk dipertentangkan. Ketiga : Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk mengembalikan orang mati jadi hidup sekali lagi, itu terjadi dan tidak ada yang sulit bagi-Nya. Bukankah kita dapatkan dalam Al-Quran bahwa Isa AS pernah menghidupkan orang mati dengan seizin Allah ? Bahkan yang lebih aneh lagi Isa AS pernah membuat seekor burung dari tanah liat kemudian ditiupkan kepadanya dengan seizin Allah maka terbanglah menjadi seekor burung. Coba simak kisah dalam surat Al-Baqoroh, kemudian qisah Nabi Ibrahim AS. Maka bagi Allah tidak ada yang sulit kalau Allah menghendakinya, temasuk mengangat Isa ke langit dan masih hidup, juga akan datang kembali dengan cara Allah sendiri, walaupun di luar sunnah kauniyah seperti biasanya. Tidak ada yang sulit bagi Allah. 5. Orang Ahmadiyah mengatakan bahwa kalau seandainya seorang nabi yang telah wafat mungkin kembali lagi ke dunia, maka yang paling pantas kembali adalah Nabi Muhammad SAW karena beliau yang paling mulia, paling utama dan mengungguli seluruh para Nabi. Kita jawab, pertama : pernyataan seperti itu jelas sangat keliru, sebab pembicaran kita bukan masalah kembalinya seorang nabi setelah kematiannya, tapi kembalinya seorang nabi yang memang masih hidup ke bumi dengan seizin Allah. Kedua : Tidak mesti ketika ditetapkan Nabi Muhammad SAW lebih unggal dari pada nabi-nabi lain menolak mukzizat yang terjadi pada yang lainnya sementara tidak terjadi pada Nabi Muhammad SAW. Seperti Isa AS menyembuhkan kusta, belang, menghidupkan yang mati yang semuanya dengan seizin Allah. Mukjizat tongkat Nabi Musa AS, mukjizat Nabi Ibrahim AS dan lain sebagainya. Ketiga : Justru peritiwa diangkatnya nabi Isa kelangit dan masih hidup (dengan cara Allah) dan turun kembali ke bumi sebagai penerus risalah nabi Muhammad SAW, sebagai bukti jawaban terhadap Yahudi yang mengatakan bahwa mereka telah membunuh Isa AS,malah sebaliknya, nanti justru Isa-lah yang akan membunuh dajjal dan membunuh mereka. 6. Orang Ahmadiyah mengingkari diangkatnya nabi Isa, karena pengangkatan nabi Isa sama dengan pengangkatan nabi-nabi lain yang telah ditinggikan derajatnya oleh Allah. Allah berfirman mengenai nabi Idris AS : ’Dan kami Telah mengangkatnya ke martabat yang Tinggi’. QS Maryam 57 dan ini makna yang sama dengan diangkatnya Isa AS dalam ayat : ”… Sesungguhnya Aku akan mewafatkanmu (menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku …..” (55) dari QS Ali Imran dan di ayat itu tidak ada kata-kata “diangkat ke langit” dengan demikian Allah telah menggagalkan usaha pembunuhan orang Yahudi dan Allah telah mengangkat derajat Isa AS dan menjadikannya minal muqorrobin dan telah diangkat ruhnya seperti telah diangkatnya ruh-ruh para nabi yang lainnya. Kita jawab : pertama, Para ahli tafsir berpendapat banyak dalam tafsir ayat ini (Mayam 57). Ada yang berpendapat bahwa Allah mengangkat Idris AS hidup-hidup ke langit dan mati di sana. Ini riwayat dari Ibnu Abbas. Mujahid dan lainnya, maka pendapat ini menjadi jawaban terhadap dalil Ahmadiyah. Ada pendapat juga bahwa maksud diangkatnya adalah nanti di sorga dan kita yakin bahwa masuk sorga adalah jasad dan ruh. Diungkapkan dengan fiil madhi tidak ada masalah karena dalam Al-Quran banyak kejadian yang akan datang diungkapkan dengan fiil madhi dengan maksud penguatan terhadap kepastian terjadinya. Seperti dalam firman Allah : ”Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan…. (Azzumar 71) ”Dan Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.(Azzukhruf 72) Kedua : Kalaulah benar makna ayat itu ,meninggikan derajat nabi Idris, tapi tidak mesti artinya sama dengan untuk nabi Isa AS, karena dalam ayat tersebut dengan tegas dan jelas Isa AS diangkat oleh Allah jasad dan ruhnya dengan alasan sebagai berikut : Bahwa Allah memberi batasan kalimat ROF’U dengan jar ILAIHI, beda dengan ROF’U terhadap Idris AS dalam 2 tempat : Warofiuka ilayya dan bal rofaahuLLohu ilaihi. Dan bisa disimpulkan dari keterangan Al-Quraan dan Assunnah dan Ijma’ kaum muslimin bahwa Allah SWT fil Uluwwi (di atas yang batasan atas sendiri hanya menurut kita, tapi belum tentu atas bagi orang Indonesia atas menurut orang Amerika karena bumi ini bulat), maka jelas pengangkatan Isa ke atas langit, beda dengan pengangkatan nabi idris AS dengan kata Rofa’nahu tanpa ilaihi. Ini sangat beda artinya bagi orang yang betul-betul mengerti bahasa arab. Namun kalau memang ma’na rof’u artinya pengangkatan kedudukan dan pangkat, maka bagimana dengan hadits-hadits yang jelas dan qoth’i bahwa rof’u ilaihi artinya untuk ruh dan jasad, begitu juga dengan hadits tentang turunnya Isa AS di akhir zaman. Simaklah diantara hadits tersebut : إنَّ سعيدَ بنَ المسيَّبَ سمعَ أبا هريرةَ رضيَ اللهُ عنه: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم:«والذي نفسي بيدهِ، لَيُوشِكنَّ أن ينزلَ فيكُم ابنُ مريمَ حَكَماَ عَدْلاً، فيكسِرَ الصليبَ، ويَقتلَ الخِنزيرَ، ويَضَعَ الحرب، ويَفيضَ المالُ حتى لا يَقبَلَهُ أحد، حتى تكونَ السجدةُ الواحدة خيراً منَ الدنيا وما فيها…. رواه البخاري عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللّهِ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ، …… فَبَيْنَمَا هُوَ كَذٰلِكَ إِذْ بَعَثَ اللّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ. فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ. بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ. وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَىٰ أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ. إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطرَ. وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ. فَلاَ يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيـحَ نَفَسِهِ إِلاَّ مَاتَ…. الخ رواه مسلم Hadits-hadits dalam bab ini sangat banyak sekali, apakah bisa difahami bahwa nabi Isa diangkat hanya ruhnya saja ? Kalau memang yang dimaksud adalah diangkatnya Isa ke langit hanya ruhnya saja, apa bedanya kalau begitu Isa dengan orang mukmin lainnya ? Kemudian firman Allah SWT : …. وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا … بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ … dalil yang sangat jelas sejelas matahari disiang bolong dari faham yang diimani oleh orang-orang mukmin (selain Ahmadiyah), bahkan firma Allah .. bal rofaahullohu ilaihi .. menunjukkan bahwa pengangkatan dengan jasad dan ruhnya sekaligus, karena kalau maksudnya Isa mati seperti biasa, maka mungkin akan kita dapatkan : …. وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ بَلْ مَاتَ Ini jelas sekali bagi orang yang berfikir waras dan mempunyai maksud yang baik. 7. Orang Ahmadiyah berhujjah bahwa Nabi ketika mi’raj bertemu dengan para nabi, dan Nabi SAW bertemu Isa AS bersama Yahya AS pada kalangan para nabi yang telah wafat. Hal ini bisa kita jawab, bahwa Nabi SAW melihat Isa AS bersama Yahya AS di langit menunjukkan apa ? bukankah nabi Isa AS benar di langit, apa salahnyaa dengan kuasa Allah SWT Isa hidup di langit dengan jasad dan ruhnya beserta ruh para nabi lainnya ? masalah-masalah ghoibiyyat tidak bisa diukur dan dikiyaskan/dianalogkan dengan masalah yang nampak kelihatan dengan mata biasa kita. Ini dilihat oleh Nabi SAW dengan seizin Allah Yang Maha Kuasa atas segalanya. Mu’min yang sesungguhnya adalah yang beriman kepada apa adanya dari wahyu mulia, tanpa harus/mesti masuk akal atas hal-hal yang memang bukan urusan akal, tapi urusan mengimaninya. Memang kita dapatkan orang-orang Ahmadiyah pada dasarnya mengingkari peristiwa Mi’raj Rasulullah SAW dengan ruh dan jasadnya. Itulah konsep Ahmadiyah yang saling terkait satu dengan lainnya. 8. Ahmadiyah meyakini bahwa peristiwa penyaliban Isa AS bahwa Ia tidak diangkat hidup-hidup, tidak ada yang diserupakan, tapi benar-benar tergantung di tiang salib beberapa jam dan ketika diturunkan beliau pingsan dengan sangat sehingga disamarkan seolah-olah telah mati di atas kayu salib. Kemudian setelah peristiwa penyaliban itu, berhijrahlah nabi Isa dari Palestina menuju negri timur, Irak, Iran, Afghanistan, Kasymir, India dan hidup berumur 120 tahun. Kita menyimak seolah olah penulis riwayat ini betul-betul menyaksikannya dengan mata kepalanya sendiri, atau Isa AS bagkit dari kuburnya dan menjelaskan dengan rinci kepadanya. Cerita ini sangat jelas bagi orang yang berakal sehat, siapa saja bisa mengarang cerita seperti itu, bebas memang, namun permasalahannya dari mana cerita itu, selama 2000 tahun baru Mirza Ghulam Ahmad punya cerita seperti itu. Orang Kristen tidak punya cerita seperti itu, Rasulullah pun tidak pernah menceritakan rinci seperti itu, sementara ini masalah besar untuk masa mendatang. Kalau memang demikian (Isa mati di Srinagar India, seperti kata Mirza) mestilah Rasulullah tidak akan membiarkan masalah ini samar dan tidak jelas, mestilah Rasulullah akan mengkabar ghoibkannya. Kalau ternyata Ahmadiyah tidak punya dalil yang jelas dari cerita perjalanan Isa ke Srinagar India dan wafat di sana, maka cerita itu jelas fiktif dan bohong belaka alias ngarang-ngarang hanya untuk kepentingan memuluskan bahwa dia Isa ibnu Maryam yang dijanjikan. Cerita Ahmadiyah tentang perjalanan hijrah Isa ke India setelah peristiwa penyaliban adalah fiktif dan bukan cerita ilmiyah, cerita ghaib yang lalu seperti itu kebenarannya harus kabar dari Rasulullah SAW yang sudah dijamin benarnya, bukan cerita Mirza yang belum jelas kebenaranya. Memang menurut Ahmadiyah apa saja yang diceritakan Mirza adalah wahyu dan dijamin benarnya. Memang Mirza memberikan alasan-alasan dalam bukunya “Al-Masih An-Nashir fil Hindy”, tapi banyak keterangan-keterangan aneh. Pada kesempatan ini saya nantang Ahmadiyah, silahkan cari cerita ini dalam kitab-kitab sunnah (hadits) seluruhnya, jangan ada yang tersisakan, hingga bisa mendatangkan nash yang shahih dari Rasulullah SAW atau dari cerita para sahabat sekalipun. Insya Allah tidak akan pernah menemukannya, kecuali Ahmadiyah kalau membuat hadits palsu dan cerita palsu serta mengambil jalan pintas dengan cara ketidak jujuran ilmiyah. 9. Orang Ahmadiyah berdalih, bahwa ketahuilah Al-Quran Al-Majid tidak merekomendasikan seseorang naik ke langit dengan jasadnya dan lalu turun ke bumi, bukankah hal demikian pernah diminta Nabi SAW oleh orang-orang kafir naik ke langit lantas turun ke bumi dengan membawa sebuah kitab yang bisa dibacakan kepada mereka sebagai bukti bahwa dia pernah naik ke langit. Maka Allah menjawab atas permintaan itu dengan firman-Nya : … Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” QS Al-Isra 93 Kalau seandainya naik ke langit dengan jasad itu mungkin/bisa bagi seorang manusia, maka Nabi SAW lebih pantas untuk melakukan hal itu, dengan dilihat oleh orang-orang kafir supaya mereka beriman. Suatu hal yang tidak direkomendasikan bagi Nabi paling afdhol, bagaimana dengan boleh bagi Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW saja tidak diperkenankan Allah. Kita jawab: Ini adalah istidlal yang sangat serampangan dan nampak benar cara kebatilan dari konsep tersebut. Pertama: Kata Ahmadiyah manusia apa saja tidak diperkenankan Al-Quraan naik kelangit dengan jasad kasarnya, kemudian turun ke bumi, maka kita katakan, bahwa bagaimana peristiwa Mi’raj Nabi SAW yang pernah naik ke langit dengan jasadnya kemudian turun kembali ? Jumhurulmuslimin berpendapat bahwa Mi’raj dengan Jasad dan Ruh Nabi SAW, apakah mereka akan percaya begitu saja dan meninggalkan hujjah mereka? atau mereka akan mengingkarinya sambil mentakwil itu dan ini dengan enteng seperti kebiasaan orang-orang Ahmadiyah ? Kedua: Pendakwaan lebih umum dari dalil, maka istidlal tidak benar, yakni kalau ayat itu maknanya tidak diperkenankan, maka hal itu untuk 2 permasalahan. Yakni, naik ke langit dengan turun lagi sambil membawa kitab yang bisa dibaca, sementara permasalah di sini adalah satu point saja, yakni kenaikan ke langit, dan itu sesuatu hal yang tidak dilarang. Ketiga: Apakah dengan tidak diijabahnya permintaan itu mengandung arti tidak mungkin terjadi ? tentu setiap muslim berakal akan menjawab itu mungkin terjadi. Karena Allah Maha Kuasa tidak bisa ada yang bisa diprotes, baik terhadap yang kita lihat atau terhadap yang tidak bisa kita lihat. Malah ayat itu menunjukkan bahwa yang diminta itu mungkin saja terjadi dan tidak ada halangan untuk terjadi. Karena itu urusannya terserah Allah untuk merespon atau menolaknya. Rasulullah hanya sebatas menyampaikan risalah Allah dan menasehati mereka. Keempat: Kalau uslub ungkapan itu tidak diperkenankan (seperti pendapat Ahmadiyah), maka tidak diperkenankan dalam ungkapan seperti itu juga : Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dan bumi untuk kami, 90. Atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya, 91. Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. 92. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab yang kami baca”. Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” 93. QS Al-Isra. Apakah Ahmadiyah akan mengatakan bahwa tidak mungkinnya keluar mata air di bumi ini ? apakah Al-Quraan melarang hal itu ? Ini seperti lelucon saja. Atau Ahamdiyah tidak tahu bahwa Musa dengan memukulkan tongkatnya ke batu maka keluarlah 12 mata air memancar dengan seizin Allah ? dan lebih agung lagi yang terjadi pada Nabi SAW di mana bisa memancarkan mata air dari jemari beliau SAW. Kalu hal itu terjadi, kenapa kemungkinan naik ke langit menjadi tidak mungkin ? Bagaimana dengan firman Allah SWT : Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah (lintasilah), kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. QS Ar-Rahman 33. 10. Orang Ahmadiyah berdalih bahwa, wafat Isa AS seperti wafatnya para nabi yang lain adalah aqidah ummat dan para ulama. Kita Jawab : Ahmadiyah menyebutkan semuanya sekitar 14 orang tanpa merinci siapa ummat dan ulama yang tidak beraqidah demikian ? dan bagaimana pendapat para ulama lain yang telah sepakat bahwa Isa AS diangkat ke langit dan akan turun kembali ke bumi pada saatnya menjelang hari kiamat. Namun setelah kita teliti dalam kitab-kitab tafsir beliau ternyata itu adalah rekayasa Ahmadiyah dengan cara mentakwil, mengubah kalimat dan mengganti kata-kata, seperti Ibnu Maryam dalam hadits bukan hakikatnya, begitu juga istri Fir’aun, Maryam binti Imran itu adalah hanya sifat dari orang-orang mukmin. Begitulah nash-nah Al-Quran dan Hadits di tangan Ahmadiyah bagaikan sebuah bola di tangan anak kecil yang menjadi mainan. 11. Kesimpulan mereka setelah menguraikan ayat-ayat dan hadits-hadits dengan berbagai cara pentakwilannya, maka maksud dari turunnya nabi Isa AS adalah dibangkitkannya sosok manusia lain dari ummat Muhammad SAW ini, sebagai duplikat Isa ibnu Maryam dalam sifat, kerja dan tingkah-lakunya. Sunggung telah hadir di tengah kita Isa yang dijanjikan itu di Qodian India dengan nama Mirza Ghulam Ahmad juga beliau sekaligus sebagai Imam Mahdi. Allah telah menjadikan beliau sebagai duplikat Isa Ibnu Maryam AS. Maka beliaulah Al-Masih yang dijanjikan dan sekaligus sebagai Imam Mahdi bagi ummat nabi Muhammad SAW. Kita jawab: Saya kira tidak usah panjang lebar menjawabnya karena telah dijawab oleh para ulama dulu sampai sekarang dan telah dibongkar kebohongan-kebohongan Mirza dan para pengikutnya. Ada 4 buku yang cukup bagus untuk dibaca : Bahasa Indonesia : 1. Mengapa saya keluar dari Ahmadiyah Qodiani – Ahmad Hariadi, Mantan Muballigh Ahmadiyah yang cukup gigih di Indonesia. 2. Ahmadiyah (Kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman) judul asli Al-Ahmadiyah ’Aqoid wa Ahdas, oleh Hasan bin Mahmud Audah– asli arab Palestina – Mantan Muballigh dan Direktur Umum Seksi Bahasa Arab Jemaat Ahamdiyah Pusat London). 3- القدياني والقاديانية لأبي الحسن علي الحسني الندوي 4- الأحمدية – دراسة وتحليل- للشيخ إحسان إلهي ظهير 12. Ahmadiyah berpendapat, bahwa hampir semua hadits yang membicarakan tentang Dajjal, turunnya kembali Isa Al-Masih dan tanda-tandanya adalah kusyuf dan mimpi Nabi SAW tidak mungkin diartikan leterleg apa adanya, kebanyakan membutuhkan takwilan-takwilan. Misalkan lafadz (Ibnu Maryam) yang ada dalam hadits sesungguhnya suatu sifat yang digunakan untuk orang taqwa dan mukmin, seperti (Imroat Fir’aun dan Maryam binti Imran) adalah sifat bagi setiap mukmin dalam Al-Quran Al-Majid). Kita jawab, inilah cara Ahmadiyah berkelit, ketika tanda-tanda fisik atau kondisi ketika Isa AS datang tidak cocok dengan Mirza dan sifat-sifatnya, serta memojokkan Mirza sebagai bukti bahwa dia bukan duplikat Isa apalagi Isa ibnu Maryam yang sesungguhnya, alias Mirza adalah Isa palsu dari India. Inilah errornya cara istidlal Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya. Namun para pengikutnya belakangan setelah Mirza berlalu 100 tahun mereka pura-pura tidak tahu kebohongan-kebohongan Mirza, padahal sudah begitu banyak para ulama membongkarnya, bahkan orang dalam sendiri telah mengeluarkan isi perut Ahmadiyah yang sebenarnya semisal Hasan bin Mahmud Audah (Mantan Muballigh Ahamdi dan Direktur Umum Seksi Bahasa Arab Jema’at Ahmadiyah Pusat London Inggris) yang telah mempelajari Ahmadiyah langsung dari literatur yang ditulis sendiri oleh Mirza selama 6 bulan di tempat (suci) asli Ahmadiyah. Allah SWT berfirman : “Wahau rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:”Kami Telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: “Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah”. barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. QS. Al-Maidah 41. c. Nabi Isa Al-Masih dalam keyakinan ummat Islam. Umat Islam meyakini bahwa kandungan ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits yang mutawatir menunjukkan bahwa Isa ibnu Maryam telah diangkat oleh Allah ke langit, beliau diwafatkan oleh Allah bukan seperti wafatnya manusia biasa, karena menjelang hari kiamat akan diturunkan kembali untuk membantu Imam Mahdi dalam memberantas Dajjal, memecah salib, membunuh babi dan memakai syari’at Nabi Muhammad SAW, kemudian wafat normal seperti biasa. Ibnu ’Athiyyah (wafat 542 H) menukilkan dalam Tafsirnya Al-Muharrir Al-Wajiz Juz 3/143 sebagai berikut : ”telah terjadi ijma ummat Islam yang terkandung dalam hadits-hadits mutawatir bahwa Isa berada dilangit (wafat versi Allah) dan belaiu akan dibangkitkan Allah, turun ke bumi pada akhir zaman …… dan seterusnya. Al-Adzim Abady dalam kitabnya ’Aunul Ma’bud Juz 11/457 berkata : ”telah dengan mutawatir perkabaran dari Nabi SAW dalam hal turunya Isa ibnu Maryam AS dari langit dengan jasad kasarnya ke bumi ketika menjelang kiamat, inilah madzhab Ahli Sunnah wal Jamaah”. Pendapat para ahli ilmu seperti ini banyak sekali tidak perlu diurai semuanya di sini. Untuk lebih jelas bisa kita baca dua kitab yang cukup lengkap : ”At-Taudhih fi tawaturi ma jaa fil mahdil muntdzar wad Dajjal wal Masih” karya Asy-Syaukany. ”At-Tashrih bima tawatara fi nuzulil Masih” karya Muhammad Anwar Syah Al-Kasymiry. Adapun di langit mana dan di planet mana dan bagaimana sekarang keberadaan Nabi Isa AS, itu urusan Allah SWT, kita hanya mengetahui sesuai dengan apa yang di kabarkan Allah dan rasul-Nya. Kalaulah Isa AS wafat di Kashmir India seperti keyakinan Ahmadiyah, mestinya Rasulullah SAW akan mengkabarkannya seperti kuburan nabi-nabi lain sebelumnya. Mirza Ghulam Ahmad sendiri, untuk menentukan kubur Isa AS sampai berijtihad 3 kali salah selama kurang lebih 9 tahun. Padahal bagi seorang nabi (kalau benar nabi) mestinya langsung diberitahu oleh Allah, tidak usah menunggu-nunggu lama, seperti halnya wahyu turun langsung ketika cinta Mirza ditolak oleh seorang gadis belia Muhammady Begum. Keyakinan tersebut berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah, yang sebagiannya dipergunakan juga oleh pihak Ahmadiyah dengan pengertian lain, hasil dari takwilan dan penggunaan isti’arah yang berlebihan. Dalil-dalil dalam Al-Quran : Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan Karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, Sebenarnya Allah Telah mengunci mati hati mereka Karena kekafirannya, Karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka (155). Dan Karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina),(156). Dan Karena Ucapan mereka: “Sesungguhnya kami Telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.(157) Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat Isa kepada-Nya. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(158). Tidak ada seorangpun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.(159) An-Nisa (ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian Hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”. Ali Imran 55 Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama Aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang Mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu. Al-Maidah 117. Dalil-dalil dari As-Sunnah : 1. روى البخاري في كتاب الأنبياء : حدّثنا إِسحاقُ أخبرَنا يعقوبُ بن إِبراهيمَ حدَّثَنا أبي عن صالحٍ عنِ ابن شهابٍ أنَّ سعيدَ بنَ المسيَّبَ سمعَ أبا هريرةَ رضيَ اللهُ عنه: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيدهِ، لَيُوشِكنَّ أن ينزلَ فيكُم ابنُ مريمَ حَكَماَ عَدْلاً، فيكسِرَ الصليبَ، ويَقتلَ الخِنزيرَ، ويَضَعَ الحرب، ويَفيضَ المالُ حتى لا يَقبَلَهُ أحد، حتى تكونَ السجدةُ الواحدة خيراً منَ الدنيا وما فيها. ثمَّ يقولُ أبو هريرة رضي الله عنه: واقرَؤوا إِن شئتم {وإِنْ مِن أهلِ الكتابِ إِلا لَيُؤْمننَّ بهِ قبلَ مَوتهِ، ويومَ القِيامةِ يكونُ عليهم شهيداً} (النساء: 159). 2. روى البخاري في كتاب الأنبياء : حدّثنا ابنُ بُكَيرٍ حدثنا الليثُ عن يونُسَ عنِ ابنِ شهابٍ عن نافعٍ مولى أبي قَتادةَ الأنصاريِّ أنَّ أبا هريرةَ رضي الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «كيفَ أنتم إِذا نزلَ ابنُ مريمَ فيكم وإِمامُكم منكم». تابعَهُ عُقَيلٌ والأوزاعيُّ. 3. روى البخاري في كتاب البيوع : حدّثنا قُتَيبةُ بنُ سعيدٍ حدَّثَنا الليثُ عنِ ابنِ شهابٍ عنِ ابنِ المسيَّبِ أنهُ سمعَ أبا هُريرة رضيَ اللهُ عنه يقولُ: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «والذي نَفسِي بيدِه ليُوشِكنَّ أن يَنزلَ فيكم ابنُ مريمَ حَكَماً مُقْسِطاً فيَكسِرَ الصَّليبَ، ويَقتُلَ الخِنزيرَ، ويَضَعَ الجِزيةَ، ويَفيضَ المالُ حتّى لا يَقبلَهُ أحد. 4. روى البخاري في كتاب المظالم : حدّثَنا عليّ بنُ عبدِ اللهِ حدّثَنا سُفيانُ حدّثَنا الزّهرِيّ قال: أخبرَني سعيدُ بنُ المُسيّبِ سمعَ أبا هريرةَ رضيَ اللهُ عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «لا تَقومُ الساعةُ حتّى يَنزِلَ فيكُمُ ابنُ مريمَ حَكَماً مُقْسِطاً، فيَكسِرَ الصليبَ، ويَقتُلَ الخِنزيرَ، ويَضعَ الجِزيةَ، ويَفيضَ المالُ حتّى لا يَقبلَهُ أحد. 5. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ : حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ مِينَاءِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ «وَالله لَيَنْزِلَنَّ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَما عَادِلاً، فَلْيَكْسرَنَّ الصَّلِيبَ، وَلَيَقْتُلَنَّ الْخِنْزِيرَ، وَلَيَضَعَنَّ الْجِزْيَةَ، وَلَتُتْرَكَنَّ الْقِلاَصُ فَلاَ يُسْعَى عَلَيْهَا. وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ وَالتَّحَاسُدُ. وَلَيَدْعُوَنَّ (وَلَيُدْعَوُنَّ) إِلَى الْمَالِ فَلاَ يَقْبَلُهُ أَحَدٌ». 6. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ : حَدَّثَنَا لَيْثٌ. ح وَحَدَّثَنَا مُحمَّدُ بْنُ رُمْحٍ : أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَما مُقْسِطا. فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ». 7. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ وَ هَـٰرُونُ بْنُ عَبْدِ اللّهِ وَ حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ قَالُوا: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ يَقُولُ: «لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَىٰ ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ: تَعَالَ فَصَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ: لاَ. إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ. تَكْرِمَةَ الله هٰذِهِ الأُمَّةَ». 8. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثني حَرَمْلَةُ بْنُ يَحْيَىٰ : أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ : أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي نَافِعٌ مَوْلَىٰ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَة ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟». 9. روى أبوداود في كتاب الملاحم رقم : 4324 حدثنا هُدْبَةُ بنُ خَالِدٍ أخبرنا هَمَّامٌ بن يَحْيَى عن قَتَادَةَ عن عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بنِ آدَمَ عن أَبي هُرَيْرَةَ عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم، قالَ: «لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ ـ يَعْني عِيسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ ـ نَبِيٌّ، وَإنَّهُ نَازِلٌ فإذَا رَأَيْتُمُوهُ فاعْرِفُوهُ، رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ بَيْنَ مُمْصَّرَتَيْنِ كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ، فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلَى الإسْلاَمَ فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيُهْلِكُ الله في زَمَانِهِ المِلَلَ كُلَّهَا إلاَّ الإسْلاَمَ وَيُهْلِكَ المَسِيحَ الدَّجَّالَ فَيَمْكُثُ في الأرضِ أرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتُوَفَّى فَيُصَلِّي عَلَيْهِ المُسْلِمُونَ» . 10. رواه أحمد في سننه : عن أبي نضرة قال: «أتينا عثمان بن أبي العاص في يوم جمعة لنعرض عليه مصحفاً لنا على مصحفه، فلما حضرت الجمعة أمرنا فاغتسلنا ثم أتينا بطيب فتطيبنا ثم جئنا المسجد فجلسنا إلى رجل فحدَّثنا عن الدجال، ثم جاء عثمان بن أبي العاص فقمنا إليه، فجلسنا، فقال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: يكون للمسلمين ثلاثة أمصار …….. فيقول بعضهم لبعض: إن هذا الصوت رجل شبعان، وينزل عيسى بن مريم عليه السلام عند صلاة الفجر، فيقول له أميرهم: روح الله تقدم صل، فيقول: هذه الأمة أمراء بعضهم على بعض، فيتقدم أميرهم فيصلي، فإذا قضى صلاته أخذ عيسى حربته فيذهب نحو الدجال فإذا رآه الدجال ذاب كما يذوب الرصاص فيضع حربته بين ثندويه فيقتله وينهزم أصحابه فليس يومئذٍ شيء يواري منهم أحداً حتى إن الشجرة لتقول: يا مؤمن هذا كافر ويقول الحجر: يا مؤمن هذا كافر. 11. رواه أحمد في سننه : عن عمران بن حصين أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «لا يزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين على من ناوأهم حتى يأتي أمر الله تبارك وتعالى وينزل عيسى بن مريم عليه السلام. 12. روى أحمد في مسنده : عن حُذَيْفَةَ بنِ أُسَيْدٍ قال ،: «أَشْرَفَ عَلَيْنَا رَسُولُ الله مِنْ غُرْفَةٍ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ، فقال رسولُ الله : «لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَرَوْا عَشْرَ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَالدَّابَّةُ وَثَلاَثَةُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَشْرِقِ وَخَسْفٍ بالمَغْرِبِ وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَسُوقُ النَّاسَ أَوْ تَحْشُرُ النَّاسَ فَتَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا، وَتَقِيلُ مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا… وَزَادَ فِيهِ: قال والعَاشِرَةُ إِمَّا رِيحٌ تَطْرَحُهُمْ فِي البَحْرِ وإِمَّا نُزُولُ عيسَى بنِ مَرْيم. قال أبو عِيسَى: وفي البَابِ عنْ عَلِيِّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَصَفِيَّةَ بنت حيي. وهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيحٌ. 13. روى الترمذي في كتاب الفتن : عن أَبي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ النَّبيَّ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابنُ مَرْيَمَ حَكَماً مُقْسِطاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ المَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ» . قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صَحِيحٌ. 14. روى الترمذي في كتاب الفتن : عن عبدِ الرحمٰنِ بنِ يَزِيدَ الأنْصَارِيِّ مِنْ بَنِي عَمْرِو بنِ عَوْفٍ قال: سَمِعْتُ عَمِّي مُجَمَّعَ بنَ جَارِيَةَ الأنْصَارِيَّ يقولُ: سَمِعْتُ رسولَ الله يقولُ: «يَقْتُلُ ابنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ» . قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ. 15. روى الترمذي في كتاب الملاحم : عن حُذَيْفَةَ بنِ أسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قالَ: «كُنَّا قُعُوداً نَتَحَدَّثُ في ظِلِّ غْرْفَةٍ لِرَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فَذَكَرْنا السَّاعَةَ فارْتَفَعَتْ أصْواتُنَا، فقالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: لَنْ تَكُونَ، أوْ لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ قَبْلَها عَشْرُ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ، وَخُرُوجُ يَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَالدَّجَّالِ، وَعِيسَى ابنِ مَرْيَمَ، وَالدُّخَانُ، وَثَلاَثُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَغْرِبِ، وَخَسْفٍ بالمَشْرِقِ، وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبَ، وَآخِرُ ذَلِكَ تخرج نارٌ مِنَ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرٍ عَدَنٍ، تَسُوقُ النَّاسَ إلَى المَحْشَرِ». 16. روى الترمذي : عَن مُحَمَّدِ بنِ يُوسُفَ بنِ عَبْدِ اللَّهِ بنِ سَلاَمٍ عَن أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قال ،: «مَكْتُوبٌ في التَّوْرَاةِ صِفَةُ مُحَمَّدٍ، وَصِفَةُ عِيسَى بنُ مَرْيَمَ يُدْفَنُ مَعَهُ. قالَ فقالَ أَبُو مَوْدُودٍ: قَدْ بَقِيَ في البَيْتِ مَوْضِعُ قَبْرٍ». قال أبو عيسى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. 17. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6707 عن أبي هُريرة أن رسول الله : قال : «الْأَنْبِياءُ كُلُّهمْ إِخوَةٌ لِعَلَّاتٍ، أُمَّهَاتُهمْ شَتَّى وَدِينُهمْ وَاحِدٌ، وأَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابنِ مَرْيمَ، إنَّهُ لَيْسَ بَيْنِي وبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ، إِذا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلى الحُمْرَةِ وَالبَيَاضِ بَينَ مُمَصَّرَيْن، كأَنَّ رَأسَهُ يَقطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ، فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلى الإِسْلَامِ، فَيدُقُّ الصَّلِيبَ، ويَقتُلُ الخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الجِزْيَةَ، ويُهلِكُ اللَّهُ في زَمَانِهِ المِلَلَ كُلَّها إلَّا الإِسْلامَ، ويُهلِكُ المَسِيحَ الدَّجَّالَ، وَتَقَعُ الْأَمَنَةُ فِي الْأَرْضِ، حَتَّى تَرتَعَ الْأُسْدُ مَعَ الإِبلِ، والنِّمَارُ مَعَ البَقَرِ، والذِّئابُ مَعَ الغَنَمِ، ويَلعَبُ الصِّبْيانُ بالحَيَّاتِ، لَا تَضرُّهُمْ، فيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أربَعِينَ سَنَةً، ثُمَّ يُتَوفَّى، فَيُصَلِّي عَلَيهِ المُسلِمُونَ، صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيهِ». 18. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6702 عن أبي هُرَيْرَةَ ، عن رسولِ الله قال : «لَيَنْزِلَنَّ ابنُ مَرْيَمَ حَكَماً عادِلًا، فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، ويَقتُلُ الخُنزِيرَ، ولَيَضَعَنَّ الجِزْيةَ، وَلَتُتْرَكَنَّ القِلَاصُ فَلا يُسْعَى عَلَيْها، وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْناءُ والتَّبَاغُضُ والتَّحَاسُدُ، وَلَيُدْعَوُنَّ إِلى المَالِ فَلَا يَقْبَلُهُ أَحَدٌ». 19. روى ابن حبان رقم : 6697 عن عبد الرحمٰن بنِ يزيد الأنصاريِّ ، من بني عَمْرو بن عَوْف قال: سَمِعْتُ عَمِّي مُجمِّعَ بن جارية يقولُ: سَمِعْتُ رسولَ الله يقول : «يَقتُلُ ابنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبِابِ لُدَ». 20. روى ابن حبان رقم : 6698 حدثنا عاصمُ بن كُلَيب ، عن أبيه قال: سمعت أبا هريرة يقول : أُحدِّثُكم ما سمعتُ من رسولِ الله الصادِقِ المَصْدُوقِ؟ حدثنا رسول الله أبو القاسم الصَّادقُ المصدوق: «إِنَّ الأَعْورَ الدَّجَّالَ مَسِيحَ الضَّلَالةِ يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، فِي زَمَانِ اخْتِلافٍ مِنَ النَّاسِ وفُرْقَةٍ، فيَبْلُغُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنَ الأَرْضِ فِي أَرْبَعِينَ يَوماً، اللَّهُ أَعلَمُ ما مِقْدَارُها، اللَّهُ أَعلمَ ما مِقْدَارُها – مرَّتينِ – ويُنزِلُ اللَّهُ عِيسَى ابنَ مَرْيمَ، فَيَؤُمُّهمْ، فإِذَا رَفَعَ رَأسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ قالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَتَلَ اللَّهُ الدَّجَّالَ، وأَظْهَرَ المُؤْمِنِينَ». 21. روى ابن حبان رقم : 6705 أخبرني أبو الزبير أنه سَمِعَ جابرَ بن عبد الله يقول: سمعتُ رسولَ الله يقول : «لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقاتِلُونَ عَلى الحَقِّ، ظَاهِرِين إلى يَوْمِ القِيَامَةِ، فيَنْزِلُ عِيسى ابنُ مَرْيَم، فيَقُولُ أَميرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا، فَيَقُولُ: لا، إنَّ بَعضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَراءُ لِتَكْرِمَةِ اللَّهِ هٰذه الأُمَّةَ». 22. روى ابن حبان رقم : 6688 عن ابنِ شهابٍ ، أن نافعَ بن أبي نافع مولى أبي قَتادة أخبره أن أبا هُريرةَ قالَ: قالَ رسولُ اللَّهِ : «كَيْفَ أَنتُمْ إِذَا نَزَلَ ابنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ، وَإِمامُكُمْ مِنْكُمْ» 23. روى مسلم في كتاب الحج : عَنْ حَنْظَلَةَ الأَسْلَمِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُهِلَّنَّ ابْنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ، حَاجّاً أَوْ مُعْتَمِراً، أَوْ لَيَثْنِيَنَّهُمَا». 24. روي أحمد في مسنده عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ينزل عيسى ابن مريم فيقتل الخنزير، ويمحو الصليب، وتجمع له الصلاة، ويعطى المال حتى لا يقبل، ويضع الخراج، وينزل الروحاء فيحج منها أو يعتمر أو يجمعهما». 25. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6706 عن أبي هريرة ، عن النبي قال : «لَيُهِلَّنَّ ابنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ حَاجاً أَو مُعتَمِراً، أَو لَيُثَنِّيَنَّهُمَا. 26. عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللّهِ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ، …… فَبَيْنَمَا هُوَ كَذٰلِكَ إِذْ بَعَثَ اللّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ. فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ. بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ. وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَىٰ أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ. إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطرَ. وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ. فَلاَ يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيـحَ نَفَسِهِ إِلاَّ مَاتَ…. الخ رواه مسلم 27. حدَّثني عبدالرحمن بن جبير بن نفير الحضرمي عن أبيه أنه سمع النوّاس بن سمعان الكلابي قال: «ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم الدجال ذات غداة ….. فبينا هو على ذلك إذ بعث الله عزَّ وجلَّ المسيح ابن مريم، فينزل عند المنارة البيضاء شرقي دمشق، بين مهرودتين، واضعاً يده على أجنحة ملكين، فيتبعه، فيدركه، فيقتله عند باب لدّ الشرقي ….. الخ رواه أحمد 28. عَنْ النَّوَّاسِ بن سَمْعانَ الكِلاَبِيِّ قالَ: «ذَكَرَ رَسُولُ الله الدَّجَّالَ ذَاتَ غَداةٍ …. فَبَيْنَما هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هَبْطَ عِيَسَى بنُ مَرْيَمَ عليه السلام بِشَرْقِيِّ دِمَشْقَ عِنْدَ المَنَارَةِ البَيْضَاءِ بَيْنَ مَهْرُ ودَتَيْنِ وَاضِعاً يَدَيه عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قطر وإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كالُّلؤْلُؤِ …. الخ رواه الترمذي 29. عن النَّوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ الْكِلاَبِيِّ ، قال: «ذَكَرَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم الدَّجَّالَ فقالَ: إنْ يَخْرُجْ …….. ثُمَّ يَنْزِلُ عِيسَى ابنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عِنْدَ المَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيِّ دِمَشْقَ فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابِ لُدٍّ فَيْقْتُلُهُ». رواه أبو داود 30. حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ سَمِعَ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَانَ الْكِلاَبِيَّ يَقُولُ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ الدَّجَّالَ، الْغَدَاةَ …….. فَبَيْنَمَا هُمْ كَذٰلِكَ، إِذْ بَعَثَ اللَّهُ عِيسٰى بْنَ مَرْيَمَ، فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ، شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ، وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنَحَةِ مَلَكَيْنِ، إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ ….. الخ رواه ابن حبان 31. عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللّهِ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ ….. فَبَيْنَمَا هُوَ كَذٰلِكَ إِذْ بَعَثَ اللّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ. فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ. بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ. وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَىٰ أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ. إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطرَ. وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ. فَلاَ يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيـحَ نَفَسِهِ إِلاَّ مَاتَ…وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللّهِ عِيسَىٰ وَأَصْحَابُهُ… فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللّهِ عِيسَىٰ وَأَصْحَابُهُ… ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللّهِ عِيسَىٰ وَأَصْحَابُهُ إِلَى الأَرْضِ… فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللّهِ عِيسَىٰ وَأَصْحَابُهُ إِلَىٰ اللّهِ… فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللّهُ رِيحاً طَيِّبَةً. فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ. فَتَقْبِضُ رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ. وَيَبْقَىٰ شِرَارُ النَّاسِ، يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ، فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ». رواه مسلم في صحيحه Betapa banyak hadits-hadits yang terkait dengan turunnya Isa ibn Maryam dan karakteristik pribadinya serta apa yang dilakukan beliau sesudah turun ke bumi. Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albany seorang ahli hadits masa kini, mengatakan bahwa hadits-hadits tentang turunnya Isa ibnu Maryam AS adalah katagory seluruhnya hadits shohih (Silsilah Juz 5 hadits nomor 2236 halaman 276-278), beliau berkata : “ Ketahuilah wahai saudara mukmin, sesungguhnya telah banyak manusia yang serampangan dalam merespon beberapa kejadian fitnah, tanpa jeli dan bashirah, sehingga jelas jalan yang benar, yang harus ditempuh, supaya tidak tersesat jauh. Di antara mereka yang seperti itu misalkan orang-orang yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Isa dan Imam Mahdi, kemudian mengaku sebagai nabi… halaman 278. d. Turunnya Isa AS dalam keyakinan Ummat Islam. Orang-orang Yahudi -la’natullah ‘alaihim- menyangka bahwa mereka telah membunuh Isa dan (dengan cara) menyalibnya, sementara orang-orang Nasrani dengan segala kejahilannya meyakini bahwa Isa disalib dan dibunuh kemudian dikuburkan, lantas setelah tiga hari keluarlah dari kuburnya dan naik ke langit, kemudian duduklah di samping kanan tuhan bapak di sana sambil menunggu hari kiamat tiba. •                   Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka, alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (QS. Al-Kahf 5) Oleh karena itu Allah SWT menjelaskan kejadian sebenarnya dan menerangkan kebohongan orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan firman-Nya: 157. Dan Karena Ucapan mereka: “Sesungguhnya kami Telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah [1]”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. 158. Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat Isa kepada-Nya [2]. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 159. Tidak ada seorangpun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya [3]. dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. ( An-Nisa 157-159) ——————————————- [1] mereka menyebut Isa putera Maryam itu Rasul Allah ialah sebagai ejekan, karena mereka sendiri tidak mempercayai kerasulan Isa itu. [2] ayat ini adalah sebagai bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi, bahwa mereka telah membunuh nabi Isa AS. [3] tiap-tiap orang Yahudi dan Nasrani akan beriman kepada Isa sebelum kematiannya, bahwa dia adalah Rasulullah, bukan anak Allah. sebagian Mufassirin berpendapat bahwa mereka mengimani hal itu sebelum wafat. Ahli tafsir berpendapat, bahwa Allah SWT ketika hendak mengangkat Isa AS ke langit setelah orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuhnya, maka seseorang diserupakan dengan Isa AS, yaitu orang yang pernah khianat dengan menunjukkan tempat Isa AS berada. Maka orang-orang Yahudi menangkap orang tersebut lalu mereka membunuhnya dan (dengan cara) menyalibnya. Ada pendapat lain, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, An-Nasaiy dengan sanad yang telah ditashhih oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya surat An-Nisa. Ibnu Abbas RA berkata: Ketika Allah hendak mengangkat Isa, Isa masuk sebuah rumah yang di dalamnya ada 12 orang pengikutnya yang disebut Al-Hawariyyin, maka Isa berkata kepada mereka: Sesungguhnya di antara kalian bakal ada yang kufur kepadaku setelah kalian beriman kepadaku, kemudian berkata lagi: Siapa di antara kalian yang (berani) mau diserupakan dengan ku untuk terbunuh menggantikanku, nanti akan bersamaku sejajar derajatnya (di hadapan Allah) ? . Maka berdirilah seorang yang termuda di antara mereka dan berkata: Aku ! Isa berkata: duduklah kamu ! maka anak muda itu duduk. Isa mengulang lagi kata-katanya dan berdirilah anak muda itu lagi, lalu Isa menyuruhnya duduk dan duduklah. Lalu Isa mengulang lagi kata-kata itu yang ketiga kalinya, maka anak muda itupun berdiri lagi. Isa berkata : Engkaulah orangnya. Maka Allah menyerupakan orang itu dengan rupa Isa AS, lalu Allah mengangkat Isa ke langit. Kemudian orang-orang Yahudi menangkap orang tersebut (yang diserupakan Isa) lantas membunuhnya dan (dengan cara) menyalibnya. Maka kufurlah sebagian pengikut Isa yang tadinya beriman kepadanya. Kemudian Allah akan menurunkan kembali Isa AS setelah itu untuk beberapa hikmah yang bisa kita telaah, antara lain: Membatalkan keyakinan orang-orang Yahudi yang mengira bahwa mereka pernah membunuh Isa AS juga membatalkan keyakinan orang-orang Nasrani yang jahil atas hakikat yang sebenarnya dalam peristiwa itu. Kemudian untuk menjelaskan kepada ummat manusia bahwa Muhammad SAW dan para pengikutnya lebih berhak terhadap Isa AS, karena Isa akhirnya kelak akan memimpin dunia ini dengan Kitabullah dan Syari’at Muhammad SAW. Akhirnya Isa akan mati di bumi ini, karena Allah SWT mengkabarkan : (ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akul
  14. BAB X
    MIRZA GHULAM AHMAD SEBAGAI IMAM MAHDI

    a. Doktrin Ahmadiyah tentang Imam Mahdi

    Doktrin Imam Mahdi dan Isa Al-Masih dalam Ahmadiyah adalah ajaran pokok, baik dalam Ahmadiyah Qodian atauun Lahore, tidak ada perbedaan di antara mereka. Al-Masih yang datang di akhir zaman ini bukanlah Nabi Isa AS yang telah wafat dan dikubur di Srinagar India, melainkan seorang muslim yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti Nabi Isa AS dalam pandangan mereka, Al-Masih yang dijanjikan itu tiada lain adalah Mirza Ghulam Ahmad dari Qodian yang sekaligus sebagai Imam Mahdi Al-Muntadzar (yang ditunggu-tunggu) sebab menurut mereka sesuai dengan hadits-hadits nabi berikut.

    b. Dalil Ahmadiyah dalam Imam Mahdi dan Isa Al-Masih berikut komentar kami.

    Mereka berkeyakinan bahwa Al-Masih dan Al-Mahdi itu menyatu dalam satu pribadi tidak seperti diyakini oleh kaum Sunni. Mereka mendasarkan kepada 2 hadits saja yang jelas menunjukkan bahwa Isa Al-Masih adalah Imam mahdi itu sendiri :
    1- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «لاَ يَزْدَادُ الأَمْرُ إِلاَّ شِدَّةً. وَلاَ الدُّنْيَا إِلاَّ إِدْبَاراً. وَلاَ النَّاسُ إِلاَّ شُحًّا. وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ. وَلاَ الْمَهْدِيُّ إِلاَّ عِيسٰى بْنُ مَرْيَمَ». رواه ابن ماجه
    2- عن أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «يوشك من عاش منكم أن يلقى عيسى ابن مريم إماماً مهدياً، وحكماً عدلاً، فيكسر الصليب، ويقتل الخنزير، ويضع الجزية، وتضع الحرب أوزارها». رواه أحمد في مسنده
    Adapun hadits riwayat Imam Bukhary dan Muslim mereka pakai karena penterjemahannya yang berbeda dengan kalangan Sunni, hadits tersebut adalah :
    عن أبي هريرةَ رضي الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «كيفَ أنتم إِذا نزلَ ابنُ مريمَ فيكم وإِمامُكم منكم». رواه البخاري ومسلم
    Ahmadiyah menterjemahkan hadits ini sebagai berikut : Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Bagaimana sikap kamu apabila turun Ibnu Maryam di tengah-tengah kamu dan menjadi Imam dari antara kamu “. HR Muslim.

    Padahal susunan arti hadits tersebut terjemahannya : “Bagaimana sikap kamu apabila turun Ibnu Maryam di tengah-tengah kamu sementara (wau ma’iyyah, bukan sebagai atau menjadi) Imam kalian dari kalian (sendiri) “. HR Bukhary dan Muslim.

    Dari dua terjemahan diatas jelas sekali perbedaannya; terjemahan Ahmadiyah menyimpulkan Isa ibnu Maryam sekaligus sebagai Imam (Mahdi), sedang terjemahan ke dua menyimpulkan bahwa Isa ibnu Maryam lain pribadi dengan Imam Mahdi. Bagi yang bisa bahasa Arab dengan baik akan tahu, dari mana titik kesalahan terjemah Ahmadiyah yang mengakibatkan kesimpulan aqidah yang salah.

    Adapun hadits di atas riwayat Ibnu Majah dan Imam Ahmad, telah panjang lebar para ulama membahasnya dari sisi diroyah dan riwayah dan dirosat asanid. Dhoif dari sisi sanad dan mungkar serta bertentangan dengan hadits-hadits shohih (baca Ibnu majah dalam sorotan ulama ahli Hadits).

    Kalau kita perhatikan tulisan-tulisan dari kalangan Ahmadiyah, yang memanfaatkan hadits-hadits nabi, hampir dipastikan hanya menggunakan hadits yang dipandang relevan dengan keyakinannya saja. Tulisan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Kholifah II Ahmadiyah yang dijadikan rujukan bagi pengikut Ahmadiyah Qodiani dalam menguraikan masalah Al-Mahdi justru hanya menggunakan dua hadits saja (Ibnu Majah dan Imam Ahmad, Lihat invitation to Ahmadiyyat halaman 30). Padahal hadits-hadits tentang kemahdian sebenarnya cukup banyak, dalam Abu Daud, Imam At-Turmudzy, Musnad Imam Ahamd dan lain-lain. Ahmadiyah terbukti mengabaikan dan tutup mata dari hadits-hadits tentang Al-Mahdi yang lain. Padahal seharusnya mereka juga mengemukakan hadits-hadits kemahdian lainnya kalau benar-benar mereka konsisten menjalankan seluruh ajaran Rasulullah SAW melebihi kelompok lainnya seperti sering diekspos sendiri oleh mereka. Kemudian hadits-hadits tersebut dibuat klasifikasinya sehingga terkesan seimbang, walaupun dengan penekanan dan penafsiran yang berbeda.

    c. Ibnu Majah dalam sorotan ulama ahli hadits :

    1. Imam Adz-Dzahaby : Ibnu Majah hafalannya kuat, kritis, jujur dan luas ilmunya, namun beliau tutup mata (mengabaikan) dalam sunannya banyak hadits mungkar dan ada juga hadits-hadits palsu. Apa yang dikatakan Abi Zar’ah bahwa dalam sunan ibnu Majah ada 30 hadits doif dalam sanadnya, maksudnya hadits-hadits itu tidak layak (harus dibuang dari katagori hadits). Adapun hadits-hadits yang tidak bisa dipakai sebagai hujjah atau dalil banyak sekali, sekitar 1.000 hadits. (lihat Siar A’lamun Nubala Juz13/278-279).
    2. Al-Hafidz Ibnu Hajar: Kitab Sunan Ibnu Majah cukup bagus, lengkap, banyak babnya dan banyak keanehan, ada hadits-hadits do’if sekali, sehinggi As-Sarry menyampaikan pada saya: Walaupun (sunan ini) tergolong langka, tapi banyak hadits do’if, bahkan banyak hadits mungkar, Wallahul musta’aan. (lihat tahdzib-attahdzib Juz 9/468).
    3. Jalaluddin As-Suyuthy berkata: Hadits-hadits yang diriwayatkan hanya oleh Ibnu Majah (tidak ada riwayat lain baik dalam sunan Ibnu Majah sendiri atau dalam kitab-kitab hadits lain) biasanya diriwayakan dari orang-orang terkenal pendusta dan para pencuri hadits (bukan dengan sanad yang jelas dan baik), banyak juga hadits yang hanya diriwayatkan dari/melalui mereka itu. Abu Zar’ah telah memvonis banyak sekali hadits-hadits dalam Ibnu Majah yang tergolong hadits bathil, saqithoh dan mungkar (lihat kitab I’lal li abi Hatim, lihat juga ZahruRobby a’la sunan An-Nasa’y Juz 4, 5).
    4. Muhammad Fu’ad Abdul Baqiy ketika memberikan penomoran hadits terhadap Sunan Ibnu Majah beliau menyimpulkan sebagai berikut : Jumlah hadits yang ada dalam Ibnu Majah 4.341 hadits: 3.003 hadits pernah/ada dalam kitab hadits yang lima (kutub khomsah), selebihnya yaitu 1.339 hadits sebgai tambahan (tidak ada dalam kutub khomsah). Adapun tambahannya sebagai berikut : 428 hadits sohih sanad-sanadnya, 199 hadits baik sanad-sanadnya, 613 hadits lemah sanad-sanadnya, 99 hadits tidak jelas sanad-sanadnya, mungkar dan hadits-hadits bohong)
    5. Syekh Sulaiman ibn Nasir Al-Ulwan dan Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albany (keduanya ahli hadits abad ini) mengkatagorikan hadits ”La Mahdiya illa Isa ibn Maryam” sebagai hadits mungkar.

    Syekh Sulaiman ibn Nasir Al-Ulwan ketika ditanya tentang keabsahan hadits :
    حدّثنا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَىٰ. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ الشَّافِعِيُّ. حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ الْجَنَدِيُّ عَنْ أَبَانِ بْنِ صَالِحٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «لاَ يَزْدَادُ الأَمْرُ إِلاَّ شِدَّةً. وَلاَ الدُّنْيَا إِلاَّ إِدْبَاراً. وَلاَ النَّاسُ إِلاَّ شُحًّا. وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ. وَلاَ الْمَهْدِيُّ إِلاَّ عِيسٰى بْنُ مَرْيَمَ».
    Beliau berpendapat (ringkasan dari bahasa arab) bahwa hadits tersebut dalam Sunan Ibnu Majah (1.341), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/441), Al-Khotib dalam tarikhnya (5/361). Semuanya dari riwayat Yunus ibn Abdil Ya’la Al-Mashry, dari Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’i dari Muhammad ibn Kholid Al-Jundy dari Aban ibn Soleh dari Al-Hasan dari Anas ibn Malik. Hadits ini mungkar, karena dalam sanadnya ada Muhammad ibn Kholid Al-Jundy. Al-Hakim menilai dia adalah Majhul (tidak dikenal), Hafidz Al-Maghrib ibn Al-Barr menilai dia adalah Mathruk (riwayatnya tidak dihitung). Yang menilai hadits tersebut mungkar adalah : An-Nasay, Al-Hakim, Al-Baihaqy, Adz-Dzahaby, Al-Qurtuby, Ash-Shon’any, Abu Fath Al-Azdy.

    d. Imam Mahdi dalam keyakinan ummat Islam.

    Imam Mahdi adalah tokoh laki-laki keturunan Ahlul bait yang akan muncul di akhir zaman dan akan menegakkan agama Islam serta keadilan untuk diiukuti oleh ummat Islam dan kan membantu Nabi Isa Al-Masih yang turun kedunia.

    Dalil-dalil dari As-Sunnah :

    1- روى البخاري في باب نزول عيسى بن مريم عن أبي هريرة قال : «قال رسول اللّه صلى الله عليه وآله : كيف أنتم إذا نزل ابن مريم فيكم ، وإمامكم منكم؟ » .
    2- روى مسلم في كتاب الايمان من صحيحه عن أبي هريرة مثل حديثه عن البخاري ; ورواه أيضاً عن أبي هريرة بلفظ : «كيف أنتم إذا نزل ابن مريم فيكم فأمكم منكم ؟» ، وفيه تفسير ابن أبي ذئب راوي الحديث لقوله : «وامكم منكم» ، بقوله : «فأمكم بكتاب ربكم تبارك وتعالى وسنة نبيكم صلى الله عليه وآله» .
    3- روى مسلم في صحيحه عن جابر أنه سمع النبي صلى الله عليه وآله يقول : «لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ظاهرين إلى يوم القيامة . قال : فينزل عيسى ابن مريم عليه السلام فيقول أميرهم : تعال صل لنا ، فيقول : لا إن بعضكم على بعض أمراء تكرمة اللّه هذه الامة» .
    Hadits-hadits di atas terdapat dalam Bukhary dan Muslim (dua shohih) walaupun tidak dengan kata-kata yang jelas menyebut Imam Mahdi, hanya dengan isyarat sifat-sifat seorang lelaki shalih yang memimpin (dalam sholat) ummat Islam pada waktu itu. Namun hadits-hadits yang ada dalam selain dua shohih itu memberikan penjelasan dan penafsiran yang jelas terhadap hadits-hadits yang ada dalam dua shohih itu (Al-Hadits saling menafsirkan antara satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi).

    Berikut ini hadits-hadits yang ada dalam selain dua shohih:
    1. روى أبو داود عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ، قال: قالَ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم: «المَهْدِيُّ مِنِّي، أجْلَى الْجَبْهَةِ، أقْنَى الأنْفِ: يَمْلأُ الأرْضَ قِسْطاً وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْماً وَجَوْراً، وَيَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ» .
    2. روى أبو داود : حَدَّثَني ضَمْرَةُ أنَّ ابنَ زُغْبٍ الأيَادِيَّ ، حَدَّثَهُ قالَ: « نَزَلَ عَلَيَّ عَبْدُ الله بنُ حَوَالَةَ الأَزْدِيُّ فَقَالَ لِي: بَعَثَنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم لِنَغْنَمَ عَلَى أقْدَامِنَا فَرَجَعْنَا فَلَمْ نَغْنَمْ شَيْئاً وَعَرَفَ الجُهْدَ في وُجُوهِنَا، فَقَامَ فِينَا فَقَالَ اللَّهُمَّ لاَ تَكِلْهُمْ إلَيَّ فَأضْعُفَ عَنْهُم وَلاَ تَكِلْهُمْ إلَى أنْفُسِهِمْ فَيَعْجَزُوا عَنْهَا وَلاَ تَكِلْهُمْ إلى النَّاسِ فَيَسْتَأْثِرُوا عَلَيْهِم ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِي أوْ عَلَى هَامَتِي ثُمَّ قالَ يَاابْنَ حَوَالَةَ إذَا رَأيْتَ الْخِلاَفَةَ قَدْ نَزَلَتْ أرْضَ المُقَدَّسَةَ فَقَدْ دَنَتِ الزَّلاَزِلُ وَالبَلاَبِلُ وَالأُمُورُ العِظَامُ وَالسَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ أقْرَبُ مِنَ النَّاسِ مِنْ يَدِي هٰذِهِ مِنْ رَأْسِكَ». قَالَ أبُو دَاوُدَ: عَبْدُ الله بنُ حَوَالَةَ حِمْصِيُّ.
    3. روى كذلك : عن أُمِّ سَلَمَةَ ، قالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «المَهْدِيُّ مِنَ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدٍ فَاطِمَةَ» . قالَ عَبْدُ الله بنُ جَعفْرَ: وَسَمِعْتُ أبَا المَلِيحِ يُثْنِي عَلَى عَلِيِّ بنِ نُفَيْلٍ، وَيَذْكُر مِنْهُ صَلاَحاً.
    4. وفي رواية الترمذي في الفتن : عن أَبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: «خَشِينَا أَنْ يَكُونَ بَعْدَ نَبِيِّنَا حَدَثٌ، فَسَأَلْنَا نَبيَّ الله فَقَالَ: إِنَّ فِي أُمَّتِي المَهْدِيِّ يَخْرُجُ يَعِيشُ خَمْساً أَوْ سَبْعاً أَوْ تِسْعاً ـ زيد الشَّاكُّ ـ قَالَ قُلْنَا وَمَا ذَاكَ. قَالَ: سِنِينَ، قالَ: فيَجِيءُ إِلَيْهِ الرَّجُلُ فَيَقُولُ: يَا مَهْدِيُّ أَعْطِنِي أَعْطِنِي، قَالَ: فَيَحْثِي لَهُ في ثَوْبِهِ ما استطَاعَ أَنْ يَحْمِلَهُ». قال أبو عيسى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ. وَقَدْ رُوِيَ منْ غَيْرِ وَجْه عن أَبي سَعِيدٍ عن النَّبيِّ . وأَبُو الصِّدِّيقِ النَّاجِيُّ اسْمُهُ بَكْرُ بنُ عَمْرٍو، وَيُقَالُ بَكْرُ بنُ قَيْسٍ.
    5. روي الترمذي : عن عَبْدِ الله ، عن النَّبيِّ قَالَ: «يَلِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمُهُ اسْمِي» قَالَ عَاصِمٌ: وأنا أَبُو صَالحٍ عن أَبي هُرَيْرَةَ، قَالَ: لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يوم لَطَوَّلَ الله ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَلِيَ. قال أبو عيسى: هذَا حَدِيث حَسَنٌ صَحِيحٌ.
    6. روي الترمذي : عن عَبْدِ الله قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله : «لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ العَرَبَ رَجُلٌ مَنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمَهُ اسْمِي» .قال أبو عِيسَى: وفي البَابِ عن عَلِيٍّ وَأَبِي سَعِيدٍ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَأَبِي هُرَيْرةَ. وهذَا حديثٌ حسَنٌ صَحِيحٌ.
    7. روي مسلم عَنْ أَبِي سَعِيدٍ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «مِنْ خُلَفَائِكُمْ خَلِيفَةٌ يَحْثُو الْمَالَ حَثْياً. لاَ يَعُدُّهُ عَدَداً». وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ حُجْرٍ: «يَحْثِي المَالَ».
    Hadits-hadits yang dijadikan dalil akan munculnya Imam Mahdi adalah hadits-hadits shohih dan samapai derajat mutawatir, walaupun ada sebagian orang yang salah dalam merespon hadits-hadits tersebut bahkan mengingkarinya, dengan menggunakan dalil hadits Ibnu Majah “La Mahdiya illa Isa ibnu Maryam”. Hadits ini do’if atas penilaian para ulama ahli hadits. Oleh karena itu mungkin kita bisa simpulkan sebagai berikut: bahwa hadits ”La Mahdiya illa Isa ibnu Maryam” tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits shohih lainnya, karena memang hadits itu doi’if dan mungkar, kalau kita satukan, maka satu hadits do’if dan mungkar berlawanan dengan belasan hadits shohih, tentu hadits-hadits shohih yang menjadi hujjah.

    e. Piranti penguji terhadap pengaku Imam Mahdi.

    Kecermatan dalam meneliti sesuatu akan terlepas dari tipu daya, keihklasan untuk mengimani orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi bukan berarti tidak boleh meneliti dan menelaah kebenaraannya. Betapa sering syetan meperdaya manusia atas nama keikhlasan dan ketekunan beribadah.

    Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu hanya satu person, tidak akan terulang dan bukan beberapa orang, resikonya adalah membenarkan terhadap orang yang mengaku Imam Mahdi (dan ternyata palsu seperti iman kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahadi), berarti kita membohongkan Imam Mahdi yang sebenarnya nanti. Oleh karena itu kita wajib meneliti dengan cermat sebelum membenarkan dan mengimaninya dengan piranti-piranti yang telah dikabar-ghoibkan oleh Rasulullah SAW.

    Piranti pertama :
    Pengujian melalui sabda-sabda Rasulullah SAW yang terkait dengan Imam Mahdi. Betapa banyak hadits-hadits sohih dan betapa banyak para ulama sudah membahasnya. Seluruh keterangan dalam hadits-haits tersebut sama sekali tidak cocok dengan karakteristik Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. (lihat hadits-hadits terkait dengan Imam Mahdi di atas)

    Piranti kedua:
    Seluruh tanda-tanda Imam Mahdi, tidak bisa dikira-kira dan dikarang sendiri, tetapi berdasarkan hadits-hadits shohih dan sebagai bahan pembandingnya adalah nash-nash yang doif, cerita karangan sang pengaku sendiri atau berdasar mimpi-mimpi, kusyuf dan ilham, atau mendakwakan diri bertemu dengan Rasulullah SAW (setelah wafatnya) dalam kondisi melek atau bertemu dengan Nabi Khidir, bertemu dengan para nabi, para pemimpin atau orang-orang terkenal lainnya. Seperti halnya yang telah di alamai pengaku Imam Mahdi, Mirza Ghulam Ahmad. MA. Suryawan dalam tulisannya “Bukan Sekedar Hitam Putih: “Dalam bagian ini kita juga dapat menemukan pengalaman-pengalaman ruhani beliau, baik dalam bentuk mimpi maupun kasyaf, di mana sejak masa remaja beliau telah melihat dan bertemu dengan junjungannya yaitu Hz. Sayyidina Muhammad s.a.w., dan pertemuan ini tetap berlanjut pada masa-masa berikutnya. Selain bertemu dengan Hz. Rasulullah s.a.w., beliau juga bertemu dengan Hz. Isa a.s ., Hz . Ali r.a., Hz. Fatimah Zahra r.a., Hz. Hassan r.a., Hz. Hussein r.a., Hz. Krishna a.s., Hz. Guru Baba Nanak r.h. (1469-1538, dianggap oleh pengikut agama Sikh sebagai pendiri agama Sikh/Sikhism), Hz. Syekh Abdul Qadir Jailani r.h. dan lain-lain. Juga banyak pula perjumpaan beliau dengan Malaikat”. (Lihat MA. Suryawan dalam tulisannya “Bukan Sekedar Hitam Putih”).
    Contoh lain, hujjah Ahmadiyah tentang Mirza sebagai Isa dan sekaligus Imam Mahdi hanya berdasarkan satu hadits mungkar dan dhoif yang bertentangan secara substansi dan makna dengan hadits-hadist shohih yang begitu banyak.
    Perhatikan apa yang ditulis MA. Suryawan dakan Bukan Sekedar Hitam Putih judul “Al-Masih adalah Mahdi”. “Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa Mahdi dan Al-Masih bukan merupakan orang yang berbeda. Mahdi dan Al-Masih yang datang di Akhir Zaman adalah satu orang yang sama. Selanjutnya kita temukan keterangan Hadits: Dari Anas ibn Malik dari Nabi s.a.w., bahwasanya beliau bersabda: tidak seorang pun (sebagai) al-Mahdi, kecuali Isa ibn Maryam (HR. Baihaqi dan al-Hakim) {sebenarnya hadits ini dalam Sunan Ibnu Majah}.
    Hampir dekat masanya, orang yang hidup di antara kalian akan berjumpa dengan Isa ibn Maryam sebagai Imam Mahdi (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, juz. II, hlm. 411). Jadi, berdasarkan banyaknya keterangan dari Hadits-Hadits Shahih, literatur-literatur terkenal dalam dunia Islam, kitab-kitab agama Yahudi, Kristen, Buddha dan Hindu membuktikan bahwa Messias/ Messiah/ Al-Masih/ Avatara/ Mahdi yang akan datang di Akhir Zaman adalah satu orang. Orang itu adalah berasal dari umat Islam, pengikut setia Nabi Muhammad s.a.w., sehingga adanya pernyataan dari Hz. Mirza Ghulam Ahmad bahwa beliau adalah cerminan para Nabi berdasarkan wahyu yang beliau terima, adalah merupakan bukti kebenaran pendakwaan beliau. Pendakwaan beliau sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s. tidaklah bertentangan dengan keterangan-keterangan yang ada dalam berbagai agama mengenai kedatangan seorang Juru Selamat, Nabi dan Rasul Allah di Akhir Zaman… (selesai MA Suryawan).
    Ini adalah penipuan ilmiyah terhadap dalil-dalil dan data-data ilmiyah yang teradapat dalam kitab-kitab dan hazanah Islam. Sementara hadits-hadits shohih tentang Imam Mahdi dan Isa AS adalah person yang terpisan dan berbeda, begitu banyak dan sangat jelas. (lihat hadits-hadits tentang Isa ibnu Maryam).

    Piranti Ketiga:
    Mirza Ghulam Ahmad selain mengaku sebagai Imam Mahdi, sekaligus juga sebagai Mujaddid (pembaharu). Maka harus diuji juga apakah dia istiqomah dalam kehidupannya dengan ajaran Islam yang benar (manhaj ubuwwah) ? Memegang aqidah yang lurus dan benar ? terlepas dari berbagai macam bid’ah yang sangat dikecam oleh Rasulullah SAW sehingga layak dikatagorikan mujaddid seperti dalam hadits ? Kalau ternyata pengaku Imam Mahdi itu tidak istiqomah dan banyak melakukan bida’ah-bid’ah dalam agama seperti golongan-golongan sesat lainnya, maka jelaslah dia bukan Imam Mahdi yang sebenarnya alias Imam Mahdi palsu. Ternyata kalau kita baca Siratul Mahdi, kita akan dapatkan betapa Mirza Ghulam Ahmad sangat jauh dari kriteria istiqomah dengan ajaran Islam, malah melakukan banyak perbid’ahan dan mempunyai sifat-sifat yang tidak terpuji.

    Piranti Keempat:
    Tidak ada keterangan dalam hadits, bahwa Imam Mahdi yang sebenarnya akan meminta dan memaksa orang untuk mengimaninya dan mengancam-ngancam orang lain dengan berbagai ancaman atas nama Tuhan kalau tidak menerima dan mangakuinya. Kebenarannya tidak perlu direkayasa sendiri atau direkayasa oleh para pengikutnya setelah dia mati. Ternyata Mirza Ghulam Ahmad banyak mengecam kepada lawan keyakinannya dan menggunakan senjata mubahalah untuk menakut-nakuti lawannya. Buku-bukunya penuh dengan hal-hal tersebut.

    Piranti kelima:
    Ciri-ciri Imam Mahdi terdapat 2 ciri utama. Pertama: Ada ciri-ciri yang mirip dan bisa terdapat dalam Imam Mahdi asli dan Imam Mahdi palsu, juga bisa terdapat dalam orang biasa sekalipun, bahkan bisa ada dalam orang yang hanya ngaku dan pura-pura jadi Imam Mahdi. Kedua: Ciri-ciri yang tidak bisa dikarang sendiri dan tidak bisa ditiru dengan usaha apapun. Ciri kedua tersebut, misalnya turunnya Nabi Isa AS dari langit pada zaman Imam Mahdi, bergabungnya dengan Isa AS dalam sholat dan Imam Mahdi sebagai Imam sholat sementara Isa menolak jadi imam sholat, kemduian bersama-sama membunuh dajjal. Oleh karena itu, kalau ada orang mengaku menjadi Imam Mahdi, sementara dajjal belum muncul, maka dia adalah dajjal pembohong, barang siapa mengaku sebagai Nabi Isa Al-Masih yang diturunkan dan dajjal belum muncul sebelum Isa turun, maka dia adalah dajjal pembohong. Bagi Isa Al-Masih (yang dijanjikan Allah) ada dua ciri pokok, yaitu membunuh dajjal seperti dalam hadits-hadits yang mutawatir dan yang kedua adalah tidak ada orang kafir yang mencium bau dirinya kecuali dia akan mati sementara sebaran bau dirinya akan menyebar kemana-mana. (Hadits-hadits mengenai hal ini walaupun ditakwil dengan takwilan ala Ahmadiyah tidak akan cocok dengan Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Isa AS dan Imam Mahdi).

    Piranti ke enam:
    Situasi dan kondisi sebelum dan sesudah Imam Mahdi dimunculkan Allah terdapat dalam hadits-hadits shohih. Dunia ini kacau balau, fitnah merajalela karena faktor dajjal yang terus mengganggu ummat manusia, maka muncullah Imam Mahdi dan Isa AS menyelesaikannya dan berubahlah situasi dan kondisi dunia. Hal ini tidak terjadi ketika datang dan setelah Mirza muncul mengaku Isa AS dan Imam Mahdi, malah tambah runyam. Dunia ini biasa-biasa saja, orang kafir malah merajalela merampas dan menjajah dunia Islam. Kebangkitan Islam pada masa sekarangpun bukan karena da’wahnya Mirza dan para pengikutnya, banyaknya mesjidpun bukan karena da’wah Ahmadiyah saja, malah Ahmadiyah menjadi minoritas dalam kalangan ummat Islam sendiri yang tidak ada jaminan apa-apa atas kebenarannya sesuai dengan sawadul a’dham dalam hadits.

    Oleh karena itu, dengan enam piranti di atas perlu dicermati dengan baik sebagai berikut:
    1. Terkadang ada orang mengaku Imam Mahdi karena dia merasa mempunyai beberapa sifat yang menyerupai Imam Mahdi hanya karena ingin dihormati dan disegani orang banyak dan diikuti oleh banyak pengikut.
    2. Pembatalan terhadap pengakuan Imam Mahdi ternyata Allah telah menyiapkan orang-orang yang melek seperti dalam hadits “dhohirina ala haq” yang terus menerus membuka tabir kebohongannya dan mengurai misteri segala pengakuannya. Bisa dipastikan bahwa dengan berjalannya waktu dan berlalunya zaman, semakin nampak pula bukti-bukti kebohongan dari segala bentuk pengakuannya. Jadi tidak perlu susah-susah dibuktikan, biarlah waktu yang membuktikan.
    3. Terkadang pengaku Imam Mahdi ditopang dengan segala usahanya oleh musuh-musuh Islam, seperti orang Yahudi menyokong Abdullah bin Saba, Ubaidillah ibn Maimun Al-Qodah dan Ali Muhammad Asy-Syaerozy. Mirza Ghulam Ahmad disokong penjajah Inggris atas India.
    4. Adanya person lain sebagai pendamping Imam Mahdi palsu, seperti Al-Hakim Nuruddin yang memberi masukan dan ide-ide keagamaan kepada Mirza Ghulam Ahmad. (semacam pembisik dari manusia, yuwaswis minal jinnati wannas).
    5. Semua pengaku Imam Mahdi dapat dipastikan bahwa mereka terkena gangguan syaraf dan jiwa, Mirza Ghulam Ahmad juga demikian seperti dituturkan oleh istrinya sendiri dalam Siratul Mahdi.
    6. Perlu secara konprehenshif dalam menilai pengaku Imam Mahdi baik dari sisi positif dan negatifnya, karena begitu banyak orang tertipu dengan kelihaian pengaku Imam Mahdi dan para pengikutnya tutup mata rapat-rapat terhadap aib-aib yang sangat mencolok yang tidak layak sebagai Imam Mahdi.
    7. Banyaknya takwilan-takwilan menyesatkan, manakala ciri-ciri Imam Mahdi tidak terbukti, para pengikutnya akan mencari terus dalil-dalil penguat, tapi yang terjadi malah sebaliknya, menghancurkan pondasi keyakinan mereka sendiri. Makin banyak dalil yang dipakai dan ditakwil, makin terbukti kepalsuan Imam Mahdi tersebut. Hal ini terjadi pada para pengikut Imam Mahdi palsu Miza Ghulam Ahmad dan Jemaat Ahmadiyahnya.


  15. BAB XI
    MIRZA GHULAM AHMAD SEBAGAI NABI DAN RASUL

    a. Doktrin Ahmadiyah tentang Nabi dan Rasul terakhir

    H. Mahmud Ahmad Cheema H.A. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Qadian)1994 dalam tulisannya TIGA MASALAH PENTING sebagai berikut :

    MASALAH KENABIAN
    Masalah kedua yang penting dalam agama Islam ialah tentang ada tidaknya wahyu dan ada tidaknya NABI sesudah Nabi Muhammad saw. Kebanyakan kaum Mushimin berpendapat bahwa sesudah Rasulullah saw tidak ada bgi wahyu.
    Menurut ajaran Islam wahyu itu banyak macamnya. Yang penting di antaranya ialah:
    1. Wahyu Syariat dan 2. Wahyu tanpa Syariat.
    Wahyu syariat tidak mungkin turun hagi sesudah Al-Quran, karena Syariat Al Quran sudah lengkap sampai Hari Kiamat. Sedangkan wahyu tanpa Syariat mungkin saja turun sewaktu-waktu.

    Arti Nabi
    Orang-orang yang mendakwahkan bahwa mereka banyak menerima wahyu tentang habar-khabar gaib -menurut agama Islam- orang-orang itu adalah Nabi.
    Di bawah ini dicantumkan beberapa ayat Al-Quran dan Hadits yang menerangkan tentang kemungkinan datangnya bagi nabi-nabi sesudah Nabi Muhammad saw.

    b. Dalil-dalil Ahmadiyah dari Al-Quran dan sanggahannya:

    Ayat Pertama
    Allah swt berfirman dalam Surah Al Haj ayat 75 (76 versi Ahmadiyah):

    Artinya: “Allah memilih utusan-utusanNya dari malaikat dan dari manusia.”
    Perkataan [Arab] (yasthofi) dalam ayat ini artinya memilih. Menurut peraturan bahasa Arab, yasthofi itu fi’il mudhori [Arab] yang maksudnya menunjukkan pekerjaan yang sedang atau akan dilakukan. Jadi jelasnya Allah swt sedang atau akan memilih Rasul-rasul-Nya menurut keadaan zaman atau menurut keperluannya.

    Ayat Kedua
    Allah swt berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 179 (versi Ahmadiyah180):

    Artinya: Allah tidak akan membiarkan orang-orang mukmin didalam keadaan yang kamu ada padanya sebelum Dia pisahkan yang buruk daripada yang baik. Dan Allah tidak akan memberitahukan yang gaib kepadamu. Akan tetapi Allah memilih diantara Rasul-rasul-Nya siapa Dia kehendaki. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-rasulNya.
    Keterangan: Perkataan (yadzara) [Arab] (yamiza), [Arab] (yutli’a) [Arab] dan (yajtabi) [Arab] itu adalah fi’il mudhori yang dipakai untuk masa zaman ini (sekarang) dan zaman yang akan datang. Maksud ayat ini ialah, Allah swt akan mengirimkan Utusan-utusanNya untuk memisahkan yang baik daripada yang buruk dan untuk memberitahukan tentang khabar-khabar gaib.

    Ayat Ketiga
    Allah swt berfirman dalam Surah An Nisa ayat 69 (versi Ahmadiyah 70):

    Artinya: Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka mereka itu termasuk golongan orang-orang yang kepada mereka Allah swt memberikan nikmat, yakni Nabi-nabi, Sidiq-Sidiq, Syahid-syahid dan Sholihin-sholihin…..
    Keterangan: Dalam ayat ini perkataan [Arab] (ma’a) artinya [Arab] (fi) sebagaimana tersebut dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 194:
    Artinya: Dan wafatkanlah kami dalam golongan orang-orang yang saleh.

    Ayat Keempat
    Allah swt berfirman dalam Surah Al A’raaf ayat 36:

    Artinya: “Hai anak-cucu Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul dari antaramu yang menerangkan kepadamu ayat-ayatKu, maka barangsiapa bertaqwa dan memperbaiki dirinya, tak akan ada ketakutan menimpa mereka tentang yang akan datang dan tidak tentang yang sudah-sudah.”

    Ayat Kelima
    Setiap hari kita sering membaca Surah Al-Fatihah (ayat 6-7 bunyinya):
    Artinya: Tuntunlah kami pada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.
    Keterangan: Siapakah orang-orang yang diberi nikmat itu? Jawabnya kita baca dalam Surah Al Maidah ayat 21:

    Artinya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia menjadikan Nabi-nabi diantaramu dan menjadikan kamu raja-raja.”
    Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt sendiri mengajar kepada kita, supaya kita selalu berdo’a kepadaNya, supaya kita mendapat nikmat. Nikmat itu ialah kenabian dan kerajaan-kerajaan.

    Ayat Keenam
    Allah swt berfirman dalam Surah Al Mu’minun ayat 52:

    Artinya: “Hai Rasul-rasul, makanlah dan makanan baik-baik dan kerjakanlah amal Yang baik.”
    Keterangan: Didalam ayat ini perkataan [Arab] (ar-rasul menyatakan sesudah Rasulullah saw akan datang Rasul-rasul lain yang makan makanan baik-baik dan mengerjakan amal saleh.

    Ayat Ketujuh
    Allah swt berfirman dalam Surah As-Shaffat ayat 72-73:

    Artinya: “Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka sebagian besar dari orang-orang yang dahulu. Dan sesungguhnya telah Kami utus Pemberi-pemberi peringatan (rasul-rasul) di kalangan mereka.”
    Keterangan: Ayat ini menjelaskan, apabila di dunia telah merajalela kesesatan dan kemungkaran, Allah swt senantiasa mengirimkan Utusan-utusanNya .

    Ayat Kedelapan
    Allah swt berfirman dalam Surah Bani Israil (Al Isra) ayat 16:

    Artinya: “Dan Kami tidak akan menurunkan azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.
    Keterangan: Di zaman ini Allah swt telah, sedang dan akan menurunkan azab besar, di antaranya Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Vietnam, di Timur Tengah dan bermacam-macam bencana alam. Apakah ini tidak mengandung arti bahwa di zaman ini Allah swt telah mengutus seorang Rasul?

    Ayat Kesembilan
    Allah swt berfirman dalam Surah Al Maidah ayat 4:
    Artinya:”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-KU dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu.”
    Keterangan: Oleh karena agama Islam itu lengkap dan sempurna, maka pengikut-pengikutnya pun harus mendapat derajat ruhani paling tinggi, yaitu nabi-nabi.

    Hadits Pertama
    Di dalam kitab Hadits Ibnu Majah jilid I Kitabul Janaiz hal. 231 kita baca:
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ: لَمَّا مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ابْنُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ وَقَالَ: «إِنَّ لَهُ مُرْضِعاً فِي الْجَنَّةِ. وَلَوْ عَاشَ لَكَانَ صَدِّيقاً نَبِيًّا ».
    Artinya: Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah saw wafat, beliau (Rasulullah saw) menyembahyang-kan jenazahnya. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya di surga ada yang menyusukannya. Dan kalau usianya panjang, ia akan menjadi Nabi yang benar.”
    Keterangan: Wafatnya putra Rasulullah saw itu pada tahun 9 Hijrah sedangkan ayat “Khatamannabiyyin,” sudah turun pada tahun 5 Hijrah. Kalau “Khatamannabiyyin” itu artinya (maksudnya) Nabi terakhir (Nabi penutup, tidak ada lagi Nabi sesudah Rasulullah saw) sudah tentu beliau tidak akan bersabda, “Jika Ibrahim panjang usianya, ia pasti akan menjadi Nabi.”

    Hadits Kedua
    Di dalam Kitab Hadits Kanzul Haqaiq fi Hadise Kaherul – Khalaq hal 4. Rasulullah saw bersabda:
    [tulisan Arab]
    Artinya: “Abubakar r.a. orang yang terbaik dari umat ini, kecuali kalau ada Nabi.”

    Hadits Ketiga
    Di dalam kitab Hadits Muznad Ahmad Baihaqi dan Misykat hal. 461 Rasulullah saw bersabda:
    [tulisan Arab]
    Artinya: “Akan terjadi nubuat sampai waktu yang disukai Allah swt. Kemudian akan terjadi Khilafat seperti dalam Nubuat sampai waktu yang dikehendaki Allah swt. Kemudian akan terjadi kerajaan yang lalim sampai waktu yang disukai Allah swt. Kemudian akan terjadi Khilafat dalam Nubuat. Kemudian beliau saw berdiam diri.”
    Keterangan: Menurut hadits tersebut akan terjadi beberapa zaman. Pertama: ialah zaman Rasulullah saw Kedua: zaman Khalifah-khalifah beliau saw Ketiga: zaman raja-raja (kerajaan) dalam ummat Islam. Keempat: zaman sekarang, ialah zaman Kenabian Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as dan Khalifah-khalifah setelah beliau as wafat.
    SOAL: Orang-orang yang percaya bahwa tidak ada lagi Nabi sesudah Rasuluhlah saw mereka mengemukakan Surah Al Azhab ayat 41:
    [tulisan Arab]
    Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan Khatamannabiyyin.”
    JAWAB: Perkataan “khatamannabiyyin” itu ada tiga artinya:
    1. Jika kata “khatam” di belakangnya dirangkai dengan kata “jamak,” artinya yang afdol sempurna, yang paling baik. Khatamannabiyyin artinya yang paling baik di antara Nabi-nabi.
    2. Artinya “cincin.” Sebagaimana cincin itu dipakai untuk perhiasan, begitu pula Nabi Muhammad saw merupakan perhiasan bagi semua Nabi.
    3. Artinya “stempel” atau “cap.” Kalimat [Arab] (ma yakhatamu bihi) artinya yang distempel Nabi Muhammad saw adalah stempel bagi semua Nabi. Dengan stempel (pengesahan) dari Nabi Muhammad saw kita mengetahui kebenaran semua Nabi.
    Tentang arti “Khatam” ini baiklah saya jelaskan lagi dengan mengutip beberapa hadits.
    1. Rasulullah saw bersabda dalam kitab Hadits Musnad Ahmad dan Kamzul Ummal jilid II hal.112:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Sesungguhnya aku tertulis disisi Allah swt sebagai Khatamannabiyyin dan sesungguhnya Adam adalah campuran antara air dan tanah.
    2. Rasulullah saw bersabda dalam kitab Hadits Kanzul Ummal jilid IV hal.128:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Tenteramlah ya Umar, maka sesungguhnya engkau adalah Khatamul Muhajirin dalam hijrah sebagaimana aku adalah Khatamunnabiyyin dalam Nubuat.
    3. Rasulullah s.a.w. bersabda dalam kitab Tafsir Safi:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Aku adalah Khatamul-ambia dan kau hai Ali adalah Khatamulaulia.
    Keterangan: Dalam ketiga hadits tersebut jelas, bahwa perkataan (khatam) tidak dapat diartikan “penutup”. (Contoh: Kalau Ali diartikan “wali penutup” sudah tentu – sesudahnya Ali r.a. tidak akan ada lagi wali. Sedangkan dalam kenyataannya banyak lagi wali yang datang).
    SOAL: Banyak orang yang percaya bahwa tidak ada lagi Nabi sesudah Rasulullah saw itu karena berpegang kepada Hadits Bukhari [Arab] (tidak ada Nabi sesudah aku) Bukhari.
    JAWAB: Hadhrat Mahyuddin ibnu Arabi dalam kitabnya “Futuhat Makkiyyah” jilid III hal. 73 menulis:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Inilah arti dari sabda Rasulullah s.a.w: “Sesungguhnya Risalah dan Nubuat sudah terputus maka tidak ada Rasul dan Nabi yang datang sesudah aku yang bertentangan dengan Syariatku. Apabila ia datang, ia akan ada di bawah Syariatku.”
    JAWAB: Rasulullah saw bersabda:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Apabila binasa Kisra (Raja Farsi) maka tidak ada Kirsa sesudahnya Dan apabila binasa Kaisar (Raja Roma), maka tidak ada Kaisar sesudahnya.
    Maksud hadits ini ialah tidak akan ada lagi Kisra dan Kaisar seperti atau semacam Kisra dan Kaisar di zaman Rasulullah saw
    Seperti itu juga kita berkata: Nabi-nabi akan datang lagi tetapi tidak seperti Nabi Muhammad saw (yang membawa agama/syariat baru).
    Kami beriman bahwa Nabi Muhanhmad saw adalah Khataman Nabiyyin dalam arti beliau adalah Nabi yang paling mulia (afdhal). Berhubung dengan dalam hadits dimana beliau bersabda: Aku Nabi yang terakhir. Di situ beliau bersabda pula: Mesjidku adalah Mesjid yang terakhir. Yakni mesjid beliau adalah mesjid yang paling mulia diantara mesjid-mesjid yang ada di muka bumi ini. Sebagaimana sesudah mesjid beliau di Medinah boleh ada mesjid-mesjid lain di dunia, seperti itu pula sesudah kenabian beliau saw nabi lain bisa datang yang fungsinya hanya sebagai Nabi pengikut dan pembaharu asgama Islam, bukan nabi yang membawa syariat atau ajaran baru.
    Hadits tersebut terdapat dalam kitab Muslim, yang lengkapnya berbunyi:
    [tulisan Arab]
    Artinya: Aku adalah Nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid terakhir.
    Jelaslah, menurut ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah saw tersebut di atas, bahwa pintu wahyu dan Kenabian tidaklah tertutup. Tegasnya: Allah swt akan terus menurunkan wahyu-wahyuNya dan senantiasa mengutus Nabi-nabiNya.

    c. Sanggahan terhadap dalil-dalil Ahmadiyah

    Untuk sanggahan terhadap semua dalil-dalil Ahmadiyah, telah dilakukan oleh Dede A. Nasrudin dalam sebuah bukunya “Ahli Sunnah menjawab Ahmadiyah dalam Masalah KENABIAN” , yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta. Cetakan pertama tahun 2002. Terlalu panjang kiranya kalau ditulis di sini, sebab masalah ini para ulama sudah menjawabnya dengan panjang lebar dan telah terbongkar kebohongan dan kekeliruan Ahmadiyah dalam masalah dalil-dalil mereka. (lihat buku ini dalam lapiran).

    d. Nabi dan Rasul terakhir dalam keyakinan ummat Islam

    Dalil dari Al-Quran :
    Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Al-Ahzab 40.
    Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti, bahwa di akhir zaman akan ada orang memahami seperti pemahaman Ahmadiyah dalam memahami ayat ini, maka beliau mengeluarkan stetment-stetment dalam beberapa haditsnya dengan jelas sekali “La nabiyya Ba’di”.

    Dalil dari As-Sunnah :
    1- عن أَنَسُ بنُ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله : «إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدْ انْقَطَعَتْ فَلاَ رَسولَ بَعْدِي وَلاَ نَبيَّ. قَالَ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: لَكِنْ المُبَشِّرَاتِ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ الله وَمَا المُبَشَّرَاتُ، قَالَ رُؤْيَا المُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ» .رواه الترمذي وأحمد في مسنده
    2- عن أبي هريرة «أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا انصرف من صلاة الغداة يقول: «هَلْ رَأَى أَحَدٌ مِنْكُم الليلةَ رُؤْيا إنَّهُ لَيْسَ يَـبْقَى بَعْدِي مِنَ النُّبُوَّةِ إلا الرُّؤْيا الصَّالِحَةُ» . رواه أحمد في مسنده
    3- عن عائشة، أن النبيّ صلى الله عليه وسلم قال: «لاَ يَبْقَى بَعْدِي مِنَ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إلا المُبَشِّرَاتُ» قالوا: يا رسول الله، وما المبشرات؟ قال: «الرُّؤْيَا الصّالِحَةُ يَرَاهَا الرَّجُل أَوْ تُرَى لَهُ». رواه أحمد في مسنده ومالك في الموطأ وابن حبان
    4- عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ. رواه البخاري ومسلم وأحمد في مسنده وابن حبان في صحيحه وابن ماجه
    5- عن مُصعَبِ بن سعدٍ عن أبيه «أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم خرجَ إلى تبوك، واستخلفَ علياً، فقال: أتخلِّفُني في الصبيان والنساء؟ قال: ألا ترضى أن تكون مني بمنزلةِ هارونَ من موسى، إلاَّ أنهُ ليس نبيٌّ بعدي . رواه البخاري ومسلم وأحمد في مسنده والترمذي وابن حبان في صحيحه وابن ماجه.
    6- عَنْ عُقْبَةَ بنِ عَامِرٍ ، قال: قالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم : «لَوْ كانَ نَبِيٌّ بَعْدِي لَكَانَ عُمَر بنَ الْخَطَّابِ» . رواه الترمذي.
    7- عن محمدِ بن جُبَيرِ بن مُطعمٍ عن أبيهِ رضيَ الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «لي خمسةُ أسماء: أنا محمد، وأنا أحمدُ، وأنا الماحي الذي يمحُو اللهُ بي الكفرَ، وأنا الحاشرُ الذي يُحشَرُ الناسُ على قَدَمي، وأنا العاقب. رواه البخاري ومسلم وأحمد مسنده والترمذي والدارمي في سننه والإمام مالك في الموطأ وابن حبان. وَالْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ.
    8- عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَـٰنِ و أَبِي عَبْدِ اللّهِ الأَغَرِّ مَوْلَى الْجُهَنِيِّينَ (وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ أَبِي هُرَيْرَةَ) أَنَّهُمَا سَمِعَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللّهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ. فَإِنَّ رَسُولَ اللّهِ آخِرُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ مَسْجِدَه آخِرُ الْمَسَاجِدِ». فَقَالَ لَنَا عَبْدُ اللّهِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ: أَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ «فَإِنِّي آخِرُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ مَسْجِدَي آخِرُ الْمَسَاجِدِ. رواه مسلم ابن حبان والنسائي في سننه وقال أبو حاتم: قوله : «إنه آخر المساجد»، يريد به آخر المساجد للأنبياء، لا أنَّ مسجدَ المدينةِ آخِرُ مسجدٍ بُنِيَ في هٰذه الدنيا.
    9- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: «فُضِّلْتُ عَلَى الأَنْبِيَاءِ بِسِتَ: أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ. وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ. وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ. وَجُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ طَهُوراً وَمَسْجِداً. وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْخَلْقِ كَافَّةً. وَخُتِمَ بِيَ النَّبِيُّونَ . رواه ابن حبان
    10- عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ ،: قَالَ رَسُولُ الله : «لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بالمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأوْثَان وإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي». رواه الترمذي وفي رواية أبو داود و ابن حبان وأحمد في مسنده: … ولا تزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين، لا يضرهم من خالفهم حتى يأتي أمر الله عز وجل.
    11- عن أبي هريرةَ رضيَ اللهَ عنه أنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قال: «إنَّ مثلي ومَثل الأنبياءِ من قَبلي كمثَل رجُلٍ بنى بيتاً فأحسَنَهُ وأجملَهُ، إلا مَوضعَ لبنةٍ من زاويةٍ، فجعلَ الناسُ يطوفونَ بهِ ويعجَبونَ له ويقولون: هلاّ وُضِعَت هذه اللبنةُ ؟ قال: فأنا اللَّبنة، وأنا خاتمُ النَّبيين. رواه البخاري و مسلم و ابن حبان وفي رواية أحمد مسنده: …«فأنا مَوْضِعُ اللبِنَةِ جِئْتُ فَخَتَمْتُ الأنبياءَ.

    Untuk penjelasan hadits-hadits di atas dan bagaimana aqidah ummat Islam dalam masalah nabi dan rasul, telah dilakukan oleh Dede A. Nasrudin dalam sebuah bukunya “Ahli Sunnah menjawab Ahmadiyah dalam Masalah KENABIAN” , yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta. Cetakan pertama tahun 2002. Terlalu panjang kiranya kalau ditulis di sini, sebab masalah ini para ulama sudah menjawabnya dengan panjang lebar dan telah terbongkar kebohongan dan kekeliruan Ahmadiyah dalam masalah dalil-dalil mereka. (lihat buku ini dalam lapiran).


  16. BAB XII
    BUKTI-BUKTI MIRZA GHULAM AHMAD BUKAN DUPLIKAT ISA
    AL-MASIH, BUKAN IMAM MAHDI, BUKAN NABI DAN BUKAN RASUL.

    1. Dalam surat Ibrahim 4 Allah berfirman :
    ”Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ibrahim 4)

    Bukti bahwa Mirza tidak sesuai dengan kriteria seorang rasul yang diutus, karena menerima wahyu yang Mirza sendiri tidak tahu dan tidak memahaminya, telah diuraikan dalam “Tinjauan Umum” dalam “Membedah Tadzkirah”.

    2. Sabda Rasulullah SAW :
    )لم يقبر نبي إلا حيث يموت(
    قال الإمام أحمد : حدثنا عبد الرزاق ، حدثنا ابن جريج ، أخبرني أبي ـ و هو عبد العزيز بن جريج : أن أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم ، لم يدروا أين يقبرون النبي صلى الله عليه و سلم . حتى قال أبو بكر : سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول : لم يقبر نبي إلا حيث يموت ، فأخروا فراشه و حفروا تحت فراشه صلى الله عليه و سلم .
    رواه الحافظ أبو يعلى من حديث ابن عباس و عائشة ، عن أبي بكر الصديق رضي الله عنهم ، فقال : حدثنا أبو موسى الهروي ، حدثنا أبو معاوية ، حدثنا عبد الرحمن بن أبي بكر ، عن ابن أبي ملكية ، عن عائشة ، قالت : اختلفوا في دفن النبي صلى الله عليه و سلم حين قبض، فقال أبو بكر : سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول : ” لا يقبض النبي إلا في أحب الأمكنة إليه ” فقال : ادفنوه حيث قبض .
    رواه الترمذي عن أبي كريب ، عن أبي معاوية ، عن عبد الرحمن بن أبي بكر المليكي ، عن ابن أبي ملكية ، عن عائشة قالت : لما قبض رسول الله صلى الله عليه و سلم اختلفو في دفنه فقال أبو بكر : سمعت من رسول الله شيئا ما نسيته ، قال : ” ما قبض الله نبيا إلا في الموضع الذي يحب أن يدفن فيه ” . ادفنوه في موضع فراشه .رواه ابن عباس عن أبي بكر الصديق عن النبي صلى الله عليه و سلم و قال الأموي عن أبيه عن ابن إسحاق ، عن رجل حدثه ، عن عروة ، عن عائشة ، أن أبا بكر قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : إنه لم يدفن نبي قط إلا حيث قبض .
    وفي رواية فقال أبو بكر : إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” ما قبض نبي إلا دفن حيث قبض ” .
    Abu Bakar Ash-Shiddiq RA mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda: “Tidak dikuburkan seorang Nabi kecuali (di tempat) di mana dia meininggal”. Sementara Mirza dikuburkan bukan ditempat di mana dia mati. Perhatikan apa yang diungkap MA.Suryawan halaman 192 : ”Pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10:30 pagi Hadhrat Ahmad a.s. berpulang ke Rahmatullah ………………..Beliau wafat di kota Lahore dan kemudian dimakamkan pada hari berikutnya di kota Qadian. Selanjutnya Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad menerangkan: Saya telah ungkapkan tadi bahwa Hadhrat Ahmad a.s. wafat pada pukul 10:30 pagi. Kemudian segera diatur segala yang perlu untuk membawa jenazah beliau a.s. ke Qadian. Dengan kereta api sore, pada hari itu juga, jenazah beliau a.s. disertai rombongan besar Jemaat Ahmadiyah, diberangkatkan ke Qadian setelah turun di stasiun Batala, jenazah Hadhrat Ahmad a.s. diusung sampai ke Qadian.”

    Ini adalah bukti yang nyata bahwa Mirza bukan seorang Nabi, kalau benar mestinya kabar ghaib dari Rasulullah ini akan terjadi pada diri Mirza. Mungkin para pengikutnya langsung dilupakan oleh Allah, bahwa seharusnya dia dikuburkan di tempat ia mati. Malah dia dikuburkan di tempat lain yang jauh sehingga perlu dibawa/diangkut dahulu dalam kereta api. Atau mereka tidak tahu bahwa ada hadits yang berkaitan bagaimana seharusnya menguburkan seorang ”nabi” ?

    3. Kemudian ada juga riwayat bahwa pada akhirnya Isa ibn Maryam wafat seperti biasa (Nabi-Nabi lain) dan akan dikuburkan di samping kubur Rasulullah SAW :
    روى الترمذي عَن مُحَمَّدِ بنِ يُوسُفَ بنِ عَبْدِ اللَّهِ بنِ سَلاَمٍ عَن أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قال ،: « مَكْتُوبٌ في التَّوْرَاةِ صِفَةُ مُحَمَّدٍ، وَصِفَةُ عِيسَى بنُ مَرْيَمَ يُدْفَنُ مَعَهُ. قالَ فقالَ أَبُو مَوْدُودٍ: قَدْ بَقِيَ في البَيْتِ مَوْضِعُ قَبْرٍ».
    عن عبد الله بن عمرو, قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “ينزل عيسى بن مريم إلى الأرض, فيتزوج, ويولد له, ويمكث خمسا وأربعين سنة, ثم يموت, فيدفن معي في قبري، فأقوم أنا وعيسى بن مريم في قبر واحد بين أبي بكر وعمر” رواه ابن الجوزي في كتاب الوفاء (مشكاة المصابيح تأليف محمد بن عبد الله الخطيب التبريزي, كتاب الفتن باب نزول عيسى بن مريم الحديث رقم 5508 , ج3 ص 1524 , المكتب الإسلامي بيروت سنة 1405 هـ تحقيق : محمد ناصر الدين الألباني )

    4. Dalam beberapa riwayat dijelaskan, bahwa Isa ibn Maryam yang dijanjikan akan melakukan haji dan umrah ke BaituLLAH Makkah Al-Mukarromah.
    1- روى مسلم في كتاب الحج : عَنْ حَنْظَلَةَ الأَسْلَمِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُهِلَّنَّ ابْنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ، حَاجّاً أَوْ مُعْتَمِراً، أَوْ لَيَثْنِيَنَّهُمَا».
    2- روي أحمد في مسنده عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ينزل عيسى ابن مريم فيقتل الخنزير، ويمحو الصليب، وتجمع له الصلاة، ويعطى المال حتى لا يقبل، ويضع الخراج، وينزل الروحاء فيحج منها أو يعتمر أو يجمعهما».
    3- روى ابن حبان في صحيحه عن أبي هريرة ، عن النبي قال : «لَيُهِلَّنَّ ابنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ حَاجاً أَو مُعتَمِراً، أَو لَيُثَنِّيَنَّهُمَا.
    Dari hadits-hadits di atas bisa disimpulkan, bahwa Isa ibnu Maryam yang dijanjikan akan melakukan Umroh dan Hajji atau Umroh plus Hajji (Hajji Qiron), pertanyaannya, benarkah itu terjadi ? Ternyata Mirza selama hidupnya tidak pernah Umroh dan tidak pernah Hajji ke Baitullah sama sekali (Sirotul Mahdi riwayat nomor 672, Hasan Audah 271). Alasannya Mirza tidak punya uang yang cukup dan keamanan kurang menjamin dari pembunuhan tehadapnya ( lihat Bukan Sekedar Hitam Putih oleh MA. Suryawan, halaman 110 dan 113). “Lebih lanjut kita temukan keterangan beliau bahwa ia tidak pernah mempunyai harta simpanan, apalagi harta yang cukup untuk melakukan perjalanan jauh dan panjang ke Mekkah Al-Mukarramah ……. Selanjutnya kita dapatkan lagi keterangan mengenai hakikat dan pengertian lain mengenai ibadah Haji sebagai berikut: Sebenarnya, orang-orang yang datang dari Allah, pergi ke tempat mereka untuk mempelajari agama, juga merupakan suatu hal yang seperti Haji. Melakukan Haji juga merupakan penerapan perintah Allah Ta’ala. Dan saya pun datang untuk melindungi agama-Nya dan menjaga rumah-Nya, yaitu Ka’bah. Kasyaf yang dilihat oleh Rasulullah s.a.w., bahwa Dajjal dan Masih Mau’ud bersama-sama melakukan thawaf. Sebenarnya makna thawaf adalah berkeliling. Thawaf itu ada dua macam saja. Pertama, di malam hari pencuri berkeliling, yakni mereka ber-thawaf ke rumah-rumah. Dan yang kedua adalah, pengawal yang ber-thawaf. Pengawal itu berkeliling untuk melindungi dan menjaga rumah-rumah. Dan mereka ber-thawaf untuk menangkap pencuri. Demikian pula halnya thawaf yang dilakukan oleh Masih Mau’ud dan Dajjal. Dajjal berkeliling di dunia dan berkeinginan untuk memalingkan dunia dari Allah, serta mencuri keimanan mereka. Namun, Masih Mau’ud berusaha untuk menangkapnya, dan menyelamatkan harta agama serta iman orang-orang melalui tangannya. Ringkasnya, ini merupakan sebuah peperangan yang sedang berlangsung antara kita dengan Dajjal”.

    Mirza menafsirkan sendiri makna Hajji dan thowaf dengan tafsiran yang aneh, sebagai pelarian atau alasan tidak bisa Haji ataupun Umroh. Justru inilah sebagai bukti kuat bahwa Mirza bukan nabi Isa ibnu Maryam yang dijanjikan. Kalaulah benar seperti pengakuan Mirza, mesti Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Kaya akan menakdirkan Mirza bisa Umroh dan Hajji dengan cara apaun dan dengan seizin Allah akan terjadi. Tapi hal ini tidak terjadi sama sekali. Inilah sebagai bukti yang sangat kuat bahwa Mirza bukan Imam Mahdi dan bukan pula Isa ibnu Maryam yang dijanjikan itu. Atau malah sesuai dengan hadits bahwa Masih Ad-dajjal tidak akan bisa masuk ke 4 tempat; Masjid Haram, Masjid Nabawi, masjid Aqsha dan Masjid Ath-thur. Wallahu a’lam.

    5. Sifat-sifat Mirza yang tidak layak Sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Nabi Isa Ibnu Maryam :

    Lihat Sirat Mahdi yang di tulis oleh orang dekat Mirza sendiri, yakni anaknya sendiri yang juluki ”Qomarul Anbiya” dengan kesaksian istrinya sendiri. :
    (dinulik dari buku الأحمدية – عقائد وأحداث terjemahan )
    Riwayat 929 : ”Dokter Mir Muhammad Ismail (salah seorang sahabat Mirza) memberi kabar kepada kami : bahwa Hadzrat Al-Masih Al-Maud (Mirza Ghulam) telah menetapkan bahwa candu itu mempunyai kegunaan-kegunaan yang ajaib dan asing. Dia (Mirza) telah menyiapkan secara pribadi obat yang dibikin dari candu yang diberi nama obat penawar racun dari Tuhan, diapun telah memberikan obat tersebut kepada salah seorang shabatnya”.

    Telaah juga BAB III RIWAYAT SINGKAT MIRZA GHULAM AHMAD DALAM SOROTAN halaman 7 sampai dengan 12

    a. Nasab dan keturunan dan proses aneh ketika hamil bayangan oleh Isa dan 2 tahun dia merasa jadi Maryam.
    MA. Suryawan menulis: Pendiri Jemaat Ahmadiyah bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Nama beliau yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Mirza melambangkan keturunan Moghul. Kebiasaan beliau adalah suka menggunakan nama Ahmad bagi diri beliau secara ringkas. Maka, waktu menerima baiat dari orang-orang, beliau hanya memakai nama Ahmad. Dalam ilham-ilham , Allah Ta’ala sering memanggil beliau dengan nama Ahmad juga. Hazrat Ahmad as. lahir pada tanggal 13 Februari 1835 M, atau 14 Syawal 1250 H, hari Jumat, pada waktu shalat Subuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Beliau lahir kembar. Yakni beserta beliau lahir pula seorang anak perempuan yang tidak berapa lama kemudian meninggal dunia. Demikianlah sempurna sudah kabar-ghaib yang tertera di dalam kitab-kitab agama Islam bahwa Imam Mahdi akan lahir kembar. Qadian terletak 57 km sebelah Timur kota Lahore, dan 24 km dari kota Amritsar di propinsi Punjab, India.
    Keterangan Imam Mahdi lahir kembar dengan perempuan kemudian kembarannya meninggal, kita belum mendapatkan informasi ersebut daklam hadits Nabi, pihak penulis tidak menyebutkan sumbernya dari mana ?
    Proses aneh ketika Mirza jadi Maryam, lantas hamil oleh Isa, kemudian berubah menjadi Isa Al-Masih, telah dijelaskan dalam tulisan Riwayat Singkat Mirza di atas.

    b. Pembelajar seperti manusia biasa
    Dalam buku-buku Ahmadiyah diberitakan : Waktu Hazrat Ahmad as. masih kanak-kanak, ayah beliau telah mempekerjakan seorang guru bernama Fazal Ilahi untuk mengajar beliau mengaji Al Quran serta beberapa kitab bahasa Farsi (1841). Setelah berusia 10 tahun, dipanggil lagi seorang guru bernama Fazal Ahmad yang amat baik dan benar-benar beragama (1845). Hazrat Ahmad as. sendiri menuliskan bahwa guru itu mengajar beliau beberapa kitab saraf-nahu (gramatika) bahasa Arab, dengan giat dan penuh kecintaan. Setelah beliau as berusia 17 tahun, ditetapkan seorang guru lain bernama Gul Ali Shah, untuk mengajarkan beberapa kitab nahu dan mantik ( logika). Ilmu ketabihan beliau pelajari dari ayah beliau sendiri yang merupakan seorang tabib mahir dan pandai. Pelajaran semacam ini pada zaman itu terpandang cukup tinggi, namun bila dibandingkan dengan kewajiban yang akan beliau emban, hal itu tidak berarti sedikit pun.
    Sementara ciri-ciri seorang nabi dan rasul di antaranya, kemulyaan itu bukan hasil belajar dan diajari orang lain dan bukan hasil usahanya, tapi murni langsung ilmu-ilmu itu dari Allah, untuk membuktikan kemurnian risalahnya.
    Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Asy-Syura 52

    c. Sifat dan akhlaknya, lisannya
    Mulutnya memuji nabi Muhammad, tapi keyakinannya melawan banyak hadits nabi terutama yang terkait dengan Kenabian. Ketika diserang malah bailik nyerang dengan kata-kata kotor. Jika ulama-ulama di zamannya menyerang dan mengkafirkannya, wajar-wajar saja, sebab mereka manusia biasa bukan nabi, bukan rasul, bukan Imam Mahdi dan bukan Isa ibn Maryam. Namun Mirza dengan lidah dan tulisannya tidak segan-segan mencaci-maki ulama dan ummat Islam.

    d. Kesehatan dan penyakitnya
    Dalam Hal kesehatan dan penyakit yang diderita Mirza Ghulam Ahamd, menunjukkan cacat fisik yang tidak layak bagi seorang yang suci berpangkat 4 kemuliaan sekaligus, sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan Rasul.
    Dalam buku ”Sirotul Mahdi” terdapat beberapa riwayat tentang kesehatan dan penyakit Mirza:
    Riwayat nomor 369 : ”Al-Masih dan Al-Mahdi (Mirza Ghulam) mempunyai penyakit Hysteria (ganguan syaraf), sehingga dia (Mirza) suka terjatuh ke bumi dan tidak bisa mengimami sholat”.
    Riwayat nomor 479 dan 564 : ”Tangan kannannya pecah sekali, sehingga dia tidak bisa menggunakan tangan kanannya di waktu makan sampai matinya”.
    Riwayat nomor 81 dan 93 : ”Mirza terserang penyakit kuning”.
    Riwayat nomor 66 : ”Mirza terserang penyakit TBC”.
    Riwayat nomor 673 : ”Dia tidak bisa melihat dengan baik”.
    Riwayat nomor 597 : ”Dia suka memakai pakaian hangat sepanjang tahun (meskipun cuaca sangat panas, di musim panas)”.
    Riwayat 638 : ”Dia (Mirza) shalat sambil mengunyah susu dalam mulutnya sehingga tidak batuk”.
    Riwayat 655 : ”Dia (Mirza) menjelaskan minum Khamar (arak) dan candu seperti obat”.
    Dan masih banyak riwayat-riwayat lain tentang kehidupan Mirza ini (baca buku Ahmadiyah, Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman, karya Hasan bin Mahmud Audah).

    e. Kehidupan keluarga dan anak-anaknya
    setelah Mirza menyebutkan buku-buku yang ia tulis tentang wafatnya Isa ibnu Maryam AS, ia mengatakan : ”Buku-buku tersebut diterima oleh setiap muslim dengan cinta dan suka-cita dan mengambil ilmu dari buku-buku tersebut. Setiap muslim menerima saya dan mempercayai dakwahku kecuali anak keturunan para pelacur yang telah ditutup hatinya oleh Allah, mereka itulah yang tidak menerimanya. (Ainah Kamalat Islam 547, RK 5).
    Sementara putra sulungnya sendiri Fadhl Ahmad dari istri Mirza yang pertama tidak beriman kepada ayahnya (Mirza), tidak percaya kepada dakwahnya, sampai Mirza tidak menshalati jenazahnya. Kalau demikian berarti Mirza telah menvonis anaknya sendiri sebagai anak pelacur dari ibunya pelacur. Mirza telah memaki seluruh ummat Islam yang tidak beriman kepadanya dengan makian yang luar biasa, lalu makian itu kembali kepada keluarganya sendiri. Ini termasuk keajaiban kekuasaan Allah, sebagaimana firman-Nya:
    ” … rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri….” QS Fathir 43 (lihat Keyakinan Al-Qodiani karya Syekh Mandzur Ahmad Chinioti Pakistani)

    f. Kematiannya
    Dalam sebuah riwayat, “Tabligh Risalat” jilid 10/120 pada tahun 1897 Mirza menantang seorang Ulama masyhur yaitu Maulana Tsana Allah Al-Amr Tasry bahwa antara keduannya melakukan mubahalah, siapa antara keduanya pembohong akan mati segera terkena Mencret dan Thoun”. Pada tahun berikutnya 1898 Mirza mati dengan penyakit tersebut di Lahore. Sementara Maulana Tsana Allah Al-Amr Tasry masih hidup 40 tahun setelah kematian Mirza, 1948 dengan umur 80 tahun (An-Nadwy 30-31)

    g. Keberanian melawan musuh Islam tidak seperti para Nabi.
    Para nabi terkenal dengan wala dan baronya dengan orang-orang kafir, begitu pula para sahabatnya Asyidda alal kuffar ruhama bainahum. Tapi dengan adanya keterangan-keterangan tentang pengkhidmatan Mirza dan keluarga besarnya terhadap Inggris penjajah (kafir) terhadap India pada waktu itu, memang sangat janggal, sampai kitapun bertanya kenapa pusat Ahamdiyah sekarang di Inggris dan Inggris sangat mensupportnya. Ini sesuai dengan wasiat Mirza senidiri.

    h. Ibadahnya
    Dalam situs http://www.ahmadiyya.or.id ” Riwayat Mirza Ghulam Ahmad” yang diketik ulang oleh: Herlambang Priambodo, terdapat penjelasan sebagai berikut : ”Dalam masa itu Allah Ta’ala menerangkan kepada beliau as. bahwa untuk mendapatkan nikmat-nikmat Ilahi perlu melakukan mujahidah juga. Yakni beliau as. harus berpuasa. Menurut perintah Ilahi ini beliau as. berpuasa berturut-turut 6 bulan lamanya. Acapkali makanan yang dikirim untuk beliau telah beliau bagikan kepada fakir miskin. Setelah berbuka puasa, bila beliau as. meminta makanan dari rumah, sering ditolak. Karena itu Hazrat Ahmad as. mencukupkan hanya dengan sedikit air, atau barang lain semacam itu, dan esok harinya berpuasa terus tanpa makan sahur lebih dahulu. Pendek kata, pada waktu itu beliau dalam keadaaan mujahiidah yang tinggi, dan beliau menjalaninya dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Pada waktu yang amat susah sekali pun beliau as. tidak menunjukkan– secara langsung ataupun dengan isyarat — untuk memperoleh bagian dari harta pusaka beliau. Bukan hanya selama hari-hari puasa itu saja, bahkan pada waktu-waktu lainnya pun Hazrat Ahmad as. suka membagikan makanan kepada orang-orang miskin, dan untuk diri sendiri beliau as. hanya mencukupkan dengan sekerat roti yang tidak lebih dari 50 gram. Kadang-kadang beliau hanya makan kacang-kacangan yang disangrai, sedangkan makanan beliau dibagikan kepada fakir miskin. Maka banyak para fakir miskin suka tinggal dengan Hazrat Ahmad as.. Mereka diperhatikan dan diurus oleh beliau lebih dari keperluan dan kepentingan sendiri — walau pun beliau as. sendiri berada dalam kesusahan. Sedangkan kakak beliau hanya bergaul dan bersahabat dengan orang-orang kaya saja… selesai.

    Puasa 6 bulan berturut-turut dan tanpa sahur terlebih dahulu, itu adalah pekerjaan bid’ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, malah beliau melarangnya, kalaupun mau puasa sunnah yang optimal diperbolehkan seperti puasa Nabi Daud AS dan sahur untuk puasa adalah barokah. Kemudian puasa seperti itu untuk tujuan mendapatkan kenabian adalah suatu yang mengada-ada, karena kenabian seseorang bukan hasil usaha mujahidah yang tinggi seperti itu, nanum pemberian dari Allah SWT bagi hamba-hambaNya yang pantas menerimanya. Kalau kenabian bisa didapat dengan mujahidah tinggi seperti itu, maka akan banyak orang-orang melakukannyan demi mendapat kehormatan sebagai nabi. Hal ini bertentangan dengan QS. Asy-Syura 52.

    Riwayat nomor 1 “Dia (Mirza) tidak pernah beristighfar kepada allah sama sekali”.
    Riwayat nomor 66 “Dia (Mirza Ghulam) tidak pernah I’tikaf sama sekali (selama Ramadhan)”.
    Riwayat nomor 553 : ”Dia (Mirza Ghulam) hanya sedikit sekali menghafal Al-Quraan”.

    6. Tolok Ukur Kebenaran Sebuah Pengakuan: Nabi dan Rasul Versi Ahmadiyah dan sanggahannya, lihat kitab : ” القول الصريح (القبيح) في ظهور المهدي والمسيح”

    Pertama :
    Katakanlah: “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu”. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya? QS Yunus 16

    Ahmadiyah memberikan empat syarat bagi siapa saja yang mendakwakan diri sebagai nabi (Al-Qaol Sorih fi dzuhuril Mahdi wal Masih oleh Ust. Nadzir Ahmad – seterusnya QSMM- halaman 209-211) dan kata beliau Mirza Ghulam Ahmad sudah memenuhi kriteria tersebut. Namun ternyata dalil yang dipakai di antaranya hanya dengan pernyataan Mirza sendiri yang ditulis sendiri dalam Tadzkirah Asy-Syahadatain hal 62. Padahal kalau membaca kitab Siratul Mahdi yang dikarang oleh Mirza Basyir Ahmad, anaknya sendiri banyak sekali hal-hal yang sebenarnya Mirza tidak layak sebagai seorang nabi dan rasul. Contoh Riwayat 929 : ”Dokter Mir Muhammad Ismail (salah seorang sahabat Mirza) memberi kabar kepada kami : bahwa Hadzrat Al-Masih Al-Maud (Mirza Ghulam) telah menetapkan bahwa candu itu mempunyai kegunaan-kegunaan yang ajaib dan asing. Dia (Mirza) telah menyiapkan secara pribadi obat yang dibikin dari candu yang diberi nama obat penawar racun dari Tuhan, diapun telah memberikan obat tersebut kepada salah seorang shabatnya”. Riwayat 369 : “Al-Masih dan Al-Mahdi (Mirza) mempunyai penyakit Hysteria (gangguan syaraf) sehingga dia suka terjatuh ke bumi dan tidak mengimami shalat”. Riwayat 780 : “ Seorang pelayan wanita, Banu namanya memijit-mijit badan Mirza Ghulam di atas kasur”. Riwayat 786 : “Wanita-wanita yang haram, menjaga Mirza di waktu malam”. Riwayat 788 : “Dia (Mirza Ghulam) banyak pingsan dan terjatuh di lantai”. Riwayat 896 : “Zainab, salah seorang gadis pelayan, terjaga (tidak tidur) dalam melayani Mirza Ghulam sampai waktu fajar”.

    Riwayat Mirza yang Diketik ulang oleh: Herlambang Priambodo dalam http://www.ahmadiyya.or.id mengungkapkan : “Demikian pula beliau sering membaca syair-syair yang menyatakan betapa dalam penyesalan hati beliau atas kehidupannya sendiri yang sebagian besar disia-siakannya dalam urusan dunia belaka. Dan hati beliau berhasrat untuk mendapat rahmat serta karunia Allah. Penyesalan beliau– karena tidak mengusahakan apa-apa untuk menghadap ke hadirat Ilahi–makin lama semakin bertambah kuat di hati beliau. Dengan sedih beliau sering berkata: “Sayang aku telah merusak hidupku untuk urusan dunia yang sia-sia belaka.” Kemudian : “Berbagai macam hambatan dan keadaan jahiliah zaman itu tidak melalaikan sang ayah dari kewajibannya menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya. Waktu Hazrat Ahmad as. masih kanak-kanak, ayah beliau telah mempekerjakan seorang guru bernama Fazal Ilahi untuk mengajar beliau mengaji Al Quran serta beberapa kitab bahasa Farsi (1841). Setelah berusia 10 tahun, dipanggil lagi seorang guru bernama Fazal Ahmad yang amat baik dan benar-benar beragama (1845). Hazrat Ahmad as. sendiri menuliskan bahwa guru itu mengajar beliau beberapa kitab saraf-nahu (gramatika) bahasa Arab, dengan giat dan penuh kecintaan. Setelah beliau as berusia 17 tahun, ditetapkan seorang guru lain bernama Gul Ali Shah, untuk mengajarkan beberapa kitab nahu dan mantik ( logika). Ilmu ketabihan beliau pelajari dari ayah beliau sendiri yang merupakan seorang tabib mahir dan pandai.” Kemudian : “Setelah ibu beliau wafat, beliau as. sering menanggung kemarahan serta celaan dari kakak dan ayah beliau, sebab mereka menganggap beliau as. tidak suka bekerja untuk penghidupan hanya karena malas.” Kemudian :” Sekali peristiwa Hazrat Ahmad as. meminta sedikit uang untuk berlangganan sebuah surat kabar, namun meskipun menguasai harta pusaka beliau as. sang kakak menolak permintaan itu dengan mengatakannya sebagai pemborosan untuk orang yang tidak mau bekerja dan hanya duduk-duduk saja membaca surat kabar serta buku-buku.”
    Dari riwayat-riwayat tadi, ada sisi-sisi gelap Mirza yang menunjukkan kelainan dan tidak layak untuk menyandang sebagai seorang nabi masa mendatang.

    Kedua :
    Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung”. QS Yunus 69
    Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,(40) dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.(41) Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.(42) Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.(43) Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,(44) Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya.(45) Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.(46) Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.(47) QS Al-Haaqoh.

    Ini dijadikan hujjah oleh Ahmadiyah, bahwa kalau seandainya Mirza berbohong mestinya Ahmadiyah tidak ada kemajuan-kemajuan (layuflihun), dan Mirza sendiri sudah di hukum mati oleh Allah. Tapi kenyataannya sehat walafiat sampai tua. Jamaahnya makin maju.
    Apa betul demikian ?

    Perlu diketahui, bahwa susunan ayat diatas adalah khusus ancaman kepada Nabi Muhammad SAW, bukan kepada yang lainnya, untuk membuktikan bahwa Nabi tidak berbohong kapada Allah atas semua yang disampaikannya. Buktinya, betapa banyak orang yang sudah mengaku Nabi dan mengaku menerima wahyu, tidak diperlakukan oleh Allah seperti dalam ayat, karena ayat tersebut khusus untuk Nabi Muhammad SAW. Kalau itu kaidahnya, Ahmadiyah harus membenarkan dan mengikuti orang-orang pendakwa Nabi yang datang setelah Mirza, seperti Lia Aminudin di Indonesia.

    Kemajuan Ahmadiyah yang selalu menjadi kebanggaan, sebenarnya kalau dibanding dengan jamaah-jamaah lain tidak ada bedanya, kata Nurkholis Madjid: “Sebagai gambaran nyata, di zaman modern ini terdapat beberapa orang pengaku kenabian. Kehadiran mereka tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut.

    Justru keberhasilan yang biasa-biasa inilah sebagai bukti tidak falahnya Mirza dan Jemaatnya. Lihat hadits-hadits yang terkait dengan kaidah falah/keberhasilan Isa ibnu Maryam yang akan diturunkan. Keberhasilannya hanya dengan kiasan-kiasan dan takwilan-takwilan, bukan yang sesungguhnya.

    Dan ternyata Mirza sendiri dihukum oleh Allah dengan beberapa penyakit sampai wafatnya. Riwayat 369 : “Al-Masih dan Al-Mahdi (Mirza) mempunyai penyakit Hysteria (gangguan syaraf) sehingga dia suka terjatuh ke bumi dan tidak mengimami shalat”. Riwayat 479 dan 564 : “Tangan kanannya pecah sekali, sehingga dia tidak bisa menggunakan tangan kanannya di waktu makan sampai matinya”. Riwayat 66; “Mirza terserang penyakit TBC”. Riwayat 673 : “Dia tidak bisa melihat dengan baik” Riwayat 12 : “Dia (Mirza) mati diserang penyakit mencret”. Riwayat 376 : “Dia (Mirza) terserang penyakit mencret beberapa tahun sebelum matinya dan dia mati dengan penyakit ini.” Kemudian : “ … Meskipun demikian, aku hidup dengan 2 penyakit : 1. Penyakit di bagian bawah (yaitu beser/tidak mampu menahan kencing). Dalam sehari semalam ia bisa kencing sampai seratus kali. ( Nuzulul Masih halaman 235). 2. Penyakit di bagian atas (sakit kepala yang berkepanjangan)(Sirat Al-mahdi hal. 1/13).
    Ketiga :
    Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la`nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. QS Ali Imran 61

    Ahmadiyah mempunyai senjata (pistol gabus kata Ahmad Hariadi) untuk menembak lawan-lawannya yang disebut mubahalah (perang do’a/ saling melaknat), namun penafsiran Ahmadiyah selalu dengan kematian seseorang, begitu lawannya mati, maka mereka gembira karena merupakan bukti kebenaran Mirza, namun apabila ternyata masih hidup, maka akan ditakwil dengan berbagai alasan. Atau untuk mengancam yang tidak taat kepada Mirza, maka akan diancam dengan kematian dengan menisbatkan berita kematian itu katanya dari Wahyu Allah. Namun apabila meleset dari perkiraan, maka lagi-lagi akan mentakwil dengan berbagai alasan. Sejarah mubahalah sudah sangat masyhur, yaitu mengajak perang doa dengan Nasrani Najran ( Ahli kitab kafir ) bukan sesama muslim. Nah Ahmadiyah kalau mubahalahnya dengan Pendeta, boleh-boleh saja, tapi kalau dengan sesama muslim ini yang patut dipertanyakan, boleh tidak ? Kecuali muslim yang non Ahmadiyah memang sudah dianggap non Muslim (kafir) ?? Juga yang namanya laknat itu bukan kematian, tapi Ahmadiyah selalu dengan kematian. Namun untuk sekarang-sekarang ini tidak terdengar lagi Ahmadiyah menggunakan senjata ini, karena banyak gagalnya. Ahmad Haryadi kalah, hampir saja lehernya dipotong warga, karena lawannya tidak mati seperti yang dijadwalkan. Ahmad Hariadi keluar Ahmadiyah, maka menantang mubahalah dengan Kholifah ke IV dan Syafi Batuah, kedua-duanya sudah mati dululan. Ahamad Hariadi masih sehat walafiyat.

    Memang mungkin ini yang difahami oleh Mirza dari ilhamnya “ telah diberikan kepadaku untuk mematikan dan menghidupkan, dari Tuhan Yang Maha Besar” ( Khutbah Ilhamiyah 55-56, RK.16)

    Dalam sebuah riwayat, “Tabligh Risalat” jilid 10/120 pada tahun 1897 Mirza menantang seorang Ulama masyhur yaitu Maulana Tsana Allah Al-AmrTasry bahwa antara keduannya melakukan mubahalah, siapa antara keduanya pembohong akan mati segera terkena Mencret dan Thoun”. Pada tahun berikutnya 1898 Mirza mati dengan penyakit tersebut di Lahore. Sementara Maulana Tsana Allah Al-Amr Tasry masih didup 40 tahun setelah kematian Mirza, 1948 dengan umur 80 tahun (An-Nadwy 30-31)

    Keempat :
    (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.(26) Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.(27) Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.(28) QS Al-Jin

    Kemungkinan besar diberi kabar oleh Jin yang suka mencuri-curi kabar langit :
    Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya),(16) dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk, (17) kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.(18) QS Al-Hijr

    Dalam kasus Muhammady Begum adalah suatu bukti. Tidak sesuai dengan nubuwatan, padahal di wahyunya itu sangat tegas tidak ada perubahan dalam rencana Allah katanya. Yang terjadi malah Mirza gigit jari, tidak terjadi pernikahan dengan gadis belia itu, mungkin inginnya niru seperti Rasulullah menikah dengan siti ‘Aisyah, yang sangat direlakan oleh Abu Bakar.
    Siapa sebenarnya yang datang kepada Mirza dan membisikkan kabar dan dianggapnya oleh Mirza sebagai Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu.

    (Lihat ”Menyorot Wahyu, Ilham, khusyuf dan mimpi-mimpi Mirza Ghulam Ahmad)

    Kelima :
    Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan”;(216) Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,(217) Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang),(218) dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.(219) Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(220) Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun?(221) Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa,(222) mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.(223) Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. (224) Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah,(225) dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan (nya)?,(226) kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.(227)

    Banyak sekali Mirza menulis syair dalam bahasa Arab dan Urdu, kemungkinan besarnya dibantu oleh Jin Syetan itu.
    Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. Al-Isra 88

    Kalaupun Mirza (manusia) dibantu oleh Jin untuk membuat wahyu seperti Al-Quran, dan memang wahyu-wahyu yang diterima oleh Mirza mirip-mirip Al-Quran karena iqtibas (comotan dari sana-sini Al-Quran), tetap diketahui aib dan cacatnya wahyu-wahyu itu. Perhatikan tulisan: “Membedah Tadzkirah” dalam BAB VII

    Banyak bukti pernyataan Mirza yang bertolak belakang, pengkuan jadi nabi, rasul, wafat Isa, Kubur Isa dan lain sebagainya.

    Ke enam :

    Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. QS Al-Mujadilah 21
    Apa betul begitu ??? ternyata yang disebut kemenangan Islam ala Ahmadiyah biasa-biasa saja, tidak yang istimewa layaknya seorang nabi, rasul, apalagi Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam. Keberhasilannya tidak sepadan dengan 4 gelar kehormatan agama yang disandang sekaliguas oleh Mirza. Nurkholis Madjid mengtakan : ” … Sebagai gambaran nyata, di zaman modern ini terdapat beberapa orang pengaku kenabian. Kehadiran mereka tidak memiliki dampak seperti yang diharapkan dari yang benar-benar Nabi dan Rasul, namun mereka mempunyai pengikut.

    7. Masalah kenabian bukan hasil mujahadah atau dengan cara-cara tertentu, apalagi hasil dari melakukan bid’ah-bid’ah dalam agama, seperti Mirza berpuasa 6 bulan berturut-turut tanpa makan sahur. Sebab kalau ini menjadi patokan mendapatkan nikmat kenabian, maka terbukalah berbagai pendakwaan menjadi nabi dan menerima wahyu. Akhirnya betul, kata Rasulullah akan ada para pendakwa nabi dan rasul, tapi mereka semuanya para pembohong dan dajjal-dajjal.

    8. Bagaimana sikap Ahamdiyah kalau ratus tahun, abad 21 ini ada yang mengaku sebagai nabi, rasul, imam Mahadi dan Isa ibnu Maryam seperti Lia Aminudin. Justru dengan konsep Ahmadiyah tentang kenabian dan kerasulan, matinya nabi Isa, malah tumbuh subur orang-orang yang mengaku nabi rasul, menerima wahyu, jadi imam mahdi. Orang Kristenpun tetap tidak ada perubahan apa-apa malah makin gencar menyebarkan agamanya. Padahal Al-Quran dan Al-Hadits mengisyaratkan bahwa setelah kedatangan Isa ibn Maryam di akhir zaman tidak ada seorangpun dari ahli kitab kecuali akan beriman kepadanya, agama-agama akan musnah, yang tersisa hanya agama Islam.

    9. Bukti yang paling jelas, autentik dan akurat adalah adanya perbedaan pendapat yang mendasar di kalangan Ahmadiyah sendiri (Qoniani dan Lahore) mengenai kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Kelompok Qodiani berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah Rasulullah SAW (maka Mirza sebagai nabi). Sementara Kelompok Lahore berkeyakinan sesudah nabi Muhammad SAW pintu nubuwwat sama sekali tertutup dan mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak mendakwakan diri sebagai nabi (bukan nabi).

    Munculnya dua perbedaan pendapat tentang kenabian Mirza sebenarnya berakar dari Ghulam Ahmad sendiri dalam dua buku karangannya yang mengakibatkan timbulnya penafsiran yang berbeda antara satu dan lainnya (lihat Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, halaman 71-72).

    Inilah rahasia Allah yang telah membuka misteri Ahmadiyah yang sebenarnya, ternyata pengikut setia Mirza Ghulam Ahmad sendiri berbeda pendapat tentang kenabiannya, bagaimana mungkin ummat Islam non Ahmadiyah bisa menerima dan percaya kepada segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahmad ?


  17. BAB XIII
    MENYOROT SYSTEM KHILAFAH AHMADIYAH

    a. Doktrin Khilafah dalam Ahmadiyah

    Dalam bebarapa tulisan pengikut Ahmadiyah selalu menapilkan surat An-Nur 55 (56 menurut Ahmadiyah), bahkan selalu dikumandangkan di MTA TV sebagai bukti bahwa adanya system kekhalifahan Ahmadiyah adalah sebuah kemenangan Islam, sebagai bukti keimanan dan amal shaleh Ahmadiyah yang telah dijanjikan Allah;
    “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. QS An-Nur 55

    Ahmadiyah meyakini bahwa adanya system Khilafah dalam Jemaat mereka menunjukkan hasil dari keimanan yang kuat dan amal-amal sholeh yang mereka lakukan. Juga mereka memahami hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Khudzaifa RA, bahwa System Khilafah Ahmadiyah adalah Khilafah Ala Manhaj Nubuwwah ke dua, sesuai dengan hadits berikut:
    عن النعمان بن بشير قال: «كنا قعوداً في المسجد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، وكان بشير رجلاً يكف حديثه، فجاء أبو ثعلبة الخشني فقال: يا بشير بن سعد أتحفظ حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم في الإمراء؟ فقال حذيفة: أنا أحفظ خطبته، فجلس أبو ثعلبة، فقال حذيفة: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تكون النبوّة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوّة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكاً عاضاً فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكاً جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوّة، ثم سكت.
    Terjemahan orang Ahmadiyah dari hadits ini :
    ”Nu’man bin Bashir meriwayatka dari Huzaifah bahwa Rasulullah Saw bersabda: ”Akan ada (??? Padahal maknanya sedang berlangsung) kenabian ditengah-tengah kamu sepanjang Allah kehendaki, …… lalu kemudian Allah Swt akan mengangkatnya. Sesudah itu akan ada Khilafat menurut silsilah Kenabian (??? Padahal makna minhaj adalah cara/model) sepanjang Allah kehendaki, lalu kemudian Allah Swt akan mengangkatnya. Sesudah itu akan ada kerajaan yang kejam dan akan ada sepanjang Allah menghendaki, lalu kemudian Allah Swt akan mengangkatnya. Sesudah itu akan ada kerajaan imperialis dan akan ada sepanjang Allah menghendaki, lalu kemudian Allah Swt akan mengangkatnya. Sesudah itu akan ada Khilafat menurut silsilah kenabian.(???)”
    *(???) dari penulis yang heran dengan penerjemahan seperti itu ?
    Dalam hadits ini sangat jelas bahwa nubuwwah itu telah dicabut oleh Allah dengan diutusnya Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir dan penutup, tidak ada zaman kenabian lagi, yang ada adalah Kekhalifahaan dengan cara Khilafah Nubuwwah seperti zaman Khulafaurrasyidin.

    Pertanyaan sederhana yang patut diselipkan di sini : Apakah benar system Kekhalifahan Ahmadiyah yang sekarang sudah sampai masa Khalifah ke V itu benar-benar Kekhalifahaan ala manhaj nubuwwah ???

    Ahmadiyah mencoba terus berdalih dengan berbagai cara dan gaya, bahwa system kekhalifahan mereka ala manhaj nubuwwah ke dua itu dan ini merupakan kemenangan untuk Islam. Lihat tulisan-tulisan mereka berikut ini :

    Organisasi “ Jemaat Ahmadiyah “ merupakan perahu najat (keselamatan) menurut versi Mirza Ghulam Ahmad, sesuai perintah wahyu kepada Mirza : Lihat Tadzkirah halaman 632
    وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا
    Wahyu seperti ini sebenarnya adalah perintah Allah kepada Nabi Nuh AS untuk menyelematkan dan membawa ummatnya supaya selamat dari air bah. (lihat surat Hud 37)
    “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. QS Hud 37

    Salah satu tulisan tentang system Khilafah Ahmadiyah adalah berjudul ”Khilafat dan Kemenangan Islam” Oleh: Syed Qamar Sulaeman, Rabwah, Pakistan yang diterjemah oleh
    Penterjemah Dadang Nasir/Mta International Indonesian Service.

    b. System Khilafah dalam Islam.

    Makna Khilafah.

    Khilafah atau dalam istilah lain Imamah Udzma adalah Kepemimpinan dalam Negara Islam, Kholifah atau Imam Besar adalah Pemimpin puncak dalam Nagara Islam.

    Kholifah mempunyai 2 tugas utama, yakni pertama, menegakkan Agama Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya. Kedua melaksanakan pengaturan kenegaraan yang telah digariskan oleh Islam. (lihat Al-Islam. Said Hawwa halaman 374). Kemudian pada halaman 363 beliau menegaskan bahwa urgensi khilafah adalah pewris tugas kenabian dalam rangka menegakkan Agama Islam.

    Imam Al-Mawardy merumusklan dalam Al-Ahkam As-Sultoniyah hlalaman 3 : “Imamah sesungguhnya substansi khilafah nubuwwah dalam menjaga Agama dan mengurus Dunia”
    Ibnu Kholdun dalam Muqodimahnya halaman 180, mengatakan : “ Imamah pada hakikatnya adalah pengganti Nabi dalam menjaga Agama dan mengurus masalah keduniawian”
    Oleh karena itu substansi Khilafah bukan hanya sekedar khilafah ruhaniyah (seperti khilafah Ahmadiyah) tetapi khilafah urusan dunia dan agama. Artinya persis seperti yang telah dilakukan Para Khulafaurrasyidin sepeninggal Rasulullah SAW.

    Perkembangan system Khilafah, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad digambarkan bahwa :
    عن حذيفة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تكون النبوّة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوّة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكاً عاضاً فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكاً جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوّة، ثم سكت. قال حبيب: فلما قام عمر بن عبدالعزيز وكان يزيد بن النعمان بن بشير في صحابته فكتبت إليه بهذا الحديث أذكره إيّاه فقلت له: إني أرجو أن يكون أمير المؤمنين ـ يعني عمر ـ بعد الملك العاض والجبرية، فأدخل كتابي على عمر بن عبدالعزيز فسرّ به وأعجبه».
    Dari Khudzaifah RA telah berkata Rasulullah SAW: “ sedang berlangsung di tengah-tengah kalian kenabian sampai waktu yang dikehendaki Allah, kemudian Allah akan mengankatnya apabila Ia menghendaki, kemudian akan terjadi kekhalifahan yang mengikuti cara-cara kenabian. Maka berlangsunglah (zaman) kekhalifahan sampai waktu yang dikehendaki Allah, kemudian allah akan mengangkatnya apabila Ia berkehendak. Kemudian akan terjadi (zaman) Kerajaan Jahat (lalim) sampai waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya apabila Ia berkehendak. Kemudian akan terjadi (zaman) Kerajaan kesewenang-wenangan, sampai waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian akan terjadi (lagi zaman) kekhalifahan yang mengikuti cara-cara kenabian. Kemudian Rasulullah SAW berdiam”.
    Habib berkata : ketika Umar ibnu Abdul Aziz menjadi Kholifah, sementara Yazid bin An-Nu’man bin Basyir termasuk kalangan sahabatnya, maka saya menulis dan mengirimkan hadits ini kepada Umar bin Abdul Aziz untuk mengingatkannya. Saya berkata kepadanya: Saya berharap Umar bin Abdul Aziz adalah Amirul Mukminin setelah (berlalunya) raja yang lalim dan sewenang-wenang. Maka dimasukknya tulisanku itu kepada Umar bin Abdul Aziz, beliau gembira dan merasa takjub.


  18. BAB XIV
    KESIMPULAN DAN SARAN

    a. Kesimpulan.

    Setelah kami uraikan beberapa permasalahan Ahmadiyah walaupun hanya sebagai tulisan dan pembahasan sederhana, namun bisa kita simpulkan :
    1. Apa yang pernah dikabar ghoibkan oleh Rasulullah SAW bahwa fitnah bagi ummat Islam itu akan datang dari arah timur, benar-benar terjadi, yakni dengan munculnya pengaku nabi dan rasul Allah Mirza Ghulam Ahmad bin Mirza Gulam Murtadza.
    2. Ahmadiyah dimusuhi oleh ummat Islam bukan karena mereka iri dan dengki serta hasud terhadap kemajuan Ahmadiyah (kalaulah itu berarti kemajuan istimewa), namun karena begitu banyak perbedaan mendasar antara Ahmadiyah dan ummat Islam pada umumnya.
    3. Kekeliruan dan kesalahan Ahmadiyah dalam masalah aqidah akibat dari kekeliruan dan kesalahan methode istidlal (pengolahan dalil), di mana penakwilan-penakwilan hanya untuk memuluskan Mirza sebagai Isa Al-Masih, Imam Mahdi, nabi dan rasul
    4. Tadzkiroh bukan kitab suci Ahmadiyah karena di dalamnya tidak ada wahyu-wahyu Allah, buku itu berisi catatan dari bisikan-bisikan Jin/syetan dan manusia (minal jinnati wan naas) terhadap Mirza Ghulam Ahmad semasa hidupnya.
    5. Tidak ada jaminan Mirza Ghulam Ahmad tidak diganggu jin/syetan dalam segala pekerjaan dan berbagai macam bukti dari segala pengakuannya.
    6. Mirza Ghulam Ahmad bukan Isa Al-Masih yang dijanjikan dan bukan Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu.
    7. Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi dan bukan rasul Allah.
    8. Istilah nabi ummati dan rasul ummati dalam Ahmadiyah adalah bukti dari hadits-hadits Nabi SAW tentang akan adanya nabi palsu dan rasul palsu dari kalangan ummat Muhammad SAW (ummati).
    9. Mirza Ghulam Ahmad bukan pembaharu agama Islam, malah perusak aqidah ummat Islam.
    10. Khilafah yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Ahmadiyah hanyalah Khilafah Ruhaniyah, bukan Khilafah ala minhajin Nubuwwah, malah boleh dikatagorikan sebagai Kholifah-kholifahan, karena tidak sesuai dan jauh sekali dari system Kekhalifahan dalam Islam.

    b. Saran.

    Masalah Ahmadiyah adalah masalah internal ummat Islam, tidak bisa diselesaikan memakai pendekatan hukum positif manapun. Hanya dengan kaca mata Ajaran Islam yang benar Ahmadiyah bisa dinilai dan bisa diselesaikan. Kebaikan sosial dan kemajuan-kemajuan keduniaan Ahmadiyah bukan sebagai bukti kebenaran Ahmadiyah. Kita tidak usah tertarik dan simpatik dengan hal-hal gebyar semarak Ahmadiyah yang sering diekspos yang terkadang tidak sesuai dengan kenyataannya. Pergolakan dan penentangan terhadap Ahmadiyah tidak akan berhenti sampai kapanpun, sebab mustahil bisa dipertemukan antara kelompok ummat Islam yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai pembohong, Isa Al-Masih palsu, Imam Mahdi palsu, nabi dan rasul palsu, dengan kelompok Ahmadiyah yang meyakini Mirza sebagai Isa al-Masih yang dijanjikan, Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu, sebagai Nabi dan Rasul dengan segala kelebihan-kelebihannya.

    Oleh karena itu, supaya ummat Islam tenang dan damai maka:

    1. Penanganan Ahmadiyah harus dengan tegas dan secara pro aktif dari Pemerintah atau pihak yang berwenang, karena kalau pemerintah diam maka yang bergerak ummat Islam sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan potensinya.

    2. Oleh karena posisi Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah sudah jelas dengan turunnya fatwa Liga Muslim Internasional ataupun secara Nasional melalui MUI, maka Ahmadiyah harus dibubarkan dan dilarang di Indonesia dengan dasar pendekatan hukum internal ummat Islam dan Ajaran Islam sendiri. Hukum positif sebagai legalitas formalnya. Kalau dengan solusi ini tidak efektif, maka solusi akhir adalah:

    3. Sebaiknya Ahmadiyah memisahkan diri dengan ummat Islam dan membentuk Agama baru (mungkin dengan nama Agama Ahmadiyah) dengan nabi dan rasulnya Mirza Ghulam Ahmad, Kitab Sucinya gabungan antara Al-Quraan dan Tadzkirah, sebagai mana kitab suci orang Kristen (Injil) gabungan dari Perjanjian Lama (Taurat Musa) dan Perjanjian Baru (yang turun kepada nabi Isa AS), Sunnah atau Haditsnya seluruh prilaku, tulisan dan buku-buku yang dikarang Mirza Ghulam Ahmad sendiri serta Sunnah para Kholifahnya. Lengkaplah sudah Ahmadiyah dan telah layak dikatagorikan sebagai sebuah agama baru. Insya Allah Ahmadiyah aman dan tenang, ummat Islam akan damai seperti damainya dengan agama-agama lain di Indonesia.

    Wallahu ‘alamu bishshowaab.


  19. Lampiran : CONTOH TAKWILAN AHMADIYAH DALAM MEMAHAMI TANDA-TANDA KIAMAT KUBRO Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam jawabannya atas pertanyaan Komisi VIII DPR RI pada temu wicara tanggal 31 Agustus 2005 pada halaman 3 sampai dengan 5 menguraikan makna hadits di bawah ini dengan uraian yang aneh dan dengan takwilan-takwilan yang tidak ada dasarnya, sementara masalah tanda-tanda kiamat itu banyak, ada yang sudah terjadi dan belum terjadi. Yang sudah terjadi, betul-betul terjadi dan terjadi apa adanya sesuai mantuqnya tanpa takwilan. Tapi Ahmadiyah mentakwil hadits ini demi memuluskan segala bentuk pengakuan Mirza Ghulam Ahamd sebagai nabi, rasul, Imam Mahdi dan (duplikat) Isa ibnu Maryam AS. Padahal kalau kita kumpulkan hadits-hadits lain yang menjelaskan isi hadits ini banyak sekali, sehingga hadits yang satu menjelaskan hadits yang lain, saling melengkapi dan saling menjelaskan. Oleh karena itu hadits di bawah ini tidak perlu ditakwil maknanya karena dijelaskan oleh hadits lain, sehingga maknanya jelas. روى مسلم في كتاب الفتن وأشراط الساعة باب في الآيات التي تكون قبل الساعة حدّثناأَبُو خَيْثَمَةَ، زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَ إِسْحَـٰقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ – وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ – قَالَ إِسْحَـٰقُ : أَخْبَرَنَا. وَقَالَ الآخَرَانِ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ، عَنْ ابْن الطُّفَيْلِ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قَالَ: اطَّلَعَ النَّبِيُّ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ. فَقَالَ: «مَا تَذَاكَرُونَ؟» قَالُوا: نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ: «إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّىٰ تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ». فَذَكَرَ الدُّخَانَ، وَالدَّجَّالَ، وَالدَّابَّةَ، وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَنُزُولَ عِيسَىٰ ابْنِ مَرْيَمَ . وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ. وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ: خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ، وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ، وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ. وَآخِرُ ذٰلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ، تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَىٰ مَحْشَرِهِمْ. روي ابو داود : حدثنا مُسَدَّدٌ وَ هَنَّادٌ المَعْنَى قالَ مُسَدَّدٌ أخبرنا أبُو الأَحْوَصِ قالَ أخبرنا فُرَاتٌ الْقَزَّازُ عن عَامِرِ بنِ واثِلَةَ ، وقالَ هَنَّادٌ عن أبي الطُّفَيْلِ عن حُذَيْفَةَ بنِ أسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قالَ: «كُنَّا قُعُوداً نَتَحَدَّثُ في ظِلِّ غْرْفَةٍ لِرَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فَذَكَرْنا السَّاعَةَ فارْتَفَعَتْ أصْواتُنَا، فقالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: لَنْ تَكُونَ، أوْ لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ قَبْلَها عَشْرُ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ، وَخُرُوجُ يَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَالدَّجَّالِ، وَعِيسَى ابنِ مَرْيَمَ، وَالدُّخَانُ، وَثَلاَثُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَغْرِبِ، وَخَسْفٍ بالمَشْرِقِ، وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبَ، وَآخِرُ ذَلِكَ تخرج نارٌ مِنَ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرٍ عَدَنٍ، تَسُوقُ النَّاسَ إلَى المَحْشَرِ». 1- الدخان : 1. Keluarnya Dukhon (asap). Ahmadiyah mentakwil Dukhon dengan asap=meledaknya bom, senjata api, polusi udara/asap mesin-mesin dan lain-lain (lihat halaman 4), sementara dalam hadits lain ceritanya lain lagi dan bukan seperti pentakwilan Ahmadiyah. حدثني محمد بن عوف ، قال : ثنا محمد بن إسماعيل بن عياش ، قال : ثني أبي ، قال : ثني ضمضم بن زرعة ، عن شريح بن عبيد ، عن أبي مالك الأشعري ، قال : ” قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن ربكم أنذركم ثلاثاً : الدخان يأخذ المؤمن كالزكمة ، ويأخذ الكافر فينتفخ حتى يخرج من كل مسمع منه ، والثانية الدابة ، والثالثة الدجال ” أخرجه الطبري في تفسيره 25ص 114 ورَوَى من حديث حُذيْفة عن النبي – صلى الله عليه وسلم – إنَّ من أشْراط السَّاعَة دُخاناً ملأ ما بين المشْرق والمغْرب يَمْكُثُ في الأرْض أربعين يوماً أمَّا المؤمنُ فيُصيبُهُ منهُ شبْهُ الزُّكام وأمَّا الكافرُ فيكونُ بمنزلَة السَّكْران يخرُجُ الدُّخانُ من أنْفه ومَنْخَرَه وعَيْنَيْه وأُذُنيْه ودُبُره قال النووي : هذا الحديث يؤيد قول من قال إن الدخان دخان يأخذ بأنفاس الكفار ويأخذ المؤمن منه كهيئة الزكام وأنه لم يأت بعد وإنما يكون قريباً من قيام الساعة، وقد سبق في كتاب بدء الخلق قول من قال هذا وإنكار ابن مسعود عليه وأنه قال: إنما هو عبارة عما نال قريشاً من القحط حتى كانوا يرون بينهم وبين السماء كهيئة الدخان، وقد وافق ابن مسعود جماعة وقال بالقول الآخر حذيفة وابن عمر والحسن ورواه حذيفة عن النبيّ صلى الله عليه وسلم وأنه يمكث في الأرض أربعين يوماً، ويحتمل أنهما دخانان للجمع بين هذه الآثار، ….. (شرح النوي ج18/27 قال القرطبي: وقد روي عن ابن مسعود رضي الله عنه أنهما دخانان. قال مجاهد: كان ابن مسعود رضي الله عنه يقول هما دخانان قد أمضى أحدهما، والذي بقي يملأ ما بين السماء والأرض انتهى. 2- الدجال : 2. Keluarnya Dajjal. Ahmadiyah mentakwil Dajjal dengan bangsa yang mengutamakan dunia dan melupakan akhirat, padahal hadits-hadits tetang Dajjal sangat banyak dan menjelaskan siapa dan bagaimana dajjal hidup, bagaimana akhir hanyatnya dengan datangnya Isa ibnu Maryam, bukan seperti yang ditakwilkan oleh Ahmadiyah. 1- روى البخاري :كتاب الفتن باب ذكر الدجال : حدَّثنا عَبدانُ أخبرَني أبي عن شعبةَ عن عبد الملك عن ربعيّ عن حُذيفَةَ عنِ النبيِّ صلى الله عليه وسلم قال في الدَّجال: «إن معهُ ماءً وناراً، فنارهُ ماءٌ باردٌ وماؤهُ نارٌ» قال ابن مسعودٍ: أنا سمعتهُ من رسولِ الله صلى الله عليه وسلم. 2- روى البخاري كتاب الفتن باب ذكر الدجال : حدَّثنا سليمانُ بن حرب حدَّثنا شُعبة عن قتادةَ عن أنس رضيَ اللهُ عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم:«ما بُعِث نبيٌّ إلا أنذَرَ أمتهَ الأعورَ الكذابَ، ألا إنه أعورُ وإنَّ ربَّكم ليسَ بأعْوَر، وإنَّ بين عينيه مكتوبٌ: كافر» فيه أبو هريرةَ وابن عباس عنِ النبيِّ صلى الله عليه وسلم. 3- روى الترمذي كتاب الفتن عن رسول الله صلى الله عليه وسلم باب ما جاء من أين يخرج الدجال : حَدَّثنا بُنْدَارٌ وَ أَحْمَدُ بنُ مَنِيعٍ قَالاَ: حدثنا رَوْحُ بنُ عَبَادَةَ ، حدثنا سَعِيدُ بنُ أَبي عَرُوبَةَ ، عن أَبي التَّيَّاحِ عن المُغِيرةِ بنِ سُبَيعٍ عن عَمْرِو بنِ حُرَيْثٍ ، عن أَبي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ قَالَ: «حدثنا رَسُولُ الله قَالَ: الدَّجَّالُ يخرُجُ مِنْ أَرْضٍ بالمَشْرِقِ يُقَالُ لهَا خُراسَانَ يتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كأَنَّ وُجُوهَهُمْ المَجَانُّ المُطْرَقَةُ» .قال أبو عِيسَى: وفي البابِ عن أبي هُرَيْرَةَ وَعَائِشَةَ. وهذا حديثٌ حسنٌ غريبٌ. وقَدْ رَوَاهُ عَبْدُ الله بنُ شَوْذَبٍ وغير واحد عن أَبي التَّيَّاحِ وَلاَ نعرفه إِلاَّ مَنْ حَدِيثِ أَبي التَّيَّاحِ. Dalam hadits di atas diterangkan bahwa Dajjal itu akan keluar dari suatu tempat di arah timur, namanya Khorasan, Dajjal akan diikuti oleh beberapa kaum (bangsa) ……. dst. Sementara dalam riwayat asal usul Mirza ghulam Ahmad disebut demikian : Hazrat Ahmad as. adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut. Kemungkinan benar apa yang dikabar ghoibkan oleh Rasulullah SAW, Mirza bukan sebagai Isa Al-Masih tapi sebagai Al-Masih Ad-Dajjal, dengan bukti-bukti segala kepalsuannya. 4- روى مسلم كتاب الفتن وأشراط الساعة باب في بقية من أحاديث الدجال : حدّثنا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ. حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ عَنِ الأَوْزَاعِيِّ، عَنْ إِسْحَـٰقَ بْنِ عَبْدِ اللّهِ، عَنْ عَمِّهِ، أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: «يَتْبَعُ الدَّجَّالَ، مِنْ يَهُودِ أَصْبَهَانَ، سَبْعُونَ أَلفاً. عَلَيْهِمُ الطَّيَالِسَةُ». 5- روى البخاري كتاب الفتن باب ذكر الدجال : حدثنا سعد بن حفصٍ حدَّثَنا شيبانُ عن يحيى عن إسحاقَ بن عبداللَّه بن أبي طلحةَ عن أنسِ بن مالك قال: قال النبيُّ صلى الله عليه وسلم: «يجيء الدجال حتى ينزِلَ في ناحية المدينة، ثم ترجُفُ المدينة ثلاثَ رجفات فيَخرُجُ إليهِ كلُّ كافرٍ ومنافقٍ». 6- روى البخاري كتاب الفتن باب لا يدخل الدجال المدينة : حدَّثني يحيى بن موسى حدَّثَنا يَزيدُ بن هارونَ أخبرَنا شُعبة عن قتادةَ عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «المدينة يأتيها الدجال فيَجِدُ الملائكةَ يحرسُونها فلا يَقرَبها الدجال ولا الطاعونُ إن شاءَ اللَّه». 7- روى البخاري كتاب الفتن باب لا يدخل الدجال المدينة : حدثنا أبو اليمان : أخبرَنا شعيبٌ عن الزُّهريِّ أخبرَني عُبيدُاللَّه بنُ عبدالله بن عُتبة بن مسعودٍ أنَّ أبا سعيدٍ قال: حدَّثَنا رسولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم يوماً حديثاً طويلاً عن الدجال، فكان فيما يحدِّثنا به أنه قال: «يأتي الدَّجالُ ـ وهو محرَّمٌ عليه أن يَدخلَ نِقابَ المدينة ـ فينزلُ بعضَ السِّباخ التي تلي المدينةَ، فيخرُجُ إليه يومئذٍ رجلٌ هو خيرُ الناس ـ أو من خيار الناس ـ فيقول: أشهدُ أنك الدجّالُ الذي حدَّثَنا رسولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم، حديثه فيقول الدجال: أرأيتم إن قَتلتُ هذا ثمَّ أحييته هل تَشكونَ في الأمر؟ فيقولون: لا؛ فيقتله ثم يُحْييه؛ فيقول: واللَّهِ ما كنتُ فيكَ أشدَّ بَصيرةً مني اليومَ، فيريدُ الدجالُ أن يَقْتُلَه فلا يسلَّطُ عليه». 8- روى الترمذي كتاب الفتن عن رسول الله صلى الله عليه وسلم باب ما جاء في قتل عيسى ابن مريم الدجال : حَدَّثنا قُتَيْبَةُ ، حدثنا الَّليْثُ عن ابنِ شِهَابٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ الله بنَ عبدِ الله بنِ ثَعْلَبَةَ الأنْصَارِيَّ يُحَدِّثُ عن عبدِ الرحمٰنِ بنِ يَزِيدَ الأنْصَارِيِّ مِنْ بَنِي عَمْرِو بنِ عَوْفٍ قال: سَمِعْتُ عَمِّي مُجَمَّعَ بنَ جَارِيَةَ الأنْصَارِيَّ يقولُ: سَمِعْتُ رسولَ الله يقولُ: «يَقْتُلُ ابنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ» . قال: وفي البابِ عن عِمْرَانَ بنِ حُصَيْنٍ وَنَافِعِ بنِ عُتْبَةَ وأبي بَرْزَةَ وَحُذَيْفَةَ بنِ أبي أَسِيدٍ وأبي هُرَيْرَةَ وَكَيْسَانَ وَعُثْمانَ بنِ أبي الْعَاصِ وَجَابِرٍ وأبي أُمَامَةَ وَابنِ مَسْعُودٍ وعبدِ الله بنِ عَمْرٍو وَسَمُرَةَ بنِ جُنْدَبٍ وَالنوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ وَعَمْرِو بنِ عَوْفٍ وَحُذَيْفَةَ بنِ الْيَمانِ. قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ. 9- روى الترمذي: باب ماجاء لايحل دم امرئ مسلم : حَدَّثنا عليُّ بنُ حُجرٍ ، أخبرنا الوليدُ بنُ مُسْلِمٍ و عبدُ الله بنُ عَبْدِ الرَّحمٰنِ بنُ يَزِيدَ بنِ جَابِرٍ دَخَلَ حَدِيثُ أَحَدِهِمَا في حَدِيثِ الآخَرِ عن عَبْدِ الرّحمٰنِ بنُ يَزِيدَ بنِ جَابِرٍ عنْ يَحْيَى بنِ جَابِرٍ الطَّائِيِّ عنْ عَبْدِ الرحمنِ بنِ جُبَيرٍ عَنْ أَبِيهِ جُبير بنِ نُفَيرٍ عَنْ النَّوَّاسِ بن سَمْعانَ الكِلاَبِيِّ قالَ: «ذَكَرَ رَسُولُ الله الدَّجَّالَ ذَاتَ غَداةٍ فَخفَّضَ فيهِ وَرَفَّعَ حتى ظَنَنَّاهُ في طَائِفَةِ النَّخْلِ، قَالَ فانْصَرَفْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ الله ثم رَجَعْنَا إِلَيْهِ فَعرَف ذَلِكَ فِينَا، فَقَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ الله ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ الغَدَاةَ فَخفَّضْتَ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ في طَائِفَةِ النَّخْلِ قَالَ: غَيْرُ الدَّجّالِ أَخْوَفُ لِي عَلَيْكُمْ إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُهُ دُونَكُمْ وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجيجُ نَفْسِهِ، وَالله خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ قَائِمةٌ شَبِيهٌ بِعَبْدِ العُزَّي بنِ قَطَنٍ، فَمَنْ رَآهُ مِنكُمْ فَلْيَقْرَأْ فَوَاتِحَ سُورَةِ أَصْحَابِ الكَهْفِ. قَالَ: يَخْرُجُ مَا بَيْنَ الشَّامِ وَالعِرَاقِ فَعَاثَ يَميناً وَشِمَالاً، يَا عِبَادَ الله الْبَثُوا. : قلْنَا يَا رَسُولَ الله وَمَا لَبْثُهُ في الأَرْضِ؟ قَالَ أَرْبَعِينَ يَوْماً يوم كَشَهْرِ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَامِهِ كَأَيَّامِكُمْ . قَالَ قَلْنَا يَا رَسُولَ الله أَرَأَيْتَ اليَوْمَ الَّذِي كالسَّنَةِ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلاَةُ يَوْمٍ؟ قَالَ لاَ، وَلَكِنْ اقدُرُوا لَهُ . قُلْنَا يَا رَسُولَ الله فَمَا سُرْعَتُهُ في الأرْضِ؟ قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الريحُ فَيَأْتِي الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ فَيُكَذِّبُونَهُ وَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ، فَتَتْبَعُهُ أَمْوَالُهُمْ فيُصْبِحُونَ لَيْسَ بِأَيْدِيهُمْ شَيءٌ. ثُمَّ يَأْتِي الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ فَيَسْتَجِبيُونَ لَهُ وَيُصَدِّقُونَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ أَنْ تُمْطِرَ فَتُمْطِرَ وَيَأْمُرُ الأرْضَ أَنْ تُنْبِتَ فَتُنْبِتَ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ كَأَطْوَلِ مَا كَانَتْ ذُرًى وَأَمَدِّهِ خَوَاصِرَ وَأَدَرِّهِ ضُرُوعاً, ثم يَأْتِي الْخَرِبَةَ فَيَقُولُ لَهَا أَخْرِجِي كُنُوزَكِ فينْصَرِفُ مِنْهَا فتَتْبَعُهُ كيَعَاسِيبِ النَّحْلِ، ثمَّ يَدْعُو رَجُلاً شَابَا مُمْتَلِئاً شَبَاباً فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ فَيَقْطَعُهُ جِزْلَتَيْنِ، ثُمَّ يَدْعُوهُ فيُقْبِلُ يَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ يَضْحَكُ، فَبَيْنَما هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هَبْطَ عِيَسَى بنُ مَرْيَمَ عليه السلام بِشَرْقِيِّ دِمَشْقَ عِنْدَ المَنَارَةِ البَيْضَاءِ بَيْنَ مَهْرُ ودَتَيْنِ وَاضِعاً يَدَيه عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قطر وإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كالُّلؤْلُؤِ، قَالَ: وَلاَ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ يعني أَحَد إِلاَّ مَاتَ، وَرِيحُ نَفَسِهِ مُنْتَهَى بَصَرِهِ، قَالَ: فَيَطْلُبُهُ حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدٍّ فَيَقْتُلَهُ. قَالَ فَيَلْبَثُ كَذَلِكَ مَا شَاءَ الله؟ قَالَ ثُمَّ يُوحِي الله إِلَيْهِ أَنْ حَوَّزَ عِبَادِيَ إِلَى الطُّورِ فَإِني قَدْ أَنْزَلْتُ عِبَاداً لِي لاَ يَدَ لأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ، قَالَ: وَبَيْعَثُ الله يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ كمَا قَالَ: الله وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُون، قَالَ: وَيَمُرُّ أَوَّلُهُمْ بِبُحَيْرَةِ الطَّبَريَّةِ فَيَشْرَبُ مَا فِيهَا ثم يُمرُّ بِهَا آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ ثَمَّ يَسِيرُونَ حَتَّى يَنْتَهُوا إِلَى جَبَلِ بَيْتِ المَقْدِسِ فَيَقُولُونَ لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الأَرْضِ فَهَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي السَّمَاءِ فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَردُّ الله عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مُحْمَرًّا دَماً، وَيُحَاصَرُ عيسَى بنُ مَرْيَمَ وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ يَوْمَئِذٍ خَيْراً لَهُمْ مِنْ مَائَةِ دِينَارٍ لأَحَدِكُمْ اليَوْمَ . قالَ: فَيَرْغَبُ عيسَى بنُ مَرْيَمَ إِلَى الله وَأَصْحَابُهُ قَالَ: فيُرْسِلُ الله عَلَيْهِم النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى مَوْتى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، قال: وَيَهْبِطُ عِيسَى وَأَصْحابُهُ فلا يَجِدُ مَوْضِعَ شِبْرٍ إلاَّ وقد مَلأَتْهُ زَهْمتُهُمْ وَنَتْنُهُمْ وَدِمَاؤُهُمْ . قَالَ: فَيَرْغَبُ عيسَى إِلَى الله وَأَصْحَابُهُ قَالَ فيُرْسِلُ الله عَلَيْهِمْ طَيْراً كأعْنَاقِ البُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ بالمَهْبِلِ وَيَسْتَوقِدُ المسْلِمُونَ مِنْ قِسيِّهمْ وَنُشَّابِهِمْ وَجِعَابِهِمْ سَبْعَ سنِينَ وَيُرْسِلُ الله عَلَيْهِمْ مَطَراً لاَ يُكَنَّ مِنْهُ بَيْتُ وَبَرٍ وَلاَ مَدَرٍ، قَالَ فَيَغْسِلُ الأَرْضَ فَيَتْرُكُهَا كَالَزلَفَةِ، قَالَ: ثمَّ يُقَالُ لِلأَرْضِ أَخْرِجِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ العِصَابَةُ الرُّمَّانَة وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا وَيُبَارِكُ فِي الرِّسْلِ حَتَّى أنَّ الفِئَامَ مِنَ النَّاسِ لَيَكْتَفُونَ باللقْحَةِ مِنَ الإِبِل وَأَنَّ القَبِيلَةَ لَيَكْتَفُونَ باللَّقْحَةِ مِنَ الْبَقَرِ، وإِنَّ الْفَخِذَ لَيَكْتَفُونَ بالَّلقْحَةِ مِنَ الغَنَمِ، فَبَيْنَما هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ الله رِيحاً فَقَبَضَتْ رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَيَبْقَى سائرُ النَّاسِ يَتَهَارَجُونَ كَمَا يَتَهَارَجُ الْحُمرُ فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ» . قال أبو عِيسَى: هذا حَدِيثٌ حسنٌ صحيحٌ غريبٌ. لاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرحمنِ بنِ يَزِيدَ بنِ جَابِرٍ. 10- روى مسلم كتاب صلاة المسافرين وقصرها باب فضل سورة الكهف وآية الكرسي : وحدّثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنّى. حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ. حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَة عَنْ سَالِمِ ابْنِ أَبِي الْجَعْدِ الْغَطَفَانِيِّ عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمَرِيِّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ ، أَنَّ النَّبِيِّ قَالَ: «مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ، عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ». 11- روى أحمد في مسنده : حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا حسن بن موسى ثنا شيبان عن يحيى عن إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «يَنْزِلُ الدَّجَّالُ حِينَ يَنْزِلُ فِي نَاحِيَةِ الْمَدِينَةِ، فَتَرْجُفُ ثَلاَثَ رَجَفَاتٍ، فَيَخْرُجُ إلَيْهِ كُلُّ كَافِرٍ وَمُنَافِقٍ» وقال القاضي عياض : في هذه الأحاديث حجة لأهل السنة في صحة وجود الدجال وأنه شخص معين يبتلي الله به العباد ويقدره على أشياء كاحياء الميت الذي يقتله وظهور الخصب والأنهار والجنة والنار واتباع كنوز الأرض له وأمره السماء فتمطر الأرض فتنبت وكل ذلك بمشيئة الله ، ثم يعجزه الله فلا يقدر على قتل ذلك الرجل ولا غيره ، ثم يبطل أمره ويقتله عيسى ابن مريم وقد خالف في ذلك بعض الخوارج والمغتزلة والجهمية فانكروا وجوده وردوا الأحاديث الصحيحة ، وذهب طوائف منهم كالجبائي إلى أنه صحيح الوجود لكن لكل الذي معه مخاريق وخيالات لا حقيقة لها ، وألجأهم إلى ذلك أنه لو كان معه بطريق الحقيقة لم يوثق بمعجزات الأنبياء ، وهو غلظ منهم لأنه لم يدع النبوة فتكون الخوارق تدل على صدقه ، وإنما ادعى الإلهية وصورة حاله تكذبه لعجزه ونقصه فلا يغتر به إلارعاع الناس إما لشدة الحاجة والفاقة وإما تقية وخوفاً من أذاه وشره مع سرعة مروره في الأرض فلا يمكث حتى يتأمل الضعفاء حاله ، فمن صدقه في تلك الحال لم يلزم منه بطلان معجزات الأنبياء ، ولهذا يقول له الذي يحييه بعد أن يقتله ” ما ازددت فيك إلا بصيرة ” 3- الدابة 3. Keluarnya Daabbah (binatang). Ahmadiyah mentakwil Dabbah (Virus & bakteri misalnya wabah Pes, Kolera, AIDS, HIV, Anthrax, Flu Burung, dll). Namun assialkoty mengatakan isti’arah, artinya Ulama jahat.(halaman 98). Padahal hadits-hadits menjelaskan apa dan bagaimana dabbah itu, bukan seperti takwilan jahat Ahmadiyah terhadap para ulama Islam non Ahmadiyah. 1- روى الترمذي باب ماجاء الذي يفسر القرآن : حدثنا عَبْدُ بنُ حُمَيْدٍ حدثنا رَوْحُ بنُ عُبَادَةَ عَن حَمَّادِ بنِ سَلَمَةَ عَن عَلِيِّ بنِ زَيْدٍ عَن أَوْسِ بنِ خَالِدٍ عَن أَبي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ الله قَالَ «تَخْرُجُ الدَّابَّةُ مَعَهَا خَاتَمُ سُلَيْمان وعَصَا مُوسَى فتجلُو وَجْهَ المُؤْمِنِ وتَخْتِمُ أَنْفَ الكافِرِ بالخَاتَم حَتَّى إنَّ أَهْلَ الخُوَانِ لَيَجْتَمِعُونَ فَيَقُولُ هذا يَا مُؤْمِنُ، ويَقُولُ هَذا يَا كَافِرُ». قال أبو عيسَى: هَذا حَدِيثٌ حَسَنٌ وقَد رُوِيَ هَذَا الحديثُ عن أبي هُرَيْرَةَ عَن النبيِّ مِنْ غَيْرِ هَذَا الوَجْهِ في دَابَّةِ الأرْضِ. وَفي البَابِ عَن أَبي أُمَامَةَ وحذَيْفَةَ بنِ أُسَيْدٍ. 2- روى ابن حبان كتاب الفتن باب دابة الأرض : حدثنا أبو غسان محمد بن عمرو زنيج ، حدثنا أبو تميلة ، حدثنا خالد بن عبيد ، حدثنا عبد الله بن بريدة ، عن أبيه قال : ذهب بي رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى موضع بالبادية قريب من مكة ، فإذا أرض يابسة حولها رمل ، فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : تخرج الدابة من هذا الموضع ، فإذا فتر في شبر . قال ابن بريدة : فحججت بعد ذلك بسنين فأرانا عصا له ، فإذا هو بعصاي هذه هكذا و هكذا 3- قال أبو داود الطيالسي عن طلحة بن عمرو وجرير بن حازم , فأما طلحة فقال: أخبرني عبد الله بن عبيد الله بن عمير الليثي : أن أبا الطفيل حدثه عن حذيفه بن أسيد الغفاري أبي سريحة , وأما جرير فقال: عن عبد الله بن عبيد عن رجل من آل عبد الله بن مسعود . وحديث طلحة أتم وأحسن قال: ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم الدابة فقال: “لها ثلاث خرجات من الدهر: فتخرج خرجة من أقصى البادية, ولا يدخل ذكرها القرية ـ يعني مكة ـ ثم تكمن زمناً طويلاً, ثم تخرج خرجة أخرى دون تلك, فيعلو ذكرها في أهل البادية ويدخل ذكرها القرية” يعني مكة, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “ثم بينما الناس في أعظم المساجد على الله حرمة وأكرمها المسجد الحرام, لم يرعهم إلا وهي تدنو بين الركن والمقام, تنفض عن رأسها التراب, فارفض الناس عنها شتى ومعاً, وبقيت عصابة من المؤمنين وعرفوا أنهم لم يعجزوا الله, فبدأت بهم فجلت وجوههم حتى جعلتها كأنها الكوكب الدري, وولت في الأرض لا يدركها طالب, ولا ينجو منها هارب, حتى إن الرجل ليتعوذ منها بالصلاة فتأتيه من خلفه فتقول: يا فلان الان تصلي, فيقبل عليها فتسمه في وجهه, ثم تنطلق ويشترك الناس في الأموال ويصطحبون في الأمصار, يعرف المؤمن من الكافر, حتى إن المؤمن ليقول: يا كافر اقضني حقي. – 4وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا: 4. Terbitnya matahari dari barat. Ahmadiyah mentakwilnya, yakni ajaran Rasulullah SAW akan disebar-luaskan dari Barat, karena didalam Al-Quran Suci Yang Mulia Rasulullah SAW disebut Siraajan Munitra(n), yaitu Cahaya Matahari Yang Berkilau-kilau (Al-Quran Surah Al-Ahzab ayatn 47) (lihat halaman 4). Mungkin kesimpulannya bahwa pusat Ahmadiyah berada di Inggris dan Islam disebar-luaskan dari Inggris (Barat) oleh Ahmadiyah, melalu kilauan MTA TV Ahmadiyah Internasional. Padahal arti dari nubuwatan ini tidak seperti takwilan Ahmadiyah. Perhatikan hadits-hadits berikut: 1- روي البخاري كتاب الرقاق باب طلوع الشمس من مغربها : حدثنا أبو اليمان : أخبرنا شعيب : حدثنا أبو الزناد : عن عبد الرحمن ، عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (لا تقوم الساعة حتى تطلع الشمس من مغربها، فإذا طلعت فرآها الناس آمنوا أجمعون، فذلك حين: ” لا ينفع نفساً إيمانها لم تكن آمنت من قبل أو كسبت في إيمانها خيراً “. 2- روي مسلم كتاب الفتن وأشراط الساعة باب في خروج الدجال ومكثه في الأرض ونزول عيسى وقتله إياه وذهاب أهل الخير والإيمان وبقاء شرار الناس وعبادتهم الأوثان والنفخ في الصور وبعث من في القبور : حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة ، حدثنا محمد بن بشر ، عن أبي حيان ، عن أبي زرعة ، عن عبيد الله بن عمرو ، قال : حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم حديثا لم أنسه بعد ، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن أول الآيات خروجا ، طلوع الشمس من مغربها ، وخروج الدابة على الناس ضحى ، وأيهما ما كانت قبل صاحبتها ، فالأخرى على إثرها قريبا . وقال القاضي عياض : المعنى لا تنفع توبة بعد ذلك ، بل يختم على عمل كل أحد بالحالة التي هو عليها . والحكمة في ذلك أن هذا أول ابتداء قيام الساعة بتغير العالم العلوي ، فإذا شوهد ذلك حصل الإيمان الضروري بالمعاينة وارتفع الإيمان بالغيب ، فهو كالإيمان عند الغرغرة وهو لا ينفع ، فالمشاهدة لطلوع الشمس من المغرب مثله . (فتح الباري 11/353 Mata hari terbit dari barat adalah pertanda errornya aturan alam ini (tentunya sesuai dengan kehendak Allah) dan itulah kiamat artinya. Bukan takwilan seperti Ahmadiyah. -5َنُزُولَ عِيسَىٰ ابْنِ مَرْيَمَ : 5. Turunnya Nabi Isa ibnu Maryam. Berita akan turunnya nabi Isa ibnu Maryam ke bumi yang akan bekerja sama dengan Imam Mahdi menegakkan Islam dan membasmi kekufuran, merupakan hal yang sangat mendasar dan aqidah utama mereka. Mereka mentakwil turunnya nabi Isa AS bahwa nuzulnya Isa ibnu Maryam itu bukan turun dari langit, melainkan lahir di bumi dan berasal dari ummat Islam sebagaimana yang disebutkan dalam hadits lain tentang turunnya Isa ibnu Maryam. Padahal banyak hadits-hadits Nabi SAW yang menjelaskan bagaimana proses turunnya Nabi Isa AS dan apa yang terjadi ketika dan sesudah Isa AS turun ke bumi. Simaklah hadits-hadits di bawah ini. 1. روى البخاري في كتاب الأنبياء : حدّثنا إِسحاقُ أخبرَنا يعقوبُ بن إِبراهيمَ حدَّثَنا أبي عن صالحٍ عنِ ابن شهابٍ أنَّ سعيدَ بنَ المسيَّبَ سمعَ أبا هريرةَ رضيَ اللهُ عنه: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيدهِ، لَيُوشِكنَّ أن ينزلَ فيكُم ابنُ مريمَ حَكَماَ عَدْلاً، فيكسِرَ الصليبَ، ويَقتلَ الخِنزيرَ، ويَضَعَ الحرب، ويَفيضَ المالُ حتى لا يَقبَلَهُ أحد، حتى تكونَ السجدةُ الواحدة خيراً منَ الدنيا وما فيها. ثمَّ يقولُ أبو هريرة رضي الله عنه: واقرَؤوا إِن شئتم {وإِنْ مِن أهلِ الكتابِ إِلا لَيُؤْمننَّ بهِ قبلَ مَوتهِ، ويومَ القِيامةِ يكونُ عليهم شهيداً} (النساء: 159). 2. روى البخاري في كتاب الأنبياء : حدّثنا ابنُ بُكَيرٍ حدثنا الليثُ عن يونُسَ عنِ ابنِ شهابٍ عن نافعٍ مولى أبي قَتادةَ الأنصاريِّ أنَّ أبا هريرةَ رضي الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «كيفَ أنتم إِذا نزلَ ابنُ مريمَ فيكم وإِمامُكم منكم». تابعَهُ عُقَيلٌ والأوزاعيُّ. 3. روى البخاري في كتاب البيوع : حدّثنا قُتَيبةُ بنُ سعيدٍ حدَّثَنا الليثُ عنِ ابنِ شهابٍ عنِ ابنِ المسيَّبِ أنهُ سمعَ أبا هُريرة رضيَ اللهُ عنه يقولُ: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «والذي نَفسِي بيدِه ليُوشِكنَّ أن يَنزلَ فيكم ابنُ مريمَ حَكَماً مُقْسِطاً فيَكسِرَ الصَّليبَ، ويَقتُلَ الخِنزيرَ، ويَضَعَ الجِزيةَ، ويَفيضَ المالُ حتّى لا يَقبلَهُ أحد. 4. روى البخاري في كتاب المظالم : حدّثَنا عليّ بنُ عبدِ اللهِ حدّثَنا سُفيانُ حدّثَنا الزّهرِيّ قال: أخبرَني سعيدُ بنُ المُسيّبِ سمعَ أبا هريرةَ رضيَ اللهُ عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «لا تَقومُ الساعةُ حتّى يَنزِلَ فيكُمُ ابنُ مريمَ حَكَماً مُقْسِطاً، فيَكسِرَ الصليبَ، ويَقتُلَ الخِنزيرَ، ويَضعَ الجِزيةَ، ويَفيضَ المالُ حتّى لا يَقبلَهُ أحد. 5. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ : حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ مِينَاءِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ «وَالله لَيَنْزِلَنَّ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَما عَادِلاً، فَلْيَكْسرَنَّ الصَّلِيبَ، وَلَيَقْتُلَنَّ الْخِنْزِيرَ، وَلَيَضَعَنَّ الْجِزْيَةَ، وَلَتُتْرَكَنَّ الْقِلاَصُ فَلاَ يُسْعَى عَلَيْهَا. وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْنَاءُ وَالتَّبَاغُضُ وَالتَّحَاسُدُ. وَلَيَدْعُوَنَّ (وَلَيُدْعَوُنَّ) إِلَى الْمَالِ فَلاَ يَقْبَلُهُ أَحَدٌ». 6. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ : حَدَّثَنَا لَيْثٌ. ح وَحَدَّثَنَا مُحمَّدُ بْنُ رُمْحٍ : أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَما مُقْسِطا. فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ». 7. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثنا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ وَ هَـٰرُونُ بْنُ عَبْدِ اللّهِ وَ حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ قَالُوا: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ يَقُولُ: «لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَىٰ ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ: تَعَالَ فَصَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ: لاَ. إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ. تَكْرِمَةَ الله هٰذِهِ الأُمَّةَ». 8. روى مسلم في كتاب الإيمان : حدّثني حَرَمْلَةُ بْنُ يَحْيَىٰ : أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ : أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي نَافِعٌ مَوْلَىٰ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَة ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟». 9. روى أبوداود في كتاب الملاحم رقم : 4324 حدثنا هُدْبَةُ بنُ خَالِدٍ أخبرنا هَمَّامٌ بن يَحْيَى عن قَتَادَةَ عن عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بنِ آدَمَ عن أَبي هُرَيْرَةَ عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم، قالَ: «لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ ـ يَعْني عِيسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ ـ نَبِيٌّ، وَإنَّهُ نَازِلٌ فإذَا رَأَيْتُمُوهُ فاعْرِفُوهُ، رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ بَيْنَ مُمْصَّرَتَيْنِ كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ، فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلَى الإسْلاَمَ فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيُهْلِكُ الله في زَمَانِهِ المِلَلَ كُلَّهَا إلاَّ الإسْلاَمَ وَيُهْلِكَ المَسِيحَ الدَّجَّالَ فَيَمْكُثُ في الأرضِ أرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتُوَفَّى فَيُصَلِّي عَلَيْهِ المُسْلِمُونَ» . 10. رواه أحمد في سننه : حدّثنا عبدالله حدَّثني أبي حدثنا يزيد بن هارون حدثنا حماد بن سلمة عن علي بن زيد عن أبي نضرة قال: «أتينا عثمان بن أبي العاص في يوم جمعة لنعرض عليه مصحفاً لنا على مصحفه، فلما حضرت الجمعة أمرنا فاغتسلنا ثم أتينا بطيب فتطيبنا ثم جئنا المسجد فجلسنا إلى رجل فحدَّثنا عن الدجال، ثم جاء عثمان بن أبي العاص فقمنا إليه، فجلسنا، فقال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: يكون للمسلمين ثلاثة أمصار مصر بملتقى البحرين ومصر بالحيرة ومصر بالشام فيفزع الناس ثلاث فزعات فيخرج الدجال في أعراض الناس فيهزم من قبل المشرق فأوّل مصر يرده المصر الذي بملتقى البحرين، فيصير أهله ثلاث فرق وفرقة تقول: نشامه ننظر ما هو وفرقة تلحق بالأعراب وفرقة تلحق بالمصر الذي يليهم، ومع الدجال سبعون ألفاً عليهم السيجان، وأكثر تبعه اليهود والنساء، ثم يأتي المصر الذي يليه فيصير أهله ثلاث فرق فرقة تقول: نشامه وننظر ما هو فرقة تلحق بالأعراب وفرقة تلحق بالمصر الذي يليهم بغربي الشام، وينحاز المسلمون إلى عقبة أفيق فيبعثون سرحاً لهم فيصاب سرحهم فيشتد ذلك عليهم وتصيبهم مجاعة شديدة وجهد شديد حتى إن أحدهم ليحرق وتر قوسه فيأكله فبينما هم كذلك إذ نادى مناد من السحر: يا أيها الناس أتاكم الغوث ـ ثلاثاً ـ فيقول بعضهم لبعض: إن هذا الصوت رجل شبعان، وينزل عيسى بن مريم عليه السلام عند صلاة الفجر، فيقول له أميرهم: روح الله تقدم صل، فيقول: هذه الأمة أمراء بعضهم على بعض، فيتقدم أميرهم فيصلي، فإذا قضى صلاته أخذ عيسى حربته فيذهب نحو الدجال فإذا رآه الدجال ذاب كما يذوب الرصاص فيضع حربته بين ثندويه فيقتله وينهزم أصحابه فليس يومئذٍ شيء يواري منهم أحداً حتى إن الشجرة لتقول: يا مؤمن هذا كافر ويقول الحجر: يا مؤمن هذا كافر. 11. رواه أحمد في سننه : حدّثنا عبدالله حدَّثني أبي حدثنا بهز حدثنا حماد بن سلمة أنبانا قتادة عن مطرف عن عمران بن حصين أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «لا يزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين على من ناوأهم حتى يأتي أمر الله تبارك وتعالى وينزل عيسى بن مريم عليه السلام. 12. روى أحمد في مسنده : حَدَّثنا بُنْدَارٌ ، حدثنا عبدُ الرحمَنِ بنُ مَهْدِيٍّ ، حدثنا سُفْيَانُ ، عن فُرَاتٍ القَزَّازِ ، عن أبي الطُّفَيْلِ ، عن حُذَيْفَةَ بنِ أُسَيْدٍ قال ،: «أَشْرَفَ عَلَيْنَا رَسُولُ الله مِنْ غُرْفَةٍ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ السَّاعَةَ، فقال رسولُ الله : «لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَرَوْا عَشْرَ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَالدَّابَّةُ وَثَلاَثَةُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَشْرِقِ وَخَسْفٍ بالمَغْرِبِ وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَسُوقُ النَّاسَ أَوْ تَحْشُرُ النَّاسَ فَتَبِيتُ مَعَهُمْ حَيْثُ بَاتُوا، وَتَقِيلُ مَعَهُمْ حَيْثُ قَالُوا . حدَّثنا محمودُ بنُ غَيْلاَنَ ، حدثنا وَكِيعٌ عن سُفْيَانَ عن فُرَاتٍ ، نَحْوَهُ، وَزَادَ فِيهِ: والدُّخَانُ . ـ حدَّثنا هَنَّادٌ، حدثنا أبو الأحْوَصِ عن فُرَاتٍ القَزَّازِ نَحْوَ حديثِ وَكِيعٍ عن سُفْيَانَ. … ـ حدَّثنا محمودُ بنُ غَيْلاَنَ، حدثنا أبو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، عن شُعْبَةَ وَالمَسْعُودِيِّ، سَمِعَا من فرات القَزَّازَ نَحْوَ حديثِ عبدِ الرحمٰنِ عن سُفْيانَ عن فُرَاتٍ وزادَ فِيهِ: الدَّجَّالَ أَوْ الدُّخَانَ. حدَّثنا أبو مُوسَى محَّمدُ بنُ المُثَنَّى ، حدثنا أبو النُّعْمَانِ الْحَكَمُ بنُ عبدِ الله الْعِجْلِيِّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ فُرَاتٍ نَحْوَ حَدِيثِ أبي داود عَنْ شُعْبَةَ ، وَزَادَ فِيهِ: قال والعَاشِرَةُ إِمَّا رِيحٌ تَطْرَحُهُمْ فِي البَحْرِ وإِمَّا نُزُولُ عيسَى بنِ مَرْيم. قال أبو عِيسَى: وفي البَابِ عنْ عَلِيِّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَصَفِيَّةَ بنت حيي. وهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيحٌ. 13. روى الترمذي في كتاب الفتن : حَدَّثنا قُتَيْبَةُ ، حدثنا الَّليْثُ بن سعد عن ابنِ شِهَابٍ عن سَعِيدِ بنِ المُسَيَّبِ ، عن أَبي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ النَّبيَّ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابنُ مَرْيَمَ حَكَماً مُقْسِطاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضُ المَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ» . قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صَحِيحٌ. 14. روى الترمذي في كتاب الفتن : حَدَّثنا قُتَيْبَةُ ، حدثنا الَّليْثُ عن ابنِ شِهَابٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ الله بنَ عبدِ الله بنِ ثَعْلَبَةَ الأنْصَارِيَّ يُحَدِّثُ عن عبدِ الرحمٰنِ بنِ يَزِيدَ الأنْصَارِيِّ مِنْ بَنِي عَمْرِو بنِ عَوْفٍ قال: سَمِعْتُ عَمِّي مُجَمَّعَ بنَ جَارِيَةَ الأنْصَارِيَّ يقولُ: سَمِعْتُ رسولَ الله يقولُ: «يَقْتُلُ ابنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ» . قال: وفي البابِ عن عِمْرَانَ بنِ حُصَيْنٍ وَنَافِعِ بنِ عُتْبَةَ وأبي بَرْزَةَ وَحُذَيْفَةَ بنِ أبي أَسِيدٍ وأبي هُرَيْرَةَ وَكَيْسَانَ وَعُثْمانَ بنِ أبي الْعَاصِ وَجَابِرٍ وأبي أُمَامَةَ وَابنِ مَسْعُودٍ وعبدِ الله بنِ عَمْرٍو وَسَمُرَةَ بنِ جُنْدَبٍ وَالنوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ وَعَمْرِو بنِ عَوْفٍ وَحُذَيْفَةَ بنِ الْيَمانِ. قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ. 15. روى الترمذي في كتاب الملاحم : حدثنا مُسَدَّدٌ وَ هَنَّادٌ المَعْنَى قالَ مُسَدَّدٌ أخبرنا أبُو الأَحْوَصِ قالَ أخبرنا فُرَاتٌ الْقَزَّازُ عن عَامِرِ بنِ واثِلَةَ ، وقالَ هَنَّادٌ عن أبي الطُّفَيْلِ عن حُذَيْفَةَ بنِ أسِيدٍ الْغِفَارِيِّ ، قالَ: «كُنَّا قُعُوداً نَتَحَدَّثُ في ظِلِّ غْرْفَةٍ لِرَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم، فَذَكَرْنا السَّاعَةَ فارْتَفَعَتْ أصْواتُنَا، فقالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: لَنْ تَكُونَ، أوْ لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ قَبْلَها عَشْرُ آيَاتٍ: طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ، وَخُرُوجُ يَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ، وَالدَّجَّالِ، وَعِيسَى ابنِ مَرْيَمَ، وَالدُّخَانُ، وَثَلاَثُ خُسُوفٍ: خَسْفٍ بالمَغْرِبِ، وَخَسْفٍ بالمَشْرِقِ، وَخَسْفٍ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبَ، وَآخِرُ ذَلِكَ تخرج نارٌ مِنَ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرٍ عَدَنٍ، تَسُوقُ النَّاسَ إلَى المَحْشَرِ». 16. روى الترمذي : حَدَّثَنَا زَيْدُ بنُ أَخْزَمَ الطَّائِيُّ البَصْرِيُّ حدثنا أَبُو قُتَيْبَةَ سَلْمُ بنُ قُتَيْبَةَ (قال) حدثني أَبُو مَوْدُودٍ المَدَنِيُّ أَخبرنا عُثْمَانُ بن الضَّحَّاكِ عَن مُحَمَّدِ بنِ يُوسُفَ بنِ عَبْدِ اللَّهِ بنِ سَلاَمٍ عَن أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قال ،: « مَكْتُوبٌ في التَّوْرَاةِ صِفَةُ مُحَمَّدٍ، وَصِفَةُ عِيسَى بنُ مَرْيَمَ يُدْفَنُ مَعَهُ. قالَ فقالَ أَبُو مَوْدُودٍ: قَدْ بَقِيَ في البَيْتِ مَوْضِعُ قَبْرٍ». قال أبو عيسى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. هكذاَ قالَ عُثْمَانُ بنُ الضَّحَّاكِ والمَعْرُوفُ الضَّحَّاكُ بنُ عُثْمَانَ المَدَينِيُّ. 17. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6707 أخبرنا أحمدُ بن علي بن المثنى ، قال: حدثنا هُدبة بن خالد ، قال: حدثنا همَّامُ بنُ يحيى ، قال: حدثنا قتادة ، عن عبد الرحمٰن ابن آدم عن أبي هُريرة أن رسول الله : قال : «الْأَنْبِياءُ كُلُّهمْ إِخوَةٌ لِعَلَّاتٍ، أُمَّهَاتُهمْ شَتَّى وَدِينُهمْ وَاحِدٌ، وأَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابنِ مَرْيمَ، إنَّهُ لَيْسَ بَيْنِي وبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ، إِذا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ: رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلى الحُمْرَةِ وَالبَيَاضِ بَينَ مُمَصَّرَيْن، كأَنَّ رَأسَهُ يَقطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ، فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلى الإِسْلَامِ، فَيدُقُّ الصَّلِيبَ، ويَقتُلُ الخِنْزِيرَ، وَيَضَعُ الجِزْيَةَ، ويُهلِكُ اللَّهُ في زَمَانِهِ المِلَلَ كُلَّها إلَّا الإِسْلامَ، ويُهلِكُ المَسِيحَ الدَّجَّالَ، وَتَقَعُ الْأَمَنَةُ فِي الْأَرْضِ، حَتَّى تَرتَعَ الْأُسْدُ مَعَ الإِبلِ، والنِّمَارُ مَعَ البَقَرِ، والذِّئابُ مَعَ الغَنَمِ، ويَلعَبُ الصِّبْيانُ بالحَيَّاتِ، لَا تَضرُّهُمْ، فيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أربَعِينَ سَنَةً، ثُمَّ يُتَوفَّى، فَيُصَلِّي عَلَيهِ المُسلِمُونَ، صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيهِ». 18. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6702 أخبرنا عبدُ الله بنُ محمد الأزديُّ ، قال: حَدَّثنا إسحاقُ بنُ إبراهيم ، قال: أخبرنا عمرو بنُ محمد العَنْقَزِي ، قال: حَدَّثنا ليثُ بن سعد ، عن المَقبُرِي ، عن عطاء بن مِينَاء عن أبي هُرَيْرَةَ ، عن رسولِ الله قال : «لَيَنْزِلَنَّ ابنُ مَرْيَمَ حَكَماً عادِلًا، فَيَكْسِرُ الصَّلِيبَ، ويَقتُلُ الخُنزِيرَ، ولَيَضَعَنَّ الجِزْيةَ، وَلَتُتْرَكَنَّ القِلَاصُ فَلا يُسْعَى عَلَيْها، وَلَتَذْهَبَنَّ الشَّحْناءُ والتَّبَاغُضُ والتَّحَاسُدُ، وَلَيُدْعَوُنَّ إِلى المَالِ فَلَا يَقْبَلُهُ أَحَدٌ». 19. روى ابن حبان رقم : 6697 أخبرنا محمدُ بنُ الحسن بنِ قُتَيْبةَ ، قال: حَدَّثنا يزيدُ بنُ مَوْهَبٍ ، قال: حَدَّثني الليثُ بنُ سعدٍ ، عن ابنِ شهابٍ ، أنَّه سَمِعَ عَبْدَ الله بنَ ثَعْلَبة الأنصاريَّ ، يُحدِّثُ عن عبد الرحمٰن بنِ يزيد الأنصاريِّ ، من بني عَمْرو بن عَوْف قال: سَمِعْتُ عَمِّي مُجمِّعَ بن جارية يقولُ: سَمِعْتُ رسولَ الله يقول : «يَقتُلُ ابنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبِابِ لُدَ». 20. روى ابن حبان رقم : 6698 أخبرنا أبو يعلى ، قال: حدثنا أبو خيثمة ، قال: حدثنا يونس بن محمد ، قال: حدثنا صالح بن عمر ، قال: حدثنا عاصمُ بن كُلَيب ، عن أبيه قال: سمعت أبا هريرة يقول : أُحدِّثُكم ما سمعتُ من رسولِ الله الصادِقِ المَصْدُوقِ؟ حدثنا رسول الله أبو القاسم الصَّادقُ المصدوق: «إِنَّ الأَعْورَ الدَّجَّالَ مَسِيحَ الضَّلَالةِ يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، فِي زَمَانِ اخْتِلافٍ مِنَ النَّاسِ وفُرْقَةٍ، فيَبْلُغُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنَ الأَرْضِ فِي أَرْبَعِينَ يَوماً، اللَّهُ أَعلَمُ ما مِقْدَارُها، اللَّهُ أَعلمَ ما مِقْدَارُها – مرَّتينِ – ويُنزِلُ اللَّهُ عِيسَى ابنَ مَرْيمَ، فَيَؤُمُّهمْ، فإِذَا رَفَعَ رَأسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ قالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَتَلَ اللَّهُ الدَّجَّالَ، وأَظْهَرَ المُؤْمِنِينَ». 21. روى ابن حبان رقم : 6705 أخبرنا محمدُ بنُ المنذرِ بنِ سعيد ، قال: حدثنا يوسفُ بنُ سعيد بن مُسلَّم ، حدثنا حجَّاج ، عن ابن جُرَيْجِ ، قال: أخبرني أبو الزبير أنه سَمِعَ جابرَ بن عبد الله يقول: سمعتُ رسولَ الله يقول : «لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقاتِلُونَ عَلى الحَقِّ، ظَاهِرِين إلى يَوْمِ القِيَامَةِ، فيَنْزِلُ عِيسى ابنُ مَرْيَم، فيَقُولُ أَميرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا، فَيَقُولُ: لا، إنَّ بَعضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَراءُ لِتَكْرِمَةِ اللَّهِ هٰذه الأُمَّةَ». 22. روى ابن حبان رقم : 6688 أخبرنا عَبْدُ الله بنُ محمد بنِ سَلْمٍ ، قال: حدَّثنا عبدُ الرحمٰن بنُ إبراهيمَ ، قال: حَدَّثنا الوليد بن مسلم ، قال: حَدَّثنا الأوزاعيُّ ، عن ابنِ شهابٍ ، أن نافعَ بن أبي نافع مولى أبي قَتادة أخبره أن أبا هُريرةَ قالَ: قالَ رسولُ اللَّهِ : «كَيْفَ أَنتُمْ إِذَا نَزَلَ ابنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ، وَإِمامُكُمْ مِنْكُمْ» 23. روى مسلم في كتاب الحج : وحدّثنا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَ عَمْرٌو النَّاقِدُ وَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعاً عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ. قَالَ سَعِيدٌ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ. حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ عَنْ حَنْظَلَةَ الأَسْلَمِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُهِلَّنَّ ابْنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ، حَاجّاً أَوْ مُعْتَمِراً، أَوْ لَيَثْنِيَنَّهُمَا». 24. روي أحمد في مسنده حدّثنا عبد الله ، حدَّثني أبي ، ثنا يزيد ، أنا سفيان ، عن الزهري ، عن حنظلة ، عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ينزل عيسى ابن مريم فيقتل الخنزير، ويمحو الصليب، وتجمع له الصلاة، ويعطى المال حتى لا يقبل، ويضع الخراج، وينزل الروحاء فيحج منها أو يعتمر أو يجمعهما». 25. روى ابن حبان في صحيحه رقم : 6706 أخبرنا الحسين بن محمد بن أبي معشر ، قال: حدثنا محمد بن بشار ، قال: حدثنا عبد الوهَّاب ، قال: حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن الزهري ، عن حنظلة بن علي الأسلمي عن أبي هريرة ، عن النبي قال : «لَيُهِلَّنَّ ابنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ حَاجاً أَو مُعتَمِراً، أَو لَيُثَنِّيَنَّهُمَا. 26. عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللّهِ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ، …… فَبَيْنَمَا هُوَ كَذٰلِكَ إِذْ بَعَثَ اللّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ. فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ. بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ. وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَىٰ أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ. إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطرَ. وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ. فَلاَ يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيـحَ نَفَسِهِ إِلاَّ مَاتَ…. الخ رواه مسلم 27. حدَّثني عبدالرحمن بن جبير بن نفير الحضرمي عن أبيه أنه سمع النوّاس بن سمعان الكلابي قال: «ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم الدجال ذات غداة ….. فبينا هو على ذلك إذ بعث الله عزَّ وجلَّ المسيح ابن مريم، فينزل عند المنارة البيضاء شرقي دمشق، بين مهرودتين، واضعاً يده على أجنحة ملكين، فيتبعه، فيدركه، فيقتله عند باب لدّ الشرقي ….. الخ رواه أحمد 28. عَنْ النَّوَّاسِ بن سَمْعانَ الكِلاَبِيِّ قالَ: «ذَكَرَ رَسُولُ الله الدَّجَّالَ ذَاتَ غَداةٍ …. فَبَيْنَما هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هَبْطَ عِيَسَى بنُ مَرْيَمَ عليه السلام بِشَرْقِيِّ دِمَشْقَ عِنْدَ المَنَارَةِ البَيْضَاءِ بَيْنَ مَهْرُ ودَتَيْنِ وَاضِعاً يَدَيه عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قطر وإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كالُّلؤْلُؤِ …. الخ رواه الترمذي 29. عن النَّوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ الْكِلاَبِيِّ ، قال: «ذَكَرَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم الدَّجَّالَ فقالَ: إنْ يَخْرُجْ …….. ثُمَّ يَنْزِلُ عِيسَى ابنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عِنْدَ المَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيِّ دِمَشْقَ فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابِ لُدٍّ فَيْقْتُلُهُ». رواه أبو داود 30. حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ سَمِعَ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَانَ الْكِلاَبِيَّ يَقُولُ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ الدَّجَّالَ، الْغَدَاةَ …….. فَبَيْنَمَا هُمْ كَذٰلِكَ، إِذْ بَعَثَ اللَّهُ عِيسٰى بْنَ مَرْيَمَ، فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ، شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ، وَاضِعاً كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنَحَةِ مَلَكَيْنِ، إِذَا طَأْطَأَ رَأْس
  20. Didalam sebuah cerita, ada seorang Pemuda sebut saja Syaiful, bersama ketiga temannya yang baru masuk Islam, sebut saja A, B, dan C.
    Suatu ketika mereka berniat sholat Subuh berjamaah di mesjid. Saat itu hanya ada seorang Ustadz dan bersama mereka berempat. Syaiful mengajarkan kepada ketiga temannya untuk tidak berbicara ketika Sholat, temannya mengiyakan. Tanpa panjang lebar, Ustadz itu pun bertindak sebagai imam.
    Singkat Cerita di Rakaat kedua, seekor tikus lewat dihadapan mereka berempat (selaku makmum). Spontan si A berbicara “ich ada tikus” dan si B menjawab “ssttttt, berisik” dan si C pun ikut-ikutan “jangan ngomong”. Melihat ketiga temannya tidak mengindahkan apa yang diajarkannya, Syaiful berkata “kalau sholat jangan ngomong”. Sang imam pun mengisyaratkan untuk ruku, maka ruku-lah semua makmum. Dan Sang imam berkata “kalau begitu sich batal semua sholatnya”.

    Disini kita sebagai pembaca cerita tsb. bisa melihat garis besarnya. Begitu pula dikehidupan kita sekarang, banyak yang angkat bicara soal kasus Ahmadiyah. Ada yang pro, dan tidak sedikit pula yang kontra. Mana yang benar? Wallahu allam.

    Saat kita kecil, diajarkan “menuntut ilmu sampai liang lahat”. Ilmu menjadikan kita dapat melihat yang benar dan yang salah. Jika menuntut ilmu sampai kita meninggal, maka selagi kita hidup masih disebut sebagai PENCARI KEBENARAN, bukan sebagai ORANG YANG SUDAH BENAR.

    Lalu jika begitu, kenapa dengan mudah memvonis golongan lain salah. Jika jawabannya, karena ada Al Qur’an dan Hadist sebagai penuntun, Pertanyaan berikutnya: apakah kita sudah mengkaji Alqur’an tersebut secara menyeluruh. Karena menurut pandangan saya berbeda antara Mengkaji dan Membaca. Kalau membaca saja, banyak org Khatam Alqur’an dibulan Puasa.

    Dalam Islam, rukun Islam pertama Adalah Syahadat. “Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan Selain Allah, dan nabi Muhammad adalah Utusan Allah”. coba fikirkan, kata BERSAKSI. Apakah itu dengan mulut (berbicara), telinga (mendengar), hidung (mencium)? Pastinya dengan mata untuk dapat bersaksi. Tapi apakah umat islam sekarang bisa benar-benar bersaksi kepada Tuhannya?

    Karena dulu nabi Muhammad SAW, Islamnya bukan kata beliau pribadi, melainkan diislamkan oleh Allah SWT langsung. “Pada hari ini Aku Ridho Islam Sebagai Agamamu”.
    Ternyata kalau difikir-fikir saya sangat lancang sekali menganggap diri saya Islam. Toh, sekelas nabi saja Islamnya dari Allah Langsung, bukan atas dasar pengakuan dirinya pribadi.


  21. From : permana_tingal@yahoo.com

    Berikut Ayat-ayat Alqur’an yang menjelaskan akan pentingnya makrifat/kenal kepada Allah SWT.

    “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Alloh”.

    Dari kalimat tersebut dapat di tegaskan bahwa kita dapat menyaksikan Tuhan, bila dikehendaki-Nya dan atas seizing-Nya. Dan shalat kita benar benar seperti apa yang di ucapkan oleh mulut kita.

    Al-Israa (17 ayat 72) :

    “Dan barang siapa yang di dunia ini buta maka di Akhirat pun lebih buta dan sesat jalan”.

    Al-Israa (17 ayat 1) :

    “Maha Suci Alloh yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aghso (Maitul Magdis) yang kami berkahi sekelilingnya agar kami memperlihatkan sebagian tanda tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

    Al-Naml (27 ayat 40) :

    “Dia berkata : Saya bisa membawamu kapada-Nya dalam sekejap mata” Dan tatkala ia melihat singasana berada pada dirinya, ia berkata “Inilah karunia Tuhanku, supaya Dia mencobaku, apa aku berterimakasih, maka ia berterimasih pada Rohnya sendiri, dan siapa yang tidak berterimakasih maka sesungguhnya bagi dirinya Alloh adalah berkecukupan lagi terhormat”.

    Al-Ankabut (29 ayat 5,23) :

    Barang siapa yang mengharap / bertekad ingin menemui Alloh oleh Alloh pada saat yang tertentu pasti akan tiba, dan Dia adalah Maha mendengar lagi Mengetahui.

    Dan orang-orang yang kafir kepada pekabaran (kabar) Alloh dan menolak serta tidak percaya untuk menemui Tuhannya, mereka itu berputus harapan dari rakhmat-Ku, dan untuk mereka siksaan yang amat pedih.

    Al-Kahfi (18 ayat 103-104-105 ) :

    “Katakanlah : Apakah akan kami berituhukan kapadamu tentang orang-orang amat rugi perbuatannya ?”

    “Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia sedang mereka mengira bahwa mereka mengerjakan pekerjaan yang baik”.

    “Meraka itu ialah orang-orang yang kufur (ingkar) terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur) terhadap perjumpaan denga-Nya. Maka hapuslah amalan- amalan mereka. Dan kami tidak adakan timbangan bagi mereka pada hatri kiamat.

    Yunus (10 ayat 7 dan 8) :

    “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tentram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami”.

    “Meraka itulah tempatnya neraka, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.


  22. Kok ada emoticons nya yaa…
    Maaf atas kesalahannya.

    Pustaka sufi: http://www.gagakmas.org


  23. “Kebenaran” hanyalah MUTLAK milik Allah SWT semata, manusia hanya sebatas pada pemahaman kebenaran.


  24. saya setuju dengan perkataan ketua umum muhamadiyah : ahmadiyah itu ibaratnya tamu yang sudah ada di pekarangan rumah tinggal kita menyingkapinya mau di persilahkan masuk atau mau di usir kalau tidak mau dua-duanya yang anggap saja maling alis garong yang harus kita laporin ke polisi atau dihakimi masa


  25. kepada sudara-saudaraku sebangsa dan setanah air( pengikut jemaat ahmadiyah indonesia) setelah saya banyak membaca artike-artikel tentang ajaran ahmadiyah dan membaca kitab tazkirah banyak hal-hal yang diluar aturan islam dan bahkan akan membawa kita kejalan yang sesat dan menyesatkan oleh karena itu marilah kita kembali ke jalan yang telah di atur dalam Al Qur’an dan Al hadist. yang telah yakin kebenarannya.
    pada kenyataannya setelah saya berbaur dengan pengikut JAI untuk mengetahui kebenaran ajaran tersebut ternyat hampir 75% hanya kebohongan yang di buat-buat.


  26. USULAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH AHMADIYAH
    Untuk menyelesaikan masalah Ahmadiyah secara lokal maupun secara nasional di Indonesia, kami mengajukan terapi dan solusi sebagai berikut :
    1. Penyebab mendasar adanya konflik antara Ahmadiyah dan Umat Islam adalah bahwa ajaran Ahmadiyah dianggap oleh mayoritas Umat Islam telah menodai kemurnian ajaran Agama Islam yang sangat mendasar dan prinsipil. Sementara hukum penodaan terhadap ajaran agama (terutama agama Islam) sudah jelas dalam ajaran agama Islam itu sendiri dan telah diatur dalam undang-undang (No. 1 PNPS Th. 1965).
    2. Ahmadiyah, dalam usianya yang sudah lebih seratus (100) tahun ternyata tidak mulus diterima oleh umat Islam secara umum, malah mendapat penentangan yang hebat luar biasa, ditolak di kalangan negara-negara mayoritas muslim (dunia Islam), bahkan sempat berdarah-darah di India dan Pakistan di mana tempat lahirnya Ahmadiyah itu sendiri.
    3. Secara empirik sejarah, Ahmadiyah tidak pernah akur dengan mayoritas umat Islam dan selalu dianggap golongan atau sekte penyesat umat Islam.
    4. Dalam sejarah keagamaan ternyata ketika terjadi dalam satu agama terdapat perbedaan yang sangat prinsip dan mendasar, bahkan melahirkan konflik yang berkepanjangan, maka solusi paling aman dan nyaman adalah pisah agama. Hal ini (maaf) seperti yang telah terjadi di kalangan agama Kristen, secara resmi dan hukum sekarang telah menjadi dua (2) agama terpisah, yaitu agama Katholik dan Agama Protestan.
    5. Kita sepakat bahwa : ”Jaminan perlindungan hukum dan hak asasi manusia untuk kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”, adalah mutlak harus diwujudkan dan suatu keniscayaan, termasuk juga jaminan beragama dan beribadat bagi Ahmadiyah. Namun di sisi lainpun ”Jaminan perlindungan hukum terhadap kemurnian ajaran suatu agama dari tangan-tangan kotor penodaan” pun perlu ada kepastian hukum, untuk menjamin tidak adanya ketersinggungan perasaan keagamaan dan gangguan kehidupan beragama yang mengakibatkan terjadinya konflik horizontal yang berkepanjangan.
    6. Dalam pasal 28(J) ayat 2 UUD 45 hasil amandeman menyatakan bahwa : ”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrtis.
    7. Penanganan Ahmadiyah harus dengan tegas dan secara pro aktif dari Pemerintah atau pihak yang berwenang, karena kalau pemerintah diam maka yang bergerak ummat Islam sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan potensinya. Oleh karena posisi Ahmadiyah dalam aqidah Islamiyah sudah jelas dengan turunnya fatwa Liga Muslim Internasional ataupun secara Nasional melalui MUI, maka Ahmadiyah harus dibubarkan dan dilarang di Indonesia dengan dasar pendekatan hukum internal ummat Islam dan Ajaran Islam sendiri. Hukum positif sebagai legalitas formalnya.
    8. SKB tentang Ahmadiyah ini akan efektif manakala JAI mau memutuskan hubungannya dengan Kholifah mereka di Inggris, sebab JAI adalah bagian dari kekhalifahan Ahmadiyah di Inggris. Tanpa pemutusan dengan Kholifahnya di Inggris, maka ajaran Ahmadiyah segalanya akan sama dengan ajaran Kholifahnya di Inggris. Hirarki kepemimpinan Ahmadiyah Qodianiyah sangat jelas sekali, mirip-mirip dengan System Kepausan dalam Agama Katholik atau system Imamah sekte Syi’ah dalam Islam.
    9. Kalau dengan solusi di atas tidak mempan juga maka alternatif lain, supaya Ahmadiyah tenang dalam menjalankan ajaran agamanya dan mendapat jaminan hukum yang pasti, serta diperlakukan dengan adil dan tidak didiskrimatifkan oleh Pemerintah, maka lebih baik Ahmadiyah dibentuk sebagai AGAMA baru di Indonesia (mungkin namanya Agama Ahmadiyah), karena unsur-unsur pendukungnya sudah cukup lengkap. Antara lain Nabi dan Rasulnya ada (Mirza Ghulam Ahmad), kitab sucinya bisa gabungan dari Al-Quran dan Tadzkirah (seperti Al-Kitabnya Kristen, gabungan dari Taurat Musa dan Injil Isa) karena Mirza Ghulam Ahmad sendiri mengakui bahwa wahyu-wahyu yang turun kepada dia kedudukannya setara dengan wahyu dalam Al-Quran.
    10. Alhamdulillah, di Kab. Kuningan merupakan realita contoh telah terciptanya kerukunan hidup beragama, enam agama ada di Kab. Kuningan bisa hidup berdampingan. Dengan adanya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), permasalahan yang terjadi pada lintas umat beragama dapat diselesaikan dengan baik. Maka apabila Ahmadiyah telah resmi menjadi satu Agama, dapat bergabung di FKUB dan mendapat perlindungan pasti secara hukum untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya serta akan mendapat perlindungan hukum pula terhadap aset-aset Ahmadiyah, termasuk tempat-tempat ibadah Ahmadiyah.


  27. Sekarang biarkan Ahmadiyah melanggar SKB 3 Mentri itu, biar Presiden dapatkan delik buat bubarkan Ahmadiyah dengan segeraaaaaaaaaaa !!!!!


  28. شكرا لكم

    مدونة العجائب والغرائب



Leave a reply to permana_tingal Cancel reply